Menghindar Wisata Mainstream di Yogyakarta? Coba ke Candi Plaosan Lor

Candi Buddha Plaosan Lor, berada di Kabupaten Klaten. Ketika sampai, sekilas saya menyangak seperti candi Hindhu, tapi kemudian ketika dilihat-lihat lagi ternyata  memang ada beberapa stupa yang menandakan adanya pengaruh Buddha. Ini karena Plaosan Lor dibangun oleh Ratu Sri Kahulunan, putri Raja Samarattungga yang memeluk agama Buddha dan kemudian menikah dengan Rakai Pikatan yang memeluk agama Hindu.

Saat ini candi Plaosan masih melakukan restorasi, malah di beberapa spot sedang dilakukan eskavasi oleh adik -adik mahasiswa jurusan Arkeologi dari UGM. Sepertinya ini bakalan menjadi komplek candi yang luas dan cantik. Banyak pemburu foto berkunjung ke sini menunggu momen yang tepat agar mendapatkan view yang instragamable.

Bila beruntung, teman-teman akan mendapatkan momen terindah saat matahari terbenam, dimana kemegahan candi berbaur dengan warna sunset

Masuk ke sini tiketnya masih murah, 10rb untuk dewasa, anak-anak 5rb.

Untuk mencapai ke sini juga sangatlah mudah. Bila teman-teman melakukan backpackingan, bisa menggunakan moda tranportasi bis ‘Trans Jogja’ tujuan Halte Prambanan. Jangan khawatir tersesat, dari halte manapun teman-teman memulai perjalanan, petugas Trans Jogja akan menuntun teman-teman sampai halte yang dituju. Tiketnya murah hanya Rp. 3.500,- saja, dan ini merupakan tilet terusan.

Dari halte Prambanan menuju Plaosan Lor,  bisa disambung dengan taksi online atau bentor. Bila naik bentor cukup merogoh Rp. 25.000,- sekali jalan… atau PP Rp. 50.000,-.

Selamat mencoba 🤗

Penulis : Tanti Brahmawati

Serba Singkong di Kampung Adat Cireundeu

Kampung Adat Cireundeu memiliki luas 64 ha terdiri dari 60 ha untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman. Sebagian besar penduduknya memeluk dan memegang teguh kepercayaan  Sunda Wiwitan. Cireundeu berasal dari nama “pohon reundeu”, karena sebelumnya di kampung ini banyak sekali populasi pohon reundeu.

Begitu sampai di gerbang masuk Kampung Adat Cireundeu, kita  akan disambut oleh monumen Meriam Sapu Jagat. Melewati Monumen Sapu Jagat lalu kita masuk Gerbang Kampung Adat Cireundeu, setelah 20 meter memasuki kawasan kampung Adat Cireundeu barulah sampai di Saung Baraya  dan Bale Saresehan.

Kampung Adat Cireundeu memiliki luas 64 ha terdiri dari 60 ha untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman. Sebagian besar penduduknya memeluk dan memegang teguh kepercayaan  Sunda Wiwitan. Cireundeu berasal dari nama “pohon reundeu”, karena sebelumnya di kampung ini banyak sekali populasi pohon reundeu.

Hingga kini, masyarakat adat mengonsum­si singkong yang disebut dengan rasi sebagai makanan pokok secara turun temurun. Diawali pada tahun 1918 ketika sawah-sawah yang mengering, kemu­dian para leluhur berwasiat untuk menanamkan singkong sebagai pengganti padi. Setelah beberapa tahun mencoba maka sejak 1924 masyarakat adat Cireundeu berketetapan mulai mengon­sumsi singkong hingga saat ini.

Hal ini bukan berarti masyarakat adat mengharamkan beras dari padi, namun melestarikan dan mengikuti pesan sesepuh. Rasa kenyang dari konsumsi singkong lebih lama dibandingkan dengan padi. Sehingga masyarakat adat cukup makan dua kali sehari.

Masyarakat adat mengolah singkong dengan cara digiling, diendapkan dan disaring men­jadi aci atau sagu. Ampas dari olahan sagu yang dikeringkan juga dibuat men­jadi rasi atau beras singkong. Tidak hanya itu, singkongpun diolah menjadi berbagai camilan seperti seroja, opak, egg roll, cireng, simping, bolu, bahkan dendeng kulit singkong.

Walau terkesan terisolir namun sebetulnya menuju kesini cukup mudah, bila memakai kereta api komuter Bandung Raya atau Cibatuan maka tinggal turun di stasiun Cimahi. Darisana tinggal pesan taxi online. Mudah bukan? Jangan lupa pulangnya membeli oleh-oleh cemilan serba singkong khas Cireundeu yang citarasanya ngangenin.

@districtonebdg

 

Sukabumi ke Cipatat Cuma Goceng

Perpanjangan relasi ini memungkinkan destinasi-destinasi eksotis di Cianjur dan Sukabumi menjadi terjangkau oleh Railway Adventure dari Bandung. Memang masih ada yang mengganjal,  yaitu dari stasiun Cipatat belum ada relasi ke stasiun Padalarang sehingga penumpang harus memakai angkot. 

Sebuah angin segar berhembus dari PT KAI ditengah berbagai pembatasan mobilitas masyarakat akibat pandemi. Mulai tanggal 21 September 2020 PT Kereta Api Indonesia (Persero) memperpanjang relasi KA Siliwangi dari yang sebelumnya Sukabumi – Ciranjang pp menjadi Sukabumi – Cipatat pp. Jadwal keberangkatan dari Stasiun Cipatat menuju Stasiun Ciranjang tersedia pada 08.45, 14.45, dan 20.45. Setiap perjalanan KA Siliwangi membawa 6 kereta ekonomi dengan kapasitas 106 tempat duduk per kereta.

PT KAI membatasi tiket yang dijual hanya 70% dari kapasitas tempat duduk yang tersedia. Pelanggan diharuskan dalam kondisi sehat (tidak menderita flu, pilek, batuk, demam), suhu badan tidak lebih dari 37,3 derajat celsius, wajib menggunakan masker, dan diimbau menggunakan pakaian lengan panjang atau jaket.

Sempat digratiskan saat ujicoba,  kini harga tiket Sukabumi – Cipatat sebesar Rp 5000,- . Sebuah tarif yang masih sangat terjangkau oleh masyarakat penggunanya.

Perpanjangan relasi ini memungkinkan destinasi-destinasi eksotis di Cianjur dan Sukabumi seperti curug Cikondang,  Gunung Padang dan Situ Gunung menjadi terjangkau oleh Railway Adventure dari Bandung. Memang masih ada yang mengganjal,  yaitu dari stasiun Cipatat belum ada relasi ke stasiun Padalarang sehingga penumpang harus memakai angkot. @districtonebdg

Jembatan Surapatin yang Bisa Bikin Galau

Jalan-jalan kali ini kami mencoba menjajal heritage di daerah Cimahi dan waduk Saguling di Batujajar, dimana jembatan apung Surapatin berada. Jembatan apung ini menghubungkan desa Giri Mukti dan Desa Panauban. Dibuat berdasarkan inisiatif warga dan didanai dari swasembada masyarakat.

Melihat jembatan ini seperti melihat sebuah ketulusan antara warga dan alam sekitarnya. Sederhana tapi bermanfaat banyak untuk lalu lintas warga di kedua desa tersebut. Tidak berteknologi tinggi, lebih terlihat bersahaja dan eco-friendly. Sebelumnya kami sempat survey kesini tapi dari arah stasiun Padalarang, lucu juga waktu survey itu.

Ceritanya bang Marpaung driver grab yang kita tumpangi belum hafal tempat yang  dituju maka ia pun mengandalkan waze.
“Sudah lebih dari 30 tahun saya di Padalarang tapi belum pernah kesini… ” gumamnya. Alhasil kita dibawa jauh sampai ke tempat penggalian pasir, ke kampung-kampung dimana jalannya sempit dan bingung arah. Sempet masygul sepanjang jalan dengan logat Bataknya yang kental.

“Waduuuuh, tau gini gak saya ambil, dari tahun 86 saya tinggal di sini, belum pernah saya mengenal tempat ini. Sepanjang saya jadi sopir grab, baru kali ini ada penumpang minta rute ini” desah bang Marpaung.
Kami senyum-senyum, dibiarkan saja ia mengeluarkan unek2nya.

“Ini penggalian pasir, gimana ini, mau balik aja lagi?” Beliau mulai putus asa. Tapi ya namanya juga survey, pantang pulang dengan tangan kosong.

Nah, bagi yang tertarik menuju jembatan apung Surapatin di Batujajar dengan transportasi umum, bisa naik kereta api ke Cimahi atau Padalarang lalu lanjut grab. Saran kami lebih baik ke Cimahi, bisa explore heritage sekitar stasiun keretanya.
Nikmati suasana heritage dan jajanan disekitar stasiun. Perjalanan ke Bandung bisa dilanjutkan dengan kereta komuter yang berangkat sejam sekali bertiket Rp 5000 saja. (2020)

 

Penulis : Tanti Brahmawati

Runyamnya Pembelian Tiket Kereta Lokal di Stasiun Nagreg

Ada yang berbeda ketika kami dari d1va tour mengantar peserta Railway Adventure ke daerah Nagreg pada tanggal 6 Januari 2021 lalu. Niat kami memang menuju Bukit Kendan untuk hiking ringan dan mencari spot menarik dengan perjalanan kereta api lokal. Tapi tulisan ini bukan ingin membahas petualangan hiking kami di Bukit Kendan yang memiliki potensi untuk menjadi kawasan wisata itu, tapi lebih pada memberikan opini tentang pembelian tiket online di stasiun Nagreg berdasarkan pengalaman yang kami lihat.

Pagi hari kami sudah berkumpul di Stasiun Kiaracondong. Setelah membeli tiket Go Show jurusan Kiaracondong – Cibatu seharga Rp.7000,- per org, kami pun boarding memasuki gerbong. Sejam kemudian kami tiba di stasiun kecil Nagreg yang terletak di paling ujung Timur kabupaten Bandung. Ketika keluar dari stasiun, di pintu masuk stasiun terpampang pengumuman bahwa terhitung tanggal 1 Januari 2021, stasiun Nagreg tidak menjual tiket Go Show melainkan harus membeli online. Keadaan ini mengakibatkan kami berhenti sejenak untuk mengurus pembelian tiket pulang secara online. Bersyukur beberapa dari kami memiliki aplikasi KAI Access walau harus mengisi dompet ‘Link Aja’ untuk pembayarannya, yang tentu saja menciptakan keribetan tersendiri, tapi kami berusaha mengikuti prosedur untuk melalui semuanya.

Setelah beberapa jam ‘kenyang’ bermain di Bukit kendan, kami pun kembali ke stasiun Nagreg untuk pulang ke Bandung kembali. Kami menunggu beberapa menit di ruang tunggu stasiun, menghabiskan waktu mengamati keadaan sekitar. Ada beberapa generasi milenial lengkap dengan gadget di tangan datang, siap men-scan barcode ke mesin yang tersedia tanpa petugas tersebut. Kemudian ada satpam yang sepertinya tugasnya multifungsi, selain menjaga stasiun, juga mengingatkan penumpang untuk men-scan barcode yang tertera di tiket online ke mesin yang disediakan.

Kemudian datang seorang ibu bersama beberapa warga lokal lainnya hendak membeli tiket menuju Rancaekek. Beliau hanya bisa mengelus dada ketika tahu bahwa pos tiket tutup dan baru tahu bahwa pembelian tiket hanya bisa dilayani secara online. Setelah itu beberapa warga lokal lain memasuki tempat tunggu dan hanya bisa menatap pos tiket yang tutup sambil bertanya.

“Tiketna tos seep atanapi petugasna teu aya, atanapi teu acan muka?” ( “tiketnya sudah habis atau petugasnya yang gak ada atau pos tiketnya yang belum buka?”)

Dijawab security ”Kedah meser online ” (“harus beli online”).

Kemudian ia hanya tertegun. Saya tidak tahu apa yang ada di benaknya. Terus terang, melihat hal ini hati saya terusik. Di stasiun besar Kiaracondong bisa, mengapa di stasiun kecil Nagreg tidak bisa?

Bayangkan, kami di sini yang memakai gadget android saja tak semuanya memiliki aplikasi KAI Access, apalagi warga desa yang mungkin entah memiliki gadget atau tidak. Kalaupun iya memiliki gadget, mereka dipaksa mengerti bahwa pembelian tiket online melalui KAI Acces hanya bisa dibayar dengan dompet virtual sekelas LINK AJA. Lalu mereka dipaksa paham bahwa untuk mengisi dompet LINK AJA secara cepat mereka tentunya harus memilki aplikasi Mobil Banking terlebih dahulu. Lalu mereka harus paham bahwa untuk menggunakan mobile banking mereka harus mengisi dulu saldo rekening bank mereka. Pernahkah terbersit pertanyaan, berapa uang yang ada di dompet warga desa yang bersahaja untuk kebutuhan sehari-hari apalagi harus mengisikan uang ke rekening di bank.

Saya merenung, untuk pembelian tiket seharga 8000 perak ini, warga setidaknya harus mendownload tiga aplikasi sekaligus yaitu KAI Access, LINK AJA, dan Mobile Banking setelah sebelumnya buka rekening bank BUMN. Melek teknologi boleh, tapi apakah bijak diaplikasikan di sini? Disinilah pentingnya menjalankan kebijakan teknologi untuk masyarakat luas tetapi hati nurani tetap harus dikedepankan. Ya, teknologi yang memiliki hati nurani.

Saya tidak mengerti apa yang menjadi dasar kebijakan ini diambil. Investasi? Monopoli? Semoga apa yang ada di pikiran saya tidak benar. Lebih baik PT KAI mempertanyakan kembali fungsi dan peran angkutan transportasi KA untuk masyarakat. Bukankan ingin memasyarakatkan angkutan umum kereta api dan kemudian masyarakat merasakan manfaat fasilitas yang disediakan, bukan justru menjadi rumit dengan prosedur berbelit yang kurang bijak.

Saya menjadi teringat ketika mengunjungi Thailand 2 tahun lalu. Saya melihat masyarakat di sana masih bisa menggunakan telepon koin yang tersebar di stasiun KA besar sekelas Hua Lamphong Bangkok, dimana teknologi lama masih berfungsi dengan baik.
Lalu kenapa pemerintah seperti ingin cepat-cepat melompat terlalu jauh sementara disisi lain masyarakat kecil malah merasa ditinggalkan?

 

Bandung, 9 Januari 2021
Tanti Brahmawati
(d1va tour, adventure for woman)

 

Menimbang Railway Adventure Sebagai Lokomotif Wisata

Railway Adventure awalnya adalah sebuah konsep sederhana yaitu perjalanan menjelajah alam sekitaran Bandung dengan menggunakan Kereta Api lokal sebagai alat transportasi agar masyarakat lebih bervariatif dalam berwisata mengingat kebanyakan masih ‘roadtrip minded’. Berawal dengan menerapkan konsep berkereta api ini menuju Gua Pawon, Stone Garden dan Gunung Hawu di daerah Padalarang, lalu berkembang ke wilayah Purwakarta menuju Gunung Cupu dan melebar kemudian ke arah Cicalengka menuju Curug Cinulang dan Kareumbi.
Sejak D1VA menerapkan konsep ini, banyak masyarakat umum mulai tertarik mengikuti trip model ini. Terbukti dari permintaan mengunjungi  Cisomang Railway Bridge yang meningkat, sayang jadwal KA Lokal yang berubah menjadi kendala tersendiri. Sepertinya KA Lokal masih dipandang sebelah mata sehingga harus mengalah terhadap trayek KA antar kota luar propinsi. Padahal bila jadwal KA Lokal ini diposisikan strategis, dampak terhadap iklim pariwisata akan membawa angin segar dengan warna berbeda.
Mengapa trip Railway Adventure ini efektif diaplikasikan? Begini,  dengan jadwal yang terukur tentu jadwal berwisata akan lebih pasti dan terbebas dari belenggu resiko macet dibanding dengan berkendaraan mobil. Alasannya sungguh jelas, waktu sampai lebih cepat, selain faktor ekonomis dari sisi harga tiket yang murah meriah.

Mengapa RA ini juga sangat cocok untuk kaum masyarakat urban? Dengan mengenal dan berhenti di stasiun-stasiun kecil yang selama ini hanya terlewati ketika kita ke Jakarta atau Jogjakarta akan menjadi pengalaman tersendiri. Seperti ada perasaan campur aduk ketika turun di stasiun kecil dan lalu melihat sekeliling dengan ambience yang berbeda, mencoba  berkomunikasi dengan masyarakat lokal dengan karakter yang khas di setiap wilayah. Ini tentu akan memberikan pengalaman dengan warna tersendiri bagi masyarakat kota.

Saya sempat kaget setelah berbincang dengan warga lokal saat menunggu keberangkatan kereta api di Cikadongdong,  salah satu stasiun kecil di Purwakarta,  tiba-tiba dihadiahi tanaman cingcau untuk dibawa pulang. Pernah saat di KA tiba-tiba ada seorang kakek yang mengajak mengobrol  yang ujung-ujungnya meramal masa depan kita. Jangan kaget bila teman-teman saat di dalam gerbong,  mendengar sekelompok orang melakukan paduan suara atau melihat sekelompok remaja putri melakukan pengajian. Itulah warna kehidupan masyarkat kita, tidak perlu ‘judging’ menilai itu hal buruk, cukup memahami dan beradaptasi dengan keadaan, bukankah posisi kita hanyalah visitor?
Keluar sejenak dari kotak rutinitas kehidupan urban dengan melakukan railway adventure akan membawa kita  melihat ‘the other side of peoples life in certain area’.

Siapa  yang menyangka kita pernah menginjakkan kaki di stasiun kecil Cikadongdong  lalu merasakan adrenalin berjalan kaki di jembatan kereta api  Cisomang yang konon merupakan jembatan kereta api aktif tertinggi di Indonesia, atau melakukan hal yang simple sekedar makan sate Maranggi  di stasiun Plered, hiking ke Gunung Cupu, atau membeli street food yang beraneka ragam di stasiun Cicalengka ketika akan berkunjung ke Taman Buru Masigit Kareumbi atau Curug Cinulang.

Railway Adventure paling baru dilakukan D1VA tgl 22 Agustus lalu dengan mengunjungi  kawasan Kawah Talaga Bodas di Wanaraja,  Garut.  Trip ini memadukan moda transportasi kereta api dan ‘feeder car’ menuju titik lokasi wisata. Sayangnya, KA jurusan Kiaracondong-Cibatu yang memulai keberangkatannya pukul 7.35 pagi tidak dilengkapi dengan jadwal dari Cibatu yang memadai, sehingga kami tetap harus melakukan roadtrip pulang menuju Bandung. Andai saja PT KAI mengimbangi dengan menambah trayek  KA Lokal  lebih banyak lagi dengan jadwal yang bervariatif,  tampaknya akan membuka peluang-peluang memajukan pariwisata di kawasan Priangan dan sekitarnya.  Mungkin juga ini berlaku untuk kawasan lain di Indonesia yang sudah memiliki jalur KA, dimana moda transportasi dengan konsep KA lokal yang berhenti di stasiun-stasiun kecil akan memberikan peluang pengembangan kawasan wisata di wilayah kecilnya tersebut. Bila trip-trip ini berkembang, saya yakin industri pariwisata di Indonesia akan berkembang dengan nuansa yang makin kaya. Dan sedikit demi sedikit masyarakat kita akan mengubah perspektifnya dari ‘roadtrip minded’ menjadi ‘railway minded ‘. Semoga ke depannya, setelah stasiun Garut selanjutnya stasiun Cikajang rampung akan membuka celah-celah lain dengan memberikan trayek yang lebih beragam dengan frekuensi yang lebih banyak sehingga supporti ke pengembangan wisata di wilayah-wilayah  lebih terpencil.

Bandung, 23.08.2020
Penulis
Tanti Brahmawati
D1VA Organizer

Yuk Backpackingan Murah ke Baduy

Rencana backpacking ke Baduy  berawal dari ketidaksengajaan.  Mulanya  Saya dan Kiky akan bergabung dengan rombongan lain yang melakukan roadtrip dengan mobil  dari Bandung menuju  Baduy, ternyata mobil yang akan membawa rombongan tersebut sudah fullbooked,  sehingga kami berdua, yang daftar belakangan, harus mencari moda transportasi lain. Dipilihlah kereta api dan elf sebagai pilihan. Selain lebih irit, wawasan kita mengenal  nama-nama tempat  juga menjadi bertambah. Konon  katanya , menghafal nama tempat merupakan salah satu obat untuk mengantisipasi kepikunan. Di luar apakah  hal itu benar atau tidak, saya ambil sisi positifnya saja.

Perjalanan berawal dari stasiun Kota Bandung  dengan KA  Argo Parahyangan pukul  22.30 pada  Jumat malam, tiba di Gambir sekitar pukul 2 dinihari Sabtu. Kami berisitirahat sejenak di Mushola sekitaran Gambir sambil menunggu Adzan Shubuh. Setelah beres shalat  Shubuh , sekitar pukul 5 kami memesan Go Car untuk mengantarkan kami ke Stasiun Tanah Abang. Dari Stasiun Tanah Abang langsung memesan tiket Commuter Line tujuan akhir Rangkasbitung.  Sengaja kami memesan jadwal terpagi sekitar pukul 06.00 agar kami cepat sampai di tujuan. Commuter menuju Rangkas sangat nyaman, nyaris sepanjang perjalanan saya habiskan dengan tidur, maklum persiapan tenaga sebelum ngetrek ke Baduy Dalam.

Tak terasa kereta ke Commuter yang kami tumpangi sudah sampai tujuan. Waktu menunjukkan pukul 09.00. Kami keluar stasiun mencari angkutan umum tujuan terminal Aweh, dimana Elf yang membawa kita ke Ciboleger  bisa kita temui. Sopir angkot tampak paham kita akan ke Baduy, ia menurunkan kami tidak di dalam terminalnya, tapi di seberangnya, di  depan warung-warung yang berjajar. “Neng mau ke Baduy, di sini tunggu Elfnya ya.”  Kami hanya mengangguk setuju.

 

Ketika turun dari angkot dan menyimpan ransel kami di depan warung tiba-tiba seoramg pemuda menghampiri, ”Mba mau ke Baduy? Saya dari pukul 6 pagi di sini nunggu elf belum datang juga, ternyata elf pertama ada pukul  5, telat saya.”  Belum juga saya menjawab, dari arah kiri ada Elf berhenti, bapak kenek berteriak “Ciboleger, Ciboleger” Pemuda itu pun tertawa. “hahaha…. Mba beruntung lho, belum satu menit duduk di sini, elfnya datang.”  Kami pun tertawa bersama bahagia sambil memasukkan ransel-ransel kami ke dalam Elf. Sekitar pukul  10.00 perjalanan dengan elf dimulai. Jangan tanya bagaimana rasanya berkendara dengan elf yang secepat angin.  Daripada ketakutan mending benamkan kepala ke ransel untuk tidur. hehehe  

Tiba di Ciboleger pukul  1 siang, kami bertemu dengan rombongan roadtrip yang sudah tiba 1 jam  lebih dulu. Setelah beres sholat dan makan siang, kita mulai menjelajah trekking ke Baduy Luar, beistirahat di Gajeboh sekitar 30 menit, kemudian dilanjutkan ke Baduy Dalam (lihat tulisan Hangatnya Berdiang di Baduy Dalam).

Malam minggu kami habiskan menginap di Baduy Dalam, pagi hari berjalan kaki kembali ke Baduy luar, lalu lanjut ke Ciboleger dan berlanjut  terus menuju Bandung.

 

Berikut Resume Biaya Transportasi Backpackingan PP per orang  (Diluar makan dan pengeluaran Pribadi)

Tiket KA Argo Parahyangan Ekonomi PP Rp.       150.000,-
Go Car Gambir –Tanah Abang PP Rp.        46.000,-
Commuter Tanah Abang- Rangkasbitung PP Rp.        16.000,-
Angkutan Kota Stasiun Rangkas – Terminal aweh PP Rp.        10.000,-
Elf Terminal  Aweh – Cibolger PP Rp.        50.000,-
TOTAL Rp.      272.000,-

 

Bila teman teman lebih memilih  roadtrip dengan mobil secara rombongan, mungkin biayanya bisa lebih murah tergantung banyaknya peserta yang ikut.  

Biaya Guiding di pedalaman Baduy bisa memilih. Banyak agen-agen yang menyediakan jasa all in package Baduy Tour,  ini akan meudahkan teman- teman. Ada pula yang memilih sendiri di tempat/ conditional, ini akan lebih menantang tentunya.

Sebagai gambaran Biaya guiding dan homestay  trekking ke Baduy (in range)

Guide Per Group ( 10 – 20 org) Rp . 100.000,- –  Rp. 200.000,-
Porter Per Porter (tergantung kebutuhan) Rp.    30.000,- –  Rp.   50.000,-
Homestay Per Rumah ( 20 org) Rp.  200.000,- –  Rp. 250.000,-

 

Untuk makan lebih baik kita membawa bekal dan bahan makanan untuk  dimasak bersama sama di dalam kampung. Lebih berkah karena bisa berbagi dengan masyarakat sana.

Semoga tulisan ini memberikan informasi yang teman-teman butuhkan. Wassalam

 

Penulis,

Tanti Brahmawati

Hiking for Theraphy and Detox  Believer

Mungkinkah Jakarta-Bandung Hanya Rp.14.000,- ?

Bagi anda yang ingin bepergian dari Jakarta – Bandung dengan harga murah meriah,  coba menggunakan KA Lokal Purwakarta disambung dengan KA Lokal Cibatu. Jika dihitung-hitung, tiket KA Lokal Purwakarta seharga Rp 6.000 disambung dengan KA Lokal Cibatu Rp 8.000, hanya Rp 14.000 tiket sekali jalan anda sudah bisa sampai Bandung.

KA Lokal Cibatu atau biasa dijuluki KA Si Mandra ini memang menjadi primadona warga atau siapapun yang ingin bepergian murah Jakarta Bandung. Bisa dikatakan bahwa Tiket Kereta Api Termurah Jakarta-Bandung yang dengan KA ini. Soal fasilitas juga tidak mengecewakan anda sebagai penumpang, gerbong AC, tertib dan aman dalam perjalanan. Dan yang terpenting tidak terkena macet dalam perjalanan -walau bisa lebih lama.

Seperti dilansir web http://www.train.web.id jadwal keberangkatan KA Lokal Purwakarta dari Tanjung Priok  adalah 09.55/11.05/16.15 dan sampai di Purwakarta 12.33/13.45/19.06 . Sementara KA Lokal Cibatu berangkat dari stasiun Purwakarta pk 15.45 dan sampai di stasiun Bandung 18.11/Kiaracondong 18.34 .

Jadi memungkinkan untuk berangkat dari Jakarta ke Purwakarta keberangkatan 09.55/11.05 dan disambung dengan KA Lokal Cibatu pk. 15.45 , maka sampai di Bandung 18.11. Perjalanan 5-6 jam ini tentu dijamin bebas macet dan leluasa bergerak dibanding terkunci seatbelt di mobil. Barangkali anda ingat kala perjalanan Jakarta-Bandung via tol saja ditempuh sampai 12 jam saat macet luarbiasa masa Lebaran atau jembatan Cisomang diperbaiki.

Sayangnya, untuk pergi dari Bandung ke Jakarta jadwal KA Lokal Cibatu (tiba di Purwakarta 14.53) ini tidak match untuk disambung dengan KA Lokal Purwakarta (berangkat paling sore 14.25). Semoga kelak ada jadwal yang lebih pas untuk mengejar keberangkatan Bandung-Jakarta hanya dengan Rp. 14.000,- juga. @districtonebdg

Sumber : http://www.train.web.id

Berjalan-jalan di Angkasa di Sky Bridge Langkawi

Boleh dikata trip ke Langkawi ini terjadi by accident, karena sebelumnya tak terbersit samasekali. Ceritanya agak panjang namun intinya karena ngelantur kala beli tiket. Seharusnya tak beli tiket ke Kuala Lumpur, eh .. baru sadar setelah beberapa hari kemudian waktu ngecek email. Lha kok booking flight ke KL… trus mau ngapain di kota metropolitan ini? Terus terang kota metropolitan bukan tempat paling favorit bagi saya. I’d rather woke up in the middle of nowhere than any cities in the world..agak bombastis hehehe.. Akhirnya browsinglah destinasi sekitar semenanjung Malaya yang cukup ikonik dan seperti diduga muncul nama Langkawi di negara Kedah. Baru dengar kala itu namanya juga. Kebetulan tiket flight pp KL-Langkawi sedang diobral hanya sektar 80 RM. Penerbangan ini akan memakan waktu sejam.

Pulau Langkawi di sebelah utara Malaysia ini langsung menarik perhatian karena Skybridge nya yang menghubungkan dua puncakan gunung Machincang. Bila dipandang dari dari jauh, skybridge yang menghubungkan dua puncak gunung  ini  mirip menara kembar Petronas yang dihubungkan skybridge juga. Atau mungkin itu hanya imajinasi saya saja.

Menuju skybridge ini, kita akan menaiki cable car hingga zona puncak, lalu dari situ bisa jalan-jalan di skybridge berupa pedestrian sepanjang 136 meter di puncak gunung. Bagi yang ingin selfie di puncak gunung namun ogah berkeringat, disinilah tempat yang tepat. Tapi jangan berharap disini tempatnya sepi seperti puncak gunung.

Lokasi skybridge dan cable car ini berada di wilayah Machincang Cambrian Geoforest Park tepatnya di sebuah resort bernama Oriental village yang merupakan tempat wisata terpadu dengan beragam atraksinya. Tiket combo paling basic disini seharga 55 RM mencakup paket atraksi cable car, musium art 3D, bioskop Skyrex 3D dan planetarium Sky Dome 3 D. Buset 3D semua dah.. sementara untuk jalan-jalan di skybridge diatas gunung itu kita mesti merogoh kocek lagi sebesar 15 RM. Bagi yang mau menginap di Oriental Village Geopark Hotel, kamar nya bisa dipesan di web booking hotel mulai 80RM semalam.

Bagi yang berniat mengeksplorasi wilayah Machincang Cambrian Geoforest Park, menginap disini pilihan yang baik karena terdapat beberapa spot untuk aktifitas outdoor seperti sungai, air terjun, zip lining dan trek untuk naik gunung. Saya pun tadinya berniat menjajal Machincang trail hingga ke puncak, namun karena kesiangan bangun akhirnya hanya sempat hiking hingga sungai dan air terjun saja. Kesinipun sudah cukup menguras keringat.

Lokasi wisata lainnya di pulau Langkawi terletak cukup tersebar, namun yang populer adalah pantai Cenang dan wilayah geopark lainnya yaitu Killian Karst dan pulau Dayang Bunting. Pada malam kedua kami pindah menginap ke pantai Cenang dengan harapan dapat mengeksplorasi suasana pantai yang tentunya berbeda dengan atmosfer pegunungan Machincang. @districtonebdg

Kecantikan Bunga Sakura di Gunung Yoshino, Nara

Gunung Yoshino (吉野山, Yoshinoyama), adalah gunung di kota Yoshino, Distrik Yoshino, Prefektur Nara, Jepang. Sejak dahulu terkenal sebagai situs Sakura terbaik di Jepang. Bahkan ada yang bilang, pohon Sakura pertama ditempat ini, ditanam lebih dari 1300 tahun yang lalu. Gunung Yoshino terdaftar sebagai warisan dunia UNESCO. Kita dapat mengunjungi berbagai bangunan warisan dunia termasuk Kuil Yoshino Mikumari, Kuil Kinpu, Kuil Kinpusenji dan Kuil Yoshimizu.

Sakura di Gunung Yoshino mencakup jalan sepanjang 8 km dari ujung Utara hingga selatan pegunungan Omine Renzan. Gunung Yoshino memiliki Pohon Sakura sekitar 30.000 pohon, dengan berbagai varietas, termasuk juga varietas Yamazakura.

Gunung Yoshino dibagi menjadi 4 daerah berdasarkan ketinggiannya, yaitu Shimo Senbon (rendah), Naka Senbon (tengah), Kami Senbon (atas), dan Oku Senbon (dalam). Masing-masing daerah ini dipenuhi dengan pohon Sakura, sehingga sering terdengar ungkapan “Hitome-senbon” (Kecantikan seribu pohon sakura dalam sekilas pandang). Sejak zaman dulu, banyak orang telah berkunjung ke sini.

Setiap tahun dari awal April hingga akhir April, bunga-bunga Sakura secara bertahap mulai mekar dimulai dari Shimo Senbon hingga seluruh gunung diselimuti merah muda bunga Sakura. Disarankan untuk berkunjung pada malam hari karena pepohonan Sakura di sini telah diterangi dengan lampu-lampu yang menyala.

Waktu terbaik untuk berkunjung kesana adalah sesuai dengan musim mekar bunga Sakura di Gunung Yoshino (26 Maret – 8 Mei), ada bus yang akan melayani perjalanan dari Stasiun Yoshino hingga Naka Senbon dekat dengan Kuil Chikurin-in (2-4 kali/jam, 360 Yen sekali jalan). Dari Naka Senbon kamu bisa melanjutkan perjalanan hingga ke Oku Senbon menggunakan bus mini selama 15 menit perjalanan (1-2 bus/jam, 400 Yen sekali jalan)

Selain menyaksikan kecantikan bunga Sakura, di sini kita juga bisa menikmati indahnya bunga Hortensia yang bermekaran saat musim panas, eloknya perubahan warna dedaunan saat musim gugur, serta lapisan salju putih bersih saat musim dingin dan jatuhnya dedaunan pohon Sakura yang menjadi daya tarik populer. (Arief Hidayat)