Menimbang Railway Adventure Sebagai Lokomotif Wisata

Railway Adventure awalnya adalah sebuah konsep sederhana yaitu perjalanan menjelajah alam sekitaran Bandung dengan menggunakan Kereta Api lokal sebagai alat transportasi agar masyarakat lebih bervariatif dalam berwisata mengingat kebanyakan masih ‘roadtrip minded’. Berawal dengan menerapkan konsep berkereta api ini menuju Gua Pawon, Stone Garden dan Gunung Hawu di daerah Padalarang, lalu berkembang ke wilayah Purwakarta menuju Gunung Cupu dan melebar kemudian ke arah Cicalengka menuju Curug Cinulang dan Kareumbi.
Sejak D1VA menerapkan konsep ini, banyak masyarakat umum mulai tertarik mengikuti trip model ini. Terbukti dari permintaan mengunjungi  Cisomang Railway Bridge yang meningkat, sayang jadwal KA Lokal yang berubah menjadi kendala tersendiri. Sepertinya KA Lokal masih dipandang sebelah mata sehingga harus mengalah terhadap trayek KA antar kota luar propinsi. Padahal bila jadwal KA Lokal ini diposisikan strategis, dampak terhadap iklim pariwisata akan membawa angin segar dengan warna berbeda.
Mengapa trip Railway Adventure ini efektif diaplikasikan? Begini,  dengan jadwal yang terukur tentu jadwal berwisata akan lebih pasti dan terbebas dari belenggu resiko macet dibanding dengan berkendaraan mobil. Alasannya sungguh jelas, waktu sampai lebih cepat, selain faktor ekonomis dari sisi harga tiket yang murah meriah.

Mengapa RA ini juga sangat cocok untuk kaum masyarakat urban? Dengan mengenal dan berhenti di stasiun-stasiun kecil yang selama ini hanya terlewati ketika kita ke Jakarta atau Jogjakarta akan menjadi pengalaman tersendiri. Seperti ada perasaan campur aduk ketika turun di stasiun kecil dan lalu melihat sekeliling dengan ambience yang berbeda, mencoba  berkomunikasi dengan masyarakat lokal dengan karakter yang khas di setiap wilayah. Ini tentu akan memberikan pengalaman dengan warna tersendiri bagi masyarakat kota.

Saya sempat kaget setelah berbincang dengan warga lokal saat menunggu keberangkatan kereta api di Cikadongdong,  salah satu stasiun kecil di Purwakarta,  tiba-tiba dihadiahi tanaman cingcau untuk dibawa pulang. Pernah saat di KA tiba-tiba ada seorang kakek yang mengajak mengobrol  yang ujung-ujungnya meramal masa depan kita. Jangan kaget bila teman-teman saat di dalam gerbong,  mendengar sekelompok orang melakukan paduan suara atau melihat sekelompok remaja putri melakukan pengajian. Itulah warna kehidupan masyarkat kita, tidak perlu ‘judging’ menilai itu hal buruk, cukup memahami dan beradaptasi dengan keadaan, bukankah posisi kita hanyalah visitor?
Keluar sejenak dari kotak rutinitas kehidupan urban dengan melakukan railway adventure akan membawa kita  melihat ‘the other side of peoples life in certain area’.

Siapa  yang menyangka kita pernah menginjakkan kaki di stasiun kecil Cikadongdong  lalu merasakan adrenalin berjalan kaki di jembatan kereta api  Cisomang yang konon merupakan jembatan kereta api aktif tertinggi di Indonesia, atau melakukan hal yang simple sekedar makan sate Maranggi  di stasiun Plered, hiking ke Gunung Cupu, atau membeli street food yang beraneka ragam di stasiun Cicalengka ketika akan berkunjung ke Taman Buru Masigit Kareumbi atau Curug Cinulang.

Railway Adventure paling baru dilakukan D1VA tgl 22 Agustus lalu dengan mengunjungi  kawasan Kawah Talaga Bodas di Wanaraja,  Garut.  Trip ini memadukan moda transportasi kereta api dan ‘feeder car’ menuju titik lokasi wisata. Sayangnya, KA jurusan Kiaracondong-Cibatu yang memulai keberangkatannya pukul 7.35 pagi tidak dilengkapi dengan jadwal dari Cibatu yang memadai, sehingga kami tetap harus melakukan roadtrip pulang menuju Bandung. Andai saja PT KAI mengimbangi dengan menambah trayek  KA Lokal  lebih banyak lagi dengan jadwal yang bervariatif,  tampaknya akan membuka peluang-peluang memajukan pariwisata di kawasan Priangan dan sekitarnya.  Mungkin juga ini berlaku untuk kawasan lain di Indonesia yang sudah memiliki jalur KA, dimana moda transportasi dengan konsep KA lokal yang berhenti di stasiun-stasiun kecil akan memberikan peluang pengembangan kawasan wisata di wilayah kecilnya tersebut. Bila trip-trip ini berkembang, saya yakin industri pariwisata di Indonesia akan berkembang dengan nuansa yang makin kaya. Dan sedikit demi sedikit masyarakat kita akan mengubah perspektifnya dari ‘roadtrip minded’ menjadi ‘railway minded ‘. Semoga ke depannya, setelah stasiun Garut selanjutnya stasiun Cikajang rampung akan membuka celah-celah lain dengan memberikan trayek yang lebih beragam dengan frekuensi yang lebih banyak sehingga supporti ke pengembangan wisata di wilayah-wilayah  lebih terpencil.

Bandung, 23.08.2020
Penulis
Tanti Brahmawati
D1VA Organizer

Lesson from the Coral Track

Ini adalah hiking ke-4 yang kuikuti bersama Diva. Tujuannya adalah kawah Tangkuban Perahu tapi melalui track yang belum pernah kulalui sebelumnya. Ini memang sangat menarik.

Kami berangkat dari CIC agak siang, molor dari jadwal  seharusnya pukul 08.30, dikarenakan ada beberapa teman datang terlambat. Setelah pemanasan, berdoa, seperti biasa kami melakukan ‘Foto Kelas’  maksudnya foto bersama sebelum memulai aktivitas.

Jauh-jauh hari di  grup D1VA, kami diingatkan untuk membawa bekal dan perlengkapan secukupnya dan ekstra  minum karena jarak yang akan kita tempuh P.P lebih dari 10 KM, dengan perkiraan waktu tempuh sekitar 6 jam (walau kenyataanya 15KM dan memakan waktu 7,5 jam…hiks)

 

Sebelumnya kami sudah mendapat informasi tentang kondisi track yang akan kami lalui coral treal,  tea walk, view pinus and eucalyptus. Menurutku medan tracknya masih bersahabat, tidak sesulit saat hiking pertama kali bersama D1VA ke Curug Cirengkrang, tapi yang menjadi tantangan adalah saat menghadapi coral track yang panjangnya minta ampun, seolah-olah tiada akhirnya.

 

Memang diakui, suasana masih berbeda saat kami masih di kebun teh dan coral track dengan pinus view.  Kami masih memiliki semangat ditambah dengan hamparan kebun teh yang hijau dan pohon-pohon pinus menjulang tinggi, indah, memanjakan mata dan menggoda kami untuk berfoto ria, sampai lupa perjalanan kami ke depan masih panjang dan itu menyebabkan waktu yang kami butuhkan sampai ke tujuan justru lebih lama.

Saat kami memasuki hutan Tangkuban Perahu, akhirnya kami menemukan coral track yang cukup mengganggu langkah kami, awalnya kami masih semangat, sempet foto-foto dulu, namun lama kelamaan membuat telapak kaki sakit seolah-olah sedang  melakukan refleksi kaki di sepanjang jalan berbatu. Lama-lama kami mengalami kelelahan, pegal,dan sakit badan. Ini mulai membuat mental menjadi down. 

Sebenarnya kami sudah diingatkan agar jangan terlalu berjauhan dari guide,  tapi yah namanya budak baraong, sepertinya gank d1va masih harus belajar disiplin mengenai aturan, hal itu sering diabaikan, terutama karena kekuatan fisik dan pace teman-teman berbeda-beda.

Kecepatan langkah kami di coral track mulai menurun, nafas mulai naik turun, kecemasan mulai melanda. Hal itu menyebabkan kami terbagi menjadi 5 kelompok berpencar  dan jarak antara kelompok lumayan cukup jauh dan cukup menyulitkan host dan guide untuk memantau kami.

 

Akhirnya kami sampai di tempat kelompok yang lebih dulu tiba, tinggal seitar 300 meter lagi menuju kawah. Di sini kami istirahat sambil menunggu peserta lain kumpul semua, sayang salah satu teman kami tak bisa lanjut dan dia ditemani teman kami, Desi.

Setelah cukup istirahat, beberapa teman termasuk aku memutuskan balik sebelum menuju kawah, memang disayangkan, meskipun sebenarnya kami masih mampu tapi kami masing-masing memiliki alasan; takut kemalaman saat masih di hutan, mengejar waktu sholat yang semakin mepet, padahal sebenarnya kami bisa melakukan tayamum untuk menggantikan wudhu dan sholat, di hutan pun bisa, aturan agama telah banyak memberikan kelrluasaan umatnya beirbadah dimanapun. Tapi entah mengapa saat itu  tak terpikirkan sama sekali. Kami terlalu fokus dan khawatir pada keadaan teman kami yang tidak bisa lanjut.

 

Saat menuju pulang, aku dan Desi terpisah dari teman-teman yang sama-sama balik turun, perkiraan pukul 16.00 tiba di warung Emak di Sukawana tempat kita kumpul untuk makan dan sholat, namun sayang rencana tinggal rencana ternyata kami berdua malah tersesat, gara-gara kami berdua asyik ngobrol sehingga tidak fokus dengan track yang kami lalui, kami lupa belokan arah menuju warung Emak. Kami sempat bertanya pada penduduk  tapi ia malah memberikan informasi yang justru membuat kami semakin menjauh dari tempat yang dituju.

Hari semakin sore, kami berdua belusukan di kebun teh, sadar ternyata semakin jauh, kami kembali ke jalan berbatu tapi kami semakin jauh karena jalan yang kami lalui tidak sama saat kita berangkat, perasaan kami bercampur aduk, yang tadinya lapar, hilang seketika, yang ada cemas, lelah, pegal, dan takut orang lain khawatir, apalagi signal sulit sekali, sehingga membuat kami sulit berkomunikasi, migrainku kambuh tapi aku tetap menyemangati diri bahwa  ini pasti bisa kami lalui, beberapa kali aku istirahat untuk minum sambil menenangkan diri, lalu kami sampai di daerah pemukiman, bergantian kami bertanya pada penduduk yang kami temui, tapi kami ditunjukkan ke tempat mahasiswa yang sedang camping, lalu kami balik lagi ke arah kebun teh, beberapa kali kami bertanya tapi tetep tidak menemukan arah yang benar, dan akhirnya kami masuk ke pemukiman penduduk dan kami bertanya pada bapak-bapak di sana dan kami diantarkan sampai ke jalan yang ternyata berbatu juga, coral track, tapi kami memutuskan untuk sholat dulu, saat menemukan mesjid, di sana kami baru dapat sinyal dan kami hubungi bu Tanti yang kebetulan dia ga bisa ikut karena sakit, kami menngabari kami tersesat ke Pabrik Teh,  lalu beliau membalas “ Pabrik Teh nya buka tidak?” “Banyak orang gak di sana? “Coba Tanya mereka” Tidak lama kemudian dia WA call Desi meminta penjelasan, lalu kami kabari lagi  kalau kita mulai mendekati tempat titik kumpul, yaitu warungnya emak tapi mau sholat dulu, agar semua tidak khawatir.

 

Setelah selasai sholat, perasaan kami mulai tenang, dan kami mulai mencari penduduk sebelum melanjutkan pencarian kami,untuk memastikan arah yang diberikan bapak tadi, dan ternyata arah yang kami ambil salah, harusnya ke atas, kami malah turun ke bawah, kami diminta mengikuti jalan yang berbatu, tapi tidak terlalu rapat, sampai ada pohon pinus diujung jalan lalu belok kiri, lalu terus ikuti jalan berbatu tersebut dan setelah beberapa kali belok akhirnya Alhamdulillah kami menemukan warung emak, dan kami disambut tawa teman-teman lain yang sudah menunggu di sana. Ternyata bukan hanya kami saja yang tersesat, hampir setengah dari kelompok salah ambil jalan. Akhirnya kami menertawakan diri kami sendiri karena akibat kelalaian kami 😂

 

Sungguh dari  hiking kali ini, aku mendapat pembelajaran yang sangat berharga, ternyata coral track tak selamanya menyebalkan, menyakitkan telapak kakiku, tapi saat kami tersesat justru membantu kami kembali menuju arah yang benar, menuju warung Emak,  Satu hal lagi aku banyak belajar bahwa aku harus selalu tenang dan berpikiran jernih dan positive thinking dalam situasi apapun, termasuk saat kelelahan dan tersesat.  Sometimes you win, sometimes you learn.

Apapun yang terjadi   Keep calm and enjoy.

 

Gak sabar nunggu hiking berikutnya.

 

Penulis

Neneng ‘marni’ Sumarni

Pengajar di SD Terpadu Niagara, Ngamprah – KBB

Aroma Fresh Cut Grass yang Menyegarkan

Ada kalanya dalam melakukan hiking, jalan setapak sudah terlalu rimbun dan harus dilakukan penebasan sehingga batang-batang rumput yang tinggi terpotong. Diwaktu lain kita akan berpapasan dengan peternak yang sedang memanen rumput untuk pakan, dan dilain waktu kita sendiri berbaring di rerumputan yang membuat kerusakan pada batang-batangnya. Semuanya membuat rumput mengeluarkan wewangian yang khas.

Beberapa waktu lalu kita pernah membahas petrichor, sebuah aroma alam yang hanya dijumpai kala hujan. Aroma unik lain yang sering dijumpai di alam liar dan sering terendus kala hiking adalah aroma patahan rumput. Wangi alam yang khas ini kerap terendus diperbukitan kala berjalan diatas rerumputan liar atau padang rumput yang sengaja ditanam untuk dipanen sebagai pakan ternak.

Aroma unik ini adalah senyawa yang dihasilkan rerumputan sebagai pertahanan diri dan penyembuhan. Senyawa ini disebut GLV’s ( green leaf volatiles) namun gampangnya sering disebut saja smell of fresh cut grass. Industri  telah berusaha mengekstrak senyawa rerumputan ini untuk menghasilkan essential oil dan parfum yang harganya cukup mahal. Namun bila kita mau meluangkan waktu jalan-jalan ke alam, aroma fresh cut grass  ini dapat dinikmati dengan cuma-cuma.

Aroma fresh cut grass  dihasilkan oleh tanaman seperti rerumputan dan perdu sebagai respon untuk melindungi diri, memulihkan trauma dan juga memberi peringatan bagi tanaman sekitarnya bila ada bahaya. Namun bagi manusia, aroma ini terasa segar dan relax.

Bila direnungi lebih jauh, betapa mulianya mahkluk kecil seperti rumput yang justru memberikan balasan berupa  aroma yang wangi atas “luka-luka” -nya untuk dinikmati indra penciuman manusia. Adakah yang lain bisa kita pelajari darisini? Sebuah kutipan barangkali bisa menjadi perenungan :   What forgiveness is? Sufi replied , It is the fragrance that flowers give when they are crushed..

@districtonebdg

Berburu Petrichor Kala Hujan Datang

Adakalanya kala sedang hiking serta merta hujan menghampiri. Hujan merupakan hal yang biasa di pegunungan, jadi selalu bekali diri dengan jas hujan bila ingin tetap nyaman kala suasana hujan. Bagi beberapa orang, hujan di pegunungan kala hiking merupakan elemen pelengkap dan merupakan hal yang ditunggu. Saat itulah sebuah aroma alam yang tak akan didapat dalam cuaca cerah, akan muncul bagai parfum yang tiba-tiba semerbak penuh pesona. Smell of rain.

Aroma alam yang unik itu adalah petrichor, yang akan melengkapi perjalanan kita di alam seiring dengan aroma lainnya seperti aroma rumput yang terinjak, aroma kayu, humus dan lainnya yang hanya akan didapat bila kita keluar dari kenyamanan rumah. Kegiatan hiking tak hanya untuk menkmati pemandangan alam, namun juga mengenali kembali aroma purba di alam pada setiap langkah kita. Hal ini akan menjadi terapi tersendiri bagi setiap orang yang melakukannya.

Petrichor ( /ˈpɛtrᵻkɔər/ ) adalah aroma alami yang dihasilkan saat hujan jatuh di tanah kering. Aroma tersebut berasal dari minyak yang dikeluarkan oleh tumbuhan tertentu saat cuaca kering, kemudian minyak tersebut diserap oleh tanah dan batuan yang terbentuk dari tanah liat. Ketika hujan turun, minyak tersebut dilepaskan ke udara bersama senyawa lain yang dikeluarkan oleh tanah basah dan menghasilkan bau yang unik. Hal ini mengindikasikan tanaman mengeluarkan minyak untuk melindungi benih. Tetes hujan yang bergerak dengan laju yang lambat cenderung menghasilkan aerosol lebih banyak; hal ini menjelaskan kenapa petrikor lebih umum ada pada saat rinai. Beberapa ilmuwan percaya bahwa manusia menyukai aroma hujan karena nenek moyang mereka mungkin bergantung pada musim hujan untuk bertahan hidup. (wiki)

Jadi kala hujan menghampiri, alih-alih berdesah, bersyukurlah karena kita akan mengendus parfum alam yang penuh kesegaran. Some people feel the rain, others just get wet. Sayangnya kota sudah penuh dengan beton dan aspal sehingga aroma petrichor sudah jarang tercium. Maka segera ambil jas hujan dan bergegaslah ke alam, tinggalkan kesumpekan perkotaan dan rengkuh sebuah aroma semesta yang penuh kehidupan. @districtonebdg

Melirik Kawasan Priangan Timur untuk Hiking

Salah satu kendala kala akan hiking adalah bila akses ke lokasi merupakan jalur macet. Karena inilah kami jarang sekali melakukan kegiatan di Bandung Selatan yang rawan stuck lalulintasnya apalagi kala musim hujan. Lalulintas yang relatif lancar merupakan pertimbangan utama, tak heran Bandung Utara menjadi kawasan favorit karena walau jalur utamanya langganan macet namun memiliki banyak jalur alternatif seperti via Punclut, Ciwaruga atau bahkan Ujungberung.

Satu-satunya transportasi yang bebas macet di Bandung adalah kereta api, menjadikan moda transport ini memiliki nilai tambah bila dikombinasikan dengan aktifitas hiking. Selain bebas macet juga cepat dan memiliki sensasi tersendiri. Dari pengalaman, perjalanan kereta api akan merupakan sebuah petualangan tersendiri yang tak dapat dibandingkan dengan bis bahkan pesawat.

Sejak lama akses-akses yang bisa dicapai oleh kereta ekonomi masuk kedalam bucket list untuk dijadikan trek hiking yang accesible dari Bandung. Diantaranya adalah Padalarang, Cibatu dan Purwakarta. Namun belum banyak tempat yang telah disurvey dilokasi-lokasi itu. Bukan karena sulit menuju lokasi hikingnya, melainkan lebih karena jadwal keretanya yang tidak pas.

Sebuah kegairahan baru muncul kala KA Galunggung relasi Kiaracondong – Tasikmalaya mulai beroperasi sejak 26 Desember 2018 dan KA Pangandaran yang mulai beroperasi 2 Januari 2019 relasi Gambir – Banjar yang mampir di Bandung. Menghidupkan  kembali jalur kereta ekonomi ke Priangan Timur ini hal yang menggembirakan sehingga perjalanan ke berbagai tempat disebelah Tiimur kota Bandung akan semakin terjangkau.

KA Galunggung relasi Kiaracondong-Tasikmalaya misalnya, akan membantu membuka akses ke Garut dan Tasikmalaya untuk dieksplore lebih jauh. Walau akan lebih semaksimal bila kereta relasi Cibatu-Garut-Cikajang juga diaktifkan lagi.  Selama ini pun Cibatu sudah bisa diakses namun ya itu tadi aksesnya terbatas.

Beberapa gunung seperti Galunggung, Talaga Bodas, Guntur dan Papandayan merupakan tempat wisata pegunungan populer yang terletak di kawasan Garut dan Tasikmalaya. Dibukanya jalur kereta ekonomi ke arah Priangan Timur akan menjadikan perjalanan ke tempat-tempat itu semakin menyenangkan. @districtonebdg

Camping atau Hiking? Dua-duanya Aja

Selamat Tahun Baru…! Mulai tahun 2019 DO Adventure akan memperluas outdoor service nya dengan membuka paket camping. Loh camping dimana…, memangnya  DO Adventure punya resort untuk camping kah? Oya betul, resort kami ada dimana-mana 😀  maksudnya kamu bisa pilih tempat camping dimana saja sepanjang trek hiking yang biasa dilalui hehe.

Banyak lokasi yang layak untuk camping sepanjang trek-trek hiking dari Bandung Utara hingga Sumedang.  Barangkali banyak tempat yang  belum pernah kamu dengar sebelumnya seperti curug Cibareubeuy, curug Layung, Puncak Eurad, gunung Lingkung, puncak Papanggungan, Sukawana dan banyak lagi. Atau lokasi populer seperti Jayagiri dan Dago Pakar.

Jadi kamu ga usah khawatir kekurangan tempat camping yang asyik sepanjang trek mulai dari Burangrang Selatan hingga Manglayang. Medannya bervariasi mulai dari pinus, kebun teh, air terjun, tepi sungai atau puncak bukit. Namun semua ada tantangannya yaitu akan ada aktifitas hiking ringan sebagai eksplorasi medan sekitar.  Tapi jangan khawatir hikingnya hanya untuk kesegaran saja kok tidak akan terlalu jauh ^_^

 

Haduuh… kenapa harus ada hikingnya seh? Begini, bila tempatnya terlalu mudah dicapai maka akan sangat ramai oleh pengunjung, kadang bahkan seperti pasar ( hiperbol tentu saja 😀 ). Bukan suasana seperti itu yang diharapkan kala camping bukan? Nah tempat-tempat agak menyingkir dengan suasana asri bisa dibilang akan selalu dapat ditemukan bila kita mau sedikit orientasi. Disamping itu sangat dianjurkan untuk mengenal medan sekitar area camping, disamping menambah wawasan pada kawasan sekitar juga kurang seru bila seharian hanya dilewatkan disekitar tenda saja.

Bila tak mau repot-repot ada baiknya memlih camping di resort-resort wisata saja yang sudah menyediakan fasilitas tenda mulai dari yang medium hingga glamor. Kalo yang murah  tentu akan tetap sedikit repot kan hehe.. Banyak sebaran tempat glamping di lokasi-lokasi wisata di Bandung Utara  mulai ratusan  ribu hingga jutaan yang tak masuk akal. But please do yourself a favor...carilah sedikit adrenalin bila ingin merasakan camping yang sesungguhnya.

Camping di bukit Papanggungan.

Operator camping biasanya sudah menyediakan perlengkapan namun sebatas standar seperti tenda, matras dan sleepingbag. Diskusikan dengan penyelenggara, peralatan apa yang disediakan dan apa yang perlu dipersiapkan sendiri. DO Adventure sendiri hanya menyediakan tenda, matras, kompor dan sleepingbag. Sebenarnya itupun sudah cukup namun bila ingin kelengkapan lebih, jangan khawatir banyak penyewaan alat-alat outdoor yang selalu siap membantu.

Nah dengan perlengkapan yang memadai camping di pegunungan akan sangat mengasyikan, namun bersiaplah pada dinamika cuaca. Elemen ini sering kurang diperhitungkan oleh para penyuka kegiatan outdoor, berharap cuaca bagus sepanjang hari. Siapkan perlengkapan yang memadai karena cuaca buruk dapat mampir sejenak karena seperti dikatakan mereka yang berpengalaman : there’s no such thing as bad weather only bad clothes. @districtonebdg

 

Berbagi Kebahagiaan Hiking Bersama D1VA

Kegiatan bertajuk Saturday Outdoor adalah kegiatan yang sudah lama dirintis oleh District One (DO Adventure). Saya sendiri  bergabung sekitar tiga tahun lalu, kemudian bersama teman-teman hiking perempuan lainnya membentuk DO girls dan ikut melakukan Saturday Outdoor secara rutin. Hiking ke tempat-tempat sepi namun tidak jauh dari kota Bandung agar siang atau sore hari kami sudah berada di rumah kembali. Setelah berjalan beberapa tahun, program Saturday Outdoor ini kemudian di-shutdown , tampaknya DO Adventure menyerahkan inisiatif hiking pada hari weekend ini kepada para peserta sendiri.

Lama-lama disadari bahwa kami pun “not actually  a girl”, maka kami mengubah label tersebut menjadi D1VA, kependekan dari District One Adventure for Woman. Kini dengan program yang tidak melulu untuk kesenangan sendiri, tapi juga program  atau event yang bermanfaat untuk masyarakat luas. Maka beberapa event yang diperuntukkan bagi masyarakat luas pun diselenggarakan seperti Women’s Run dan Fun Green Run , keduanya merupakan event trail running 5K.

D1va  ingin menjadi salah satu wadah kaum perempuan di Kota Bandung yang ingin melakukan hiking. Tanpa terasa kegiatan rutin kami  sudah berjalan kurang lebih satu tahun.

Tentu saja kami tak berangan-angan menjadi seperti para petualang profesional yang akan memuncaki gunung salju.

“Jangan bermimpi terbang tinggi bila tak punya sayap,” nasihat seseorang, “cukuplah menjadi sebaik-baiknya diri.”

Benar, cukuplah menjadi sebaik-baiknya kami, kaum perempuan yang bergabung bersama-sama dalam keceriaan alam. Saling menyemangati.

Bila dalam melakukan hiking  ada kalanya melihat elang terbang tinggi di angkasa, mungkin bukan seperti itu kami ingin dilihat. Bukan elang yang terbiasa terbang diatas awan untuk menghindari badai, melainkan seperti burung-burung pipit yang terbang bahagia dari pohon ke pohon. Kebahagiaan yang menginspirasi. (TB)

 

Disambut Elang di Curug Luhur

“Ah untung gak mendung”, saya  bergumam sendiri. Agak khawatir hari itu akan hujan karena sehari sebelumnya wilayah Bandung  diguyur hujan sangat deras dan lama.

Yes, mataharinya hangat dan  setapak tanah pun menjadi empuk untuk dipijak. Saya tersenyum, alam tersenyum. Mari kita let’s go, temans.

Dari pintu masuk  tempat loket tiket berada,  kami hanya perlu 3, 5 KM hiking untuk mencapai ke curug ini. Jarak tempuhnya memang tidak lama tapi track ke sini cukup bervariasi, mulai  dari medan dimana kami bisa jingrak jingkrak sambil tertawa haha hihi  sampai medan serasa kita gagal menari balet di lantai licin (duh..)

Setelah trekking sekitar 1,5 jam dengan kontur trek adem adem dulu baru jatuh kemudian (ini  yang membuat geli), terdengar juga suara air terjun walau belum tampak terlihat. Serasa menjadi tamu kehormatan alam saat  air terjunnya nampak jelas terlihat sementara dari atas terdengar pekikan burung elang menyambut kami. Sepertinya ada elang sedang terbang di atas hulu air terjun.

“ Wah disambut Elang tuh kita,” guide kami berkomentar. Serta merta kami mendongak mencari sumber suara dan melihat tak hanya satu,tapi ada empat ekor elang berputar-putar di angkasa.

Perjalanan  hiking ke Curug Luhur di Cibodas ini bisa dibilang  trip kesekian bagi D’ hikers, walau dengan personil yang berbeda.  Dengan mengeluarkan kocek kurleb Rp. 200.000, sejak keluar pintu rumah. Tak apa-apalah.. demi hiking ke tempat  ‘less traveled’ sekitaran Bandung dengan para guide yang sabar dan berpengalaman, saya yakin  tidak ada yang  merasa sia-sia.

Siapa yang tidak akan senang menikmati indahnya alam curug sambil minum kopi, trek dengan pemandangan yang memanjakan mata dan ditemani empat burung elang yang terbang berputar-putar diatas kami saat melakukan perjalanan pulang. Lalu ditutup dengan nasi liwet nikmat yang dibuatkan oleh abah warung yang baik hati, membuat perut senang hati ceria.

Seakan belum cukup, pulangnya kami dibekali oleh-oleh panenan brokoli satu karung oleh penjaga Villa 😍😍😍 tempat kami memarkir mobil. Alhamdulillah diberi kesempatan bertemu orang-orang baik di tempat indah yang Tuhan berikan 😇😇

TB
24.11.18

Sekali Dayung, Dua Tiga Puncak Terlampaui

Mengawali langkah menyusuri jalanan setapak hutan sekunder Barubeureum yang berada di kaki Gn. Manglayang, matahari mulai merangkak naik menaungi kami yang kali ini berniat menguak jalur menuju puncak bayangan Manglayang tetapi melintasi Curug Antani .

Secara counturing jalur ini melingkar ke kiri jika kita berjalan dari arah pintu Barubeureum. Memasuki jalur awal kita disuguhi jalan setapak bercabang, lurus datar dan mengarah ke kiri menanjak. Karena kita bermaksud melintasi Curug Antani, maka kita memilih jalur kanan yang menanjak.

Nafas mulai memburu diiringi peluh yang mulai bercucuran disela perjalanan yang terbungkus hutan semak dan sekunder. “Keula euy urang motoan heula” (bentar saya ambil gambar dulu) keluh Erfan sambil membidikan kameranya kearah view yang terbentang di bawah. Sebuah trik yang lazim dilakukan jika fisik sudah mulai tidak bisa diajak kompromi dan minta untuk rehat sejenak. Sementara saya pun bersiasat menyibukkan diri memasang stringline (marka/tanda jalur).

Usai melintasi jalur yang menuju curug Antani, kami mengambil jalur yang lurus agak datar yang membuat kami agak bisa menghela nafas usai disuguhi jalanan menanjak. Kira-kira 50 meter kemudian kami menemukan jalur yang agak membelok ke kiri. Saya mulai curiga,,,”koq jalurnya sepertinya semakin menjauhi target puncak bayangan?” Walaupun pada akhirnya jalur itu membelok ke kiri dan lurus menanjak.

Kecurigaan saya semakin kuat ketika semakin lama vegetasi yang dilalui adalah hutan primer yang seharusnya jika menuju puncak bayangan kita hanya melalui hutan sekunder. Tapi rasa penasaran sudah merasuki, kami pun terus meniti jalan yang semakin menanjak yang saya pikir karakter jalur ini adalah jalur menuju puncak utama.

Dan dugaan saya terjawab setelah mendaki selama kurang lebih satu jam setengah, nampaklah bukaan yang dinaungi pepohonan yang memang ternyata merupakan puncak utama Manglayang. Ternyata memang jalur yang kita telusuri dengan melintasi curug Antani jika ingin menuju puncak bayangan harus melalui dulu puncak utama, dugaan saya diperkuat oleh keterangan pemburu babi hutan yang kami temui di puncak utama saat mereka sedang rehat.

Usai menyeduh sepeminiuman kopi yang kami masak, perjalanan pun dilanjutkan untuk kembali turun…”Fan, kita lewat puncak bayangan turunnya ok, biar kamu dapat dua tropi sekaligus hahaha” ujarku pada Erfan yang memang jarang melakukan pendakian. “ Anggap saja ini sekali dayung dua tiga pulau terlapaui fan” sambungku yang dijawab Erfan dengan senyum pahit bersimbah peluh,,,

Gunung Geulis : Apalah Arti Sebuah Destinasi,,,

Tidak ada yang istimewa sebenarnya dengan gunung ini, selain dengan lingkungannya yang gersang, apalagi saat ini kaki gunung itu seperti layaknya padang pasir yang tandus dan panas tergerus buldozzer dari sebuah proyek pembangunan perumahan.

Gunung Geulis  yang mempunyai ketinggian 1281 mdpl memang merupakan wilayah gersang, panas terpapar matahari,,,Pagi itu tepat pukul 08.00, saya bersama beberapa rekan yang tergabung dalam komunitas Sadaya Geulis Hiker (SGH) yang terdiri dari ibu-ibu tangguh, mulai meniti langkah menapaki area proyek berdebu dan gersang menuju kaki gn. Geulis, wilayah Jatiroke, Jatinangor Sumedang.

Kesejukan pagi kurang terasa di wilayah itu, hanya suhu panas dan tebaran debu terhembus angin yang bebas bertiup tanpa terhalang pepohonan yang kami rasakan.

 

Setelah sedikit melakukan peregangan, kami pun bergerak hingga tiba pada sebuah tegalan bertanah merah dan berdebu yang merupakan

 

pusat dari proyek perumahan  yang sedang digarap. Di mana-mana terlihat bedeng pekerja bangunan dan beberapa truck pengangkut pasir hingga bulldozer. Suasana layaknya pegunungan tidak kami rasakan yang justru di tempat yang dinamakan ‘Gunung’. Yang terasa justru kita seperti berada di area perindustrian,,,sungguh ironis.

 

Setelah melewati area lapang proyek, kami mulai memasuki ladang penduduk yang mengering dan berujung pada hutan semak dan sekunder. Di sini kami mulai sedikit merasakan kesejukan dan keriangan di antara anggota rombongan pun mulai tercipta. Hal ini terlihat dari raut wajah anggota rombongan yang memperlihatkan kesumringahnnya disertai gurauan-gurauannya.

Pada sebuah persimpangan saya memutuskan untuk istirahat sejenak sambil menunggu beberapa anggota rombongan yang masih tercecer di belakang. “Batur mah minggu pagi teh jalan-jalan ka mall bari ngopi, ieu mah kekebulan jeung kukurusukkan kieu” celoteh salah satu anggota rombongan yang kemudian disambut tawa yang lain. Celetukan-celetukan penuh canda mulai terdengar.

 

Usai istirahat, kami mulai menapaki jalan menanjak yang dikelilingi hutan bamboo yang daunnya mengering hingga berwarna keemasan.

Track yang kita lalui merupakan jalur counturing, memutar mengarah menuju puncak.

 

“Beban hidup tuh dah berat, koq ditambah berat gini” kembali celotehan terdengar saat dirasa jalur semakin menanjak dan kembali tawa pun terdengar hingar. Celotehan penuh canda memang merupakan

alat penghibur yang efektif disaat fisik sudah mulai terkuras sehingga kita bisa me

 

nikmati perjalanan tanpa merasa bosan atau lelah, atau setidaknya lelah kita teralihkan.

Setelah beberapa menit saya berjalan, yang kebetulan posisi saya di depan rombongan,,,tidak terlihat seorang pun ibu-ibu anggota rombongan saat menoleh ke belakang,,,

 

beberapa menit saya tunggu, anggota rombongan tidak kunjung terlihat, hingga saya memutuskan untuk berbalik arah menyusul mereka.

 

Dan tampak di antara sekelompok rerimbunan pohon mereka sedang duduk santai sambil mengeluarkan cemilan,,,”Bentar kang, buka arisan dulu,,” ujar Rully salah satu anggota rombongan,,,’oaaalllaaah dasar ibu-ibu’ gumam saya sambil nyengir,,,

Seperti umumnya karakter medan pegunungan, menjelang puncak kita disuguhi track yang lebih menanjak dan sedikit lebih terjal dari sebelumnya,,,’Ayo kamu bisa!! Kamu bisa!! ‘ teriak Cila menyemangati diri sendiri sambil mendokumentasikan lewat video ponselnya .

Sekitar pukul 10.00 WIB, akhirnya kami menjejakkan kaki di puncak Gn. Geulis. Setelah bersibuk ria berselfi di sana-sini khas ibu-ibu, kami pun membuka perbekalan,,,inilah kelebihan mendampingi ibu-ibu,,,logistic terjamin, perut pun tenang,,,dan kami pun menyantap perbekalan diselingi gurauan-gurauan penuh gelak tawa.

Bagi seorang hiker seringkali destinasi bukanlah hal utama yang membuat sebuah perjalanan bisa dinikmati, tapi yang lebih penting adalah kawan seperjalan yang bisa membuat nyaman adalah factor penting. Mungkin padang Sahara yang maha gersang sekali pun akan bisa dinikmati apabila teman seperjalanan kita comfortable, gurauan-gurauan penuh satire terbungkus gelak tawa akan menjadi obat pengalih rasa bosan dan lelah.

 

Matahari semakin terik saat kami tiba kembali di kaki gunung, di tegalan pusat proyek perumahan yang panas dan berdebu. Kami langsung disambut kejutan yang menggelikan, karena jalan penghubung antara desa terakhir dengan tegalan di kaki gunung yang tadi pagi kami lalui sudah hilang digerus bull dozer. Kami pun melipir jalan agak memutar menuju desa terakhir,,,hmm serasa cerita dongeng Alice in wonderland versi padang tandus,,,,