Tower Tangkuban Parahu yang Bersejarah

13442307_1611133419178257_7169278876319821544_n

Suhu sekitar 15 derajat kala tiba di tower Tangkuban Parahu  yang pertama. Angin menderu dan kabut putih yang pekat menghalangi pemandangan. Kala turun dari mobil langsung terasa dingin menyelinap dari celah-celah  baju. Waktu sudah hampir setengah enam sore, artinya tak lama lagi akan berkumandang adzan maghrib, saatnya berbuka puasa. Perjalanan kali ini memang dalam rangka ngabuburit sembari survey ringan.

Karena sedang menggandrungi kawasan Sukawana, kali ini kami menuju tower Tangkuban Parahu yang terletak di puncak gunung. Dulu sekali, rute ini adalah jalur klasik yang kerap dilewati dari arah Situ Lembang atau Jayagiri. Namun  itu sudah terlalu lama berlalu, tak ada bayangan samasekali jalannya ke arah sana sekarang. Ini kesempatan baik untuk refresh jalur yang bersejarah ini.

Tiba di warung terakhir sekitar pukul empat sore, kami ngobrol dulu di warung menanyakan arah ke tower. Kebetulan ada kenalan baru di warung, Nicholas, yang bersedia mengantar. Meloncatlah ia ke dalam mobil Landrover, bersama-sama menuju tower.

“Sekitar satu jam dari sini,” ujarnya yakin.

Jalanan koral berlenggak-lenggok sepanjang perkebunan teh, sesekali kami berhenti mengabadikan view kearah Bandung yang tampak luarbiasa darisini. Lambat laun perkebunan teh hilang terlewati, berganti menjadi perbatasan hutan. Sebuah pohon tumbang hampir saja menutupi jalan bila tak tertahan oleh pohon lain diseberang jalan.

“Biarpun dari pohon tumbang, penduduk ga boleh mengambil kayunya,” ujar Nicholas. Ia hapal sekali daerah sini. Kami bertemu di warung yang sama kala sedang hiking ke curug beberapa waktu lalu.

Terkadang landrover yang dikemudikan Gatot melaju pelan sekali penuh kehati-hatian, karena jalan koral sudah benar-benar rusak kala memasuki perbatasan hutan. Hanya kendaraan off road tampaknya yang bisa masuk kesini. Alhasil perkiraan waktunya agak meleset, kami tiba pukul setengah enam.

13445385_1611133345844931_6748037448415255012_nIMG-20160617-WA014

Cuaca yang buruk di tower dan khawatir dengan situasi jalan di waktu malam, kami tak lama-lama di tower.  Cukup tahu akses jalannya dulu kesini, selanjutnya tim hiking akan menyambangi kembali tempat ini dengan perjalanan kaki.  Kapan?

“Kalau bisa sebelum bulan puasa berakhir,” ujar Bar datar. Bais dan Gatot berpandangan. Boa edan.. hiking bulan puasa, pikir keduanya.

Perlahan-lahan jip bertenaga badak keluaran tahun 1961 ini bergerak turun, menuju hutan yang temaram tertutup kabut. Kembali ke warung di Sukawana dengan bayangan semangkok indomie rebus dengan telor yang menggoda. @districtonebdg

 

 

Perkebunan Teh Sukawana, Hanya Sepelemparan Batu dari Kota Bandung

Desa Sukawana menjadi kawasan perkebunan teh paling dekat yang bisa dicapai dari kota Bandung, sekitar 20 kilometeran dari pusat kota. Meski arealnya tidak seluas di Bandung Selatan, suasana perkebunan tehnya tak kalah indah dibandingkan Pangalengan dan Ciwidey. Suasana perkebunan teh sangat asri, apalagi semakin mendekati perbatasan hutan. Kabut dan gerimis senantiasa datang dan pergi. Gunung Burangrang akan tampak mengundang, seolah tak jauh dari jangkauan lengan.

Sebelumnya perkebunan teh ini lebih  dikenal dengan nama perkebunan teh Pangheotan. Masih terdapat plang nama menuju ke vila ini juga tertulis Pangheotan. Namun pihak pengelola perkebunan (PTPN VIII) sudah mempopulerkan nama baru yakni Sukawana  untuk perkebunan teh di sini.

Kata “pangheotan” ini diduga berasal dari kata Van Houten yang dahulunya merupakan nama salah seorang preangerplanter dimasa kolonial Belanda. Bila demikian, wajar bila nama Pangheotan juga ada di kawasan  perkebunan teh di Cikalong Wetan.

Banyak yang dapat dilakukan di area perkebunan teh Sukawana dari mulai hiking, camping, berolahraga hingga offroad. Banyak tour offroad yang ditawarkan dengan rute umumnya Cikole-Sukawana. Jalur off road Sukawana-Cikole Lembang tak asing bagi para off roader Bandung. Jalan yang mengular di kaki Gunung Tangkuban Perahu cukup menantang. Medan off road Sukawana-Cikole terbilang berat. Jalur yang membelah Hutan Jatiwangi ini memiliki tiga cekungan berlumpur dan dalam. Sudah tak terbilang kendaraan off road yang ‘stuck’ disini.

Di area pertemuan kebun dan hutan sekitar sini dipercaya terdapat tiga tempat yang dianggap menyimpan energi mistis yaitu Leuweung Kunthi, jalan batu, dan rumpun bambu. Leuweng Khunti, menurut hikayat adalah kampungnya siluman.

Menuju perkebunan teh Sukawana, dari arah Cimahi setelah Universitas Advent di kawasan Parongpong, sekitar 500 meter akan melewati pasar, kemudian di sebelah kiri ada plang “Perkebunan Nusantara Sukawana”. Bila dari arah Bandung, dari jalan Sersan Bajuri kemudian akan bertemu pertigaan dengan jalan Kol. Masturi. Ambil arah ke kiri menuju Parongpong, sekitar 100 meter ada jalan masuk ke kanan menuju perkebunan Sukawana. Dipintu masuk perkebunan diminta tiket masuk yang bersahaja : 5000 rupiah per mobil dan 2000 rupiah per motor.

11880717_10206068475083385_1435883878_n

 

Bila ingin menjelajah lebih jauh namun dengan waktu tak terlalu lama, beberapa curug disekitar Sukawana ini sangat ideal untuk dijajagi dengan berjalan kaki. Salah satunya Curug Layung yang berjarak tak sampai setengah jam perjalanan.

Bila membawa kendaraan, bisa diparkirkan di lapangan depan Villa Merah atau lebih jauh di lapangan desa atau warung terakhir. Menuju curug, ikuti jalan koral utama sampai melewati desa, setelah warung paling ujung yang terletak dikiri jalan ada jalur setapak yang cukup lebar masuk ke kebun teh. Ikuti setapak ini hingga bertemu dengan pertigaan antara ke kiri (Ciwangun Indah Camp) dan kanan (curug Layung). Ikuti arah setapak yang ke curug Layung ini dengan seksama, nantinya akan mengarah kekiri.  Seharusnya dari pertigaan itu curug tak terlalu jauh lagi. Jangan sampai kebablasan menuju area hutan lebat Cisuren.

Jalur Sukawana juga bisa menjadi akses menuju kawah gunung Tangkuban Perahu, yaitu dengan melewati tower pemancar radio. Bila anda  menuju tower, dari tugu perkebunan (foto bertiga) ambil ke kiri menuju desa karena jalur ke kanan akan menuju Cikole dengan jalan yang rusak berat akibat dijadikan jalur off road. Walau nanti kedua jalur ini juga bisa bertemu, namun berpapasan dengan hingar bingar  rombongan offroad dan trail  kurang nikmat. Dari warung terakhir, perjalanan kaki menuju tower sekitar tiga  jam.

Berminat hiking di sekitar  perkebunan teh ini? Silakan cek paket hiking Sukawana yang melewati kawasan ini.

 

 

 

Menyusuri Perbukitan Kina Bukittunggul

538569_349412035125638_812453210_n“Masih banyak babi hutan di sekitar sini,” cerita Atin yang sudah turun temurun tinggal di kawasan perkebunan kina Bukittunggul. Ia lalu berbagi pengalamannya mengusir babi-babi yang sering menyatroni perkebunan warga. Namun bila gerombolan babi terlalu banyak, ia pun tak mau ambil resiko, lebih baik menyingkir. Babi hasil buruan penduduk biasanya dijual ke penampung di sekitar Lembang.

“Kadang jam empat sore pun babi-babi itu sudah turun. Mereka memakan umbi-umbian seperti ubi dan kentang yang ditanam di perkebunan,” ujar Atin.

“Babi hutan banyak berkeliaran di sekitar gunung Kasur dan gunung Pangparang,” lanjutnya seraya menunjuk ke arah perbukitan di sebelah Timur.

Siang itu Atin dan para pekerja lain baru selesai memanen kina di kawasan Sanggara, kini mereka akan mengirimnya ke pabrik untuk digiling. Karena truk terlalu penuh dimuati karung-karung kina, beberapa pekerja perkebunan termasuk Atin ikut menumpang jip Landrover yang kami kendarai menuju ke arah pabrik.

Menyusuri perkebunan kina di kawasan Bukittunggul bisa menjadi alternatif refreshing bagi mereka yang suntuk dengan kesibukan kota besar. Kawasan ini terbilang masih asri karena jarang dikunjungi wisatawan, bahkan banyak warga Bandung sendiri yang belum mengetahui keberadaan “Bandung outback” yang hanya berjarak sejam dari jalan Dago yang sangat populer di kota ini. Sehingga kawasan ini seperti keindahan yang tersembunyi.

Kawasan perkebunan Bukittunggul memiliki topografi berbukit dengan ketinggian tempat 1.200 – 1.650 meter dpl. Luas areal konsesi kebun kina di Bukittunggul adalah seluas 3.656 Ha tersebar di lima Afdeling yaitu Bukittunggul, Bungamelur, Cikembang, Puncak Gedeh, Cibitu. Tanaman pokok yang dikelola PTP VIII ini adalah komoditi kina (Cinchona succirubra) seluas 2.268 Ha namun pada beberapa lokasi ada juga komoditi Kayu Putih (Eucalyptus da Jabon ). Dahulu disini hanya ada perkebunan, namun sekarang manajemen PTP VIII sudah mengembangkan pula agrowisata yang dapat dinikmati khalayak umum antara lain : Situ Sangkuriang, Curug Batu Sangkur, camping ground, penangkaran rusa dan fasilitas outbond seperti flying fox.

Menurut legenda, nama Bukittunggul berasal dari mitos Sangkuriang yang marah karena upayanya meminang Dayang Sumbi gagal, perahu yang hampir jadi ditendang sehingga terbalik lalu kemudian menjadi gunung Tangkuban Perahu. Sisa pangkal pohon yang ditebang berupa tunggul berubah menjadi gunung Bukittunggul. Sementara menurut geologi, pegunungan di kawasan ini merupakan gunung-gunung parasit yang terbentuk setelah letusan gunung Sunda purba yang dahsyat.

Kawasan ini cukup kaya akan rute-rute perjalanan yang sedap dipandang mata, sehingga akan butuh seharian untuk blusukan mencoba semuanya. Kali ini rute yang kami lalui adalah menyusuri perkebunan kina dari arah Patrol – Bukittunggul – Sanggara – Gunung Kasur- Palintang. Kawasan agrowisata curug, danau, dan outbond terlewati sepanjang perjalanan ini, sehingga memaksa rombongan berhenti berkali-kali untuk mengabadikan pemandangan yang indah atau sekedar merasakan sensasi alam.

Pemandangan yang tersaji cukup variatif dengan berbagai vegetasi yang berbeda. Tak berapa lama setelah meninggalkan Patrol ambil jalan yang belok kiri berupa tanjakan terjal maka kita akan memasuki perkebunan sayuran dan kandang sapi perah. Lalu suasana alam berganti dengan hutan pinus yang teduh dan asri. Sangat berharga meluangkan waktu disini, mencoba menghirup udara segar yang beraroma pinus.

Rombongan lalu beranjak meninggalkan kawasan hutan pinus dan mulai memasuki perkebunan kina. Tak berapa lama kami melewati sebuah lembah terbuka tempat mengalir sungai kecil dimana kita akan dipaksa mengabadikan pemandangan yang indah disekitar. Bukit-bukit hijau yang didominasi perkebunan kina selanjutnya setia menemani hingga sampai di perbatasan hutan gunung Sanggara. Di kawasan Sanggara ini masih terasa suasana hutan yang perawan dimana pepohonan besar banyak ditumbuhi lumut yang menandakan bahwa hutan hujan tropis masih lestari disini. Sesekali suara burung dan lutung terdengar dari dalam hutan. Kita dapat merasakan dingin dan jernihnya air sungai di dalam hutan. Bila anda penggemar hiking, silakan mencoba mendaki puncak Sanggara yang berketinggian 1.900 meter dpl yang akan memakan waktu sekitar dua jam dari jalanan koral.

Setelah sejenak berhenti di tepi hutan untuk menikmati suasana hutan tropis, rombongan jip bergerak meninggalkan Sanggara dengan menyusuri lereng bukit kina yang berkelok-kelok hingga tiba di kawasan agrowisata Bukittunggul dimana terdapat curug, danau, dan camping ground. Terdapat warung yang menyediakan hidangan makan siang bagi perut yang lapar. Kamipun melewatkan makan siang disini. Ditemani pemandangan gunung Bukittunggul dan Palasari, makan siang terasa nikmat sekali.

Setelah perut terisi, semua bersemangat melanjutkan perjalanan menuju gunung Kasur. Perjalanan tak jauh beda, berliku-liku melipir bukit dengan pepohonan kina di kiri dan kanan. Di sebuah tanah lapang yang luas di gunung Kasur kita dapat mengabadikan pemandangan indah, sebuah panorama kecantikan alam Bandung dari arah yang lain. Gunung Palasari tampak begitu dekat dan Bukittunggul melambai-lambai.

Selanjutnya perjalanan dilanjutkan menuju desa Palintang, berangsur-angsur perkebunan kina pun berakhir dan suasana pedesaan mulai terasa. Selesailah perjalanan ini, terasa capek namun jalanan koral di sepanjang perkebunan kina telah menjadikan hari ini akan dapat dikenang selamanya. @districtonebdg