Curug Sirah Cibodas Tersamarkan Hutan Pinus dan Kebun Kopi

Kawasan Cibodas, Lembang sebenarnya sudah tak asing karena disini terdapat sebuah rumah tempat dulu kami sering berkumpul. Rumah peristirahatan yang kami sebut Villa Putih ini merupakan property seorang kawan senior sehingga kala itu sering menjadi basecamp kala menjelajah ke kawasan Bukittunggul. Namun itu hampir sepuluh tahun lalu, dan kala itu jalan-jalannya lebih banyak mengarah ke kebun kina bukan disekitar kawasan villa. Padahal dari obrolan dengan warga, telah diketahui ada curug tak terlalu jauh dari villa. Lalu masa-masa berkumpul di Cibodas pun berlalu, saking seringnya berpindah-pindah lokasi favorit berkumpul.

Tahun 2016 kami kembali ke kawasan Cibodas dan sontak teringat pada keberadan curug. Maka survey pun segera mengarah kesana, menuju sebuah déjà vu. Tak susah menuju kesini, bila dari Maribaya mengarah ke Cibodas akan sampai didesa Sunten Jaya dimana terdapat dua tower pemancar, maka disitulah tempatnya. Setelah mendapati alfamart, ada jalan belok kiri. Dulu jalannya koral, kini sudah beton. Ikuti jalur utama beton, nanti akan melewati Villa Putih  teruskan saja hingga batas hutan pinus. Sayangnya disekitar sini jalan sempit hanya cukup untuk satu mobil, sehingga lebih baik memakai motor bila kesini.

Kawasan curug Sirah Cibodas baru-baru ini saja dikelola oleh kelompok petani kopi, sehingga bila berkunjung akan tampak sedang ditata disana-sini. Tampaknya ada keadaran baru untuk menjaga kelestarian alam dengan mengelolanya sebagai kawasan wisata. Curug ini cukup tersembunyi, dari parkiran motor di perbatasan pinus memerlukan waktu setengah jam sampai ke lokasi curug. Menurut Pak Iwan seorang petani kopi, warga di sekitar Cibodas pun banyak yang belum tahu keberadaannya. Menurut kami, lokasi yang terpencil ini justru adalah daya tariknya.

Curug Sirah Cibodas seperti sebuah tembok raksasa yang terdiri dari bongkahan-bongkahan batu besar. Sungai kecil mengalir dari hulunya di Bukittunggul jatuh menjadi curug yang indah. Bila penasaran dengan paparan batu yang membentuk curug, ada jalur setapak untuk naik ke atas curug. Beberapa kolam kecil dan dangkal bisa menjadi lokasi favorit untuk berendam, sambil mengarahkan pandangan ke lembah yang hijau oleh hutan pinus.

Curug yang tersembunyi di dalam hutan pinus dan kebon kopi ini cukup manjur untuk membasuh jiwa  yang penat oleh rutinitas dan  memberi kesegaran baru untuk memulai hari-hari kedepan. Namun bila hiking kesini dirasa kurang berkeringat, jauh didalam hutan ada curug lain yang lebih besar menunggu untuk disibakkan. Curug yang enggan menampakkan diri ini berjarak sejam berjalan kaki, yaitu curug Luhur, dinamakan demikian mungkin karena ketinggiannya. @districtonebdg

dok 2019

 

 

 

Jalur Palintang yang Sepi Pendaki

Kepopuleran gunung Manglayang selalu mengundang para pencari udara pegunungan untuk meniti resiko di jalurnya. Dibanding gunung-gunung lainnya di Bandung, gunung Manglayang termasuk yang paling ramai disambangi pendaki. Selain aksesnya yang mudah, juga terdapat banyak  tempat wisata alam dikakinya seperti wisata alam Batukuda, curug Cilengkrang, buper Kiarapayung, taman Keanekaragaman Hayati dan banyak lagi. Banyaknya pendaki pemula yang naik gunung Manglayang merupakan hal yang positif. Anak-anak muda yang meluangkan waktu untuk mendaki gunung adalah generasi yang menjanjikan. Namun disisi lain beberapa orang lebih suka jalur pendakian yang sepi.

Setelah mencoba berbagai jalur di gunung Manglayang, menurut kami yang paling sunyi adalah jalur Palintang. Sebuah jalur klasik yang telah sejak tahun 90an kerap dilewati untuk menuju Jatinangor dari Bandung Utara. Ketika jalur-jalur lainnya dirasa sudah ramai, kami mulai melirik kembali jalur el clasico ini.

Dulu jalan menuju Palintang benar-benar rusak, namun kini kondisinya sudah jauh berbeda. Bila membawa motor bisa dititip di warung di desa, atau pakai ojek saja dari alun-alun Ujungberung. Dari desa tinggal berjalan selama dua jam untuk menuju puncak Manglayang. Jalur Palintang melewati jalan tanah yang lebar dengan kondisi rusak, sehingga mobil offroad pun belum tentu bisa melaluinya. Jalur yang lebar dan rimbun oleh semak ini akan menuju Tanjungsari bila diteruskan.

Pemandangan yang indah memanjakan mata kearah Bandung tampak disisi kanan. Setelah kurang dari satu jam berjalan melipir bukit akan bertemu ‘persimpangan’ untuk menuju puncak, Tanjungsari atau ke bebukitan. Ambil jalan ke kanan menuju puncak, dengan waktu perjalanan sekitar satu jam.

Bila bosan dengan jalur yang ramai pendaki, jalur ini menawarkan nuansa sunyi yang berbeda. Namun hati-hati dengan banyaknya persimpangan jalur, untuk amannya ikuti saja tanda-tanda stringline bekas event Manglayang Trail Running (MTR) –bila masih ada. @districtonebdg

Hiking Cantik di Perkebunan Teh ke Curug Mandala

Bagi yang ingin hiking tanpa terlalu berkeringat sembari menikmati view indah maka memilih tea walk di perkebunan teh Ciater adalah pilihan yang tepat. Begitu banyak pilihan lokasi untuk hiking di perkebunan seluas 3.000 Ha ini, salah satunya adalah disekitar pabrik teh itu sendiri.

 

Pabrik teh Ciater didirikan pada tahun 1934 dan mulai dioperasikan 3 tahun kemudian. Pada tahun 1990 dibangun pabrik baru dengan kapasitas pengolahan yang lebih besar. Pabrik baru ini dibangun di atas tanah seluas 20.000 m3 dengan ketinggian ± 1050 m dpl dan suhu rata-rata 18 -25°C.

Perkebunan Ciater terletak di kaki gunung Tangkuban Parahu diantara Jalan Raya Subang Bandung. Pada bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung terletak di daerah Wates Tangkuban Parahu. Sedangkan sebelah utara terletak di Kecamatan Serangpanjang antara jalur Jalan Raya Cagak dan Wanayasa. Lokasi pabrik teh Ciater ini dapat diakses melalui jalan raya Subang – Bandung. Sekitar 300 meter sebelum  perempatan Sariater anda akan menemukan papan nama besar menuju lokasi pabrik di sekitar pangkalan angkot Ciater. Bila membawa kendaraan, parkirkan saja di halaman pabrik yang cukup luas.

Tak jauh dari pabrik terdapat curug Mandala, airnya jernih dan menyegarkan. Perjalanan kesini hanya memerlukan waktu setengah jam berjalan santai. Sepanjang jalan koral menuju curug, pemandangan perkebunan teh yang hijau dan menyegarkan sangat mempesona. Gunung Tangkuban Parahu terasa begitu dekat sehingga kita akan tergoda untuk bertanya-tanya mungkinkah ada jalan setapak kesana (pasti ada!). Seakan pemandangan indah saja tak cukup, kala kami menapaki koral seekor elang tampak terbang berputar-putar di angkasa, mengeluarkan pekikan khasnya.

Jalur ke curug Mandala sebetulnya lebih umum melewati jalan Panaruban dibanding dari arah pabrik, sehingga jalur ini tampak lebih sepi dan disitulah daya tariknya. Namun bila ingin memanjakan kaki, kami mendengar bahwa tersedia pula trip berkendara offroad untuk mencapai curug, yaitu dengan  jip Landrover. What..??  Jalan kaki saja hanya setengah jam buat apa memakai jip? Bagi saya tak masuk akal…. namun sah-sah aja bila motivasinya ingin mendapat pengalaman baru menunggang jip klasik yang kekar ini.

Sebetulnya curug Mandala hanyalah satu dari sekian curug yang ada di aliran sungai. Bila cukup bersemangat untuk menyusuri aliran sungai maka akan didapat beberapa curug lain yang tak kalah menyegarkan mata. Namun tak akan ada yang akan menyalahkan bila hiking  dicukupkan sampai di tepi curug Mandala saja. Namanya juga hiking cantik, bukan?

Sebuah kafe di seberang pabrik tersedia untuk melepas lelah dan dahaga usai hiking. Pemandangan sekitar kafe harus diakui sangat indah, apalagi bila kabut sedang turun. Sembari menikmati view indah disekitar, menyesap teh atau kopi panas kala dingin mencubit atau menenggak jus segar kala cuaca panas meraba tampaknya akan menjadi pilihan yang sulit untuk tak dipertimbangkan disini. Bila ingin mengetahui lebih jauh tentang sejarah dan pengolahan teh kita juga bisa mengunjungi pabrik dan museum disini (lihat Mengenal Sejarah Teh di Perkebunan Ciater ).

@districtonebdg

 

Menonton Gunung Menangkap Awan di Patahan Lembang

14600958_10208972008750851_972917607750900923_nPatahan Lembang merupakan salah satu patahan yang lokasinya berada di darat, memotong Bandung di daerah yang padat pemukiman penduduk. Patahan Lembang memiliki panjang 22 km, membentang dari Timur hingga Barat kota Bandung. Gawir sesar disepanjang jalurnya mencerminkan besaran pergeseran sesar berubah dari sekitar 450 meter di ujung timur (Maribaya dan Gunung Palasari) hingga 40 meter di sebelah barat (Cisarua). Kemudian, sesar menghilang di ujung barat perbukitan karst Padalarang.

Selain menyimpan energi yang maha, kawasan ini sebetulnya menyajikan keindahan yang mempesona. Ah, bukan kah selalu begitu bila berbicara tentang alam? Selain memiliki kecantikan tiada tara juga kekuatan yang tak terukur. Alih-alih untuk dihindari, kawasan ini justru mengundang kita untuk mengakrabinya. Hanya dengan akrab dengan alam, manusia akan bisa memahaminya.

Nah, mari kita menjelajah patahan ini untuk mengakrabinya. Bila dirasakan terlalu panjang untuk berkendara dari perbukitan kapur di Padalarang hingga gunung Palasari, kita bisa membagi-baginya menjadi beragam perjalanan yang berkesan mulai dari touring, trail running, hiking dan sebagainya. Secara kasar kita bisa memisahkan patahan ini dari kota Lembang saja, yaitu bagian Timur dan Barat. Walau sebelah Barat juga akan menjumpai pemandangan yang indah kami merekomendasikan menjelajah kearah Timur lebih mengasyikkan.  Mengapa? Salah satunya adalah jalur lalulintasnya lebih sepi dan walau sudah bermunculan disana-sini komersialisasi di kawasan ini belum semarak di Barat.

Bila dari arah Lembang atau Bandung, ambil jalan arah Punclut lalu belok kearah Gunung Batu. Darisini lanjutkan saja kearah Maribaya lalu Cibodas dan seterusnya hingga ujung patahan di gunung Palasari. Spot yang terlihat adalah kawasan jurang dan perbukitan disebelah kanan. Ujung Timur patahan adalah gunung Palasari berbentuk segitiga sama kaki, yang seperti paku payung raksasa yang memaku patahan ini agar tak bergerak. Benarlah seperti cerita-cerita orang tua, betapa gunung-gunung itu memaku bumi.

Sepanjang jalan dari Maribaya hingga perkebunan kina kita akan melihat puncak-puncak tinggi seperti memainkan kapas awan. Puncak-puncak gunung itu seolah berlomba menangkap awan-awan tipis, lalu tergantung mereka untuk mengumpulkannya menjadi hujan atau tidak. Manusia, hanya pasrah untuk menerimanya.

View indah yang beragam sepanjang jalur ini membuat kita akan sulit melupakan pengalaman melaluinya, dari hutan pinus, ladang sayuran, perkebunan kina dan kayu putih hingga tebing batu yang kokoh dan garang. Bahkan bila anda bersedia sedikit berkeringat, ada beberapa curug yang layak untuk disambangi. Bila curug di Maribaya tampak terlalu mainstream, coba cari curug Luhur atau curug Sirah di kawasan Cibodas. Ingin memandang view patahan dengan pandangan yang lebih luas? Coba hiking setengah jam naik ke Gunung Batu  dari kawasan Pagerwangi atau menuju bukit Moko dari kawasan Batuloceng (di daerah Patrol, Cibodas  terminal angkot terakhir). Kekaguman kita pada hamparan kekuatan dan keindahan alam akan semakin membuncah. @districtonebdg

 

Hiking Seru di Sekitar Kota Bandung

260543_10205759619819487_4140479435348894809_nKota Bandung yang terletak di ketinggian 786 meter dpl dan dikelilingi oleh pegunungan sudah menjadi daerah tujuan wisata yang eksotis bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Selama ini yang paling pupuler bagi wisatawan di Bandung adalah wisata kota dan wisata resort. Wisata kota meliputi belanja, seni budaya dan kuliner. Sementara wisata resort cukup tersebar luas di pinggiran kota meliputi kawasan pegunungan, hutan dan perkebunan. Resort yang ditawarkan kepada wisatawan kian hari semakin beragam dan menyediakan banyak pilihan terutama bagi segmen wisatawan menengah ke atas.

Yang masih terbilang langka barangkali paket wisata yang dapat ditawarkan kepada wisatawan yang memiliki minat untuk hiking menjelajahi kawasan baik didalam maupun pinggiran kota. Padahal prospek wisata berupa ekoturisme semacam itu cukup banyak peminatnya baik dari turis lokal maupun asing. Ekoturisme dapat dipersepsikan sebagai suatu perjalanan wisata ke daerah yang masih alami dengan memperhatikan kaidah konservasi kawasan tersebut. Meskipun bersifat petualangan, namun turis sangat menikmatinya. Bahkan semakin menantang resikonya, kerapkali semakin tinggi pula kepuasan wisatawan.

Wisata jenis ini dapat digolongkan ke dalam smart tourism  karena para peminat umumnya mempunyai latar belakang intelektual cukup sehingga amat peduli pada harmonisasi alam dan lingkungan. Oleh karena itu seringkali terlontar keluhan dari para wisatawan terutama turis asing terhadap sampah dan polusi seputar kawasan wisata.Wisatawan jenis ini melihat bahwa perjalanan wisata seharusnya merupakan perjalanan aktif, pencarian pengalaman dalam rangka pengembangan diri dan bukan lagi sebagai kegiatan liburan biasa.

Dalam industri pariwisata ekoturisme sudah menjadi komoditas wisata yang sangat menjanjikan. Length of stay  maupun trickle down effect kepada masyarakat lokal yang didapat dari wisatawan ekoturisme jauh lebih tinggi dibandingkan wisatawan liburan biasa. Apabila negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Thailand, Vietnam bahkan Laos telah getol mempromosikan wisata hiking-nya, bukanlah sebuah harapan yang berlebihan bila kedepannya Bandung akan semakin menarik bagi para wisatawan dengan hiking sebagai salah satu andalan wisatanya.

Lokasi yang layak dikembangkan untuk hiking tersebar di berbagai pelosok kota dan diluar kota. Didalam kota misalnya ada Cikapundung trail, kawasan Dago pakar dengan pesona tebing Keraton yang sedang naik daun. Di daerah Lembang ada kawasan Sukawana, curug Cibareubeuy, gunung Lingkung bahkan gunung Burangrang bisa menarik untuk dipromosikan. Disebelah Timur ada gunung Palasari, gunung Manglayang serta dataran tinggi sekitarnya yaitu Kiarapayung, Batukuda, Barubeureum. Di sebelah Barat yang telah ditata adalah kawasan gua Pawon dan Stone Garden, sementara di Selatan lebih banyak lagi, antara lain gunung Puntang, gunung Rakutak, dan curug Siliwangi. Semua tempat itu, masih sebagian kecil dari yang bisa disebutkan sebagai lokasi layak hiking yang tidak mainstream di kota Bandung. @districtonebdg

dok 2021

Curug Panganten di Cihanjuang, Tersembunyi dan Masih Asri

img-20161013-00046Keberadaan curug  Panganten jauh berbeda dengan curug Cimahi yang setelah dibenahi  kini dipopulerkan dengan nama curug Pelangi. Walau berasal dari aliran sungai yang sama, curug Panganten seperti tersembunyikan.  Menuju ke curug yang tersembunyi ini pengunjung harus rajin bertanya ke penduduk setempat untuk bisa sampai ke lokasinya. Kondisi terbengkalai ini sudah bisa ditebak dari sejak jalan masuk komplek Katumiri yang juga terbengkalai tak terurus.

Jiga perumahan zombie..” gumam Bais melihat ke kiri dan kanan banyak rumah besar yang kosong, sebagian rusak.

Menurut penduduk yang sedang  bertani, kondisi terbengkalai karena kepemilikannya berpindah tangan.  Area outbond Katumiri pun sama terbengkalainya, lahan yang tak terpakai hanya dipakai untuk bercocok tanam. Suasana malam hari disini, dijamin akan menyeramkan.

14600835_10210610532763361_5116206137990519783_n

Curug Panganten berada di ketinggian 1.050 meter dpl dan memiliki ketinggian terjunan air sekitar 20 meter.  Curug misterius ini berada di wilayah wisata alam Katumiri, berjarak sejauh kira-kira 7 km dari kota Cimahi dengan mengambil arah ke Parongpong. Curug ini berada di ujung jalan dari perumahan dan wisata alam  Katumiri. Tepatnya di Jalan Raya Cihanjuang KM 5,56.

Akses jalan dari gerbang perumahan zombie menuju lokasi curug sekitar 2 km dengan melewati jalan setapak berkelok-kelok, berbatu yang licin dan becek jikalau hujan turun dengan sisi jurang dan semak belukar hingga tiba di  curug tersebut. Karena jarang dikunjungi, kondisi alam disini relative lebih asri. Monyet masih tampak berlompatan dari dahan, kadal berseliweran di jalan setapak, dan saat kami berjalan tampak dua ekor elang terbang rendah.

Jalan setapak menuju curug tinggal mengikuti arah yang terpasang di area outbond, jalan menurun ini cukup lebar hingga kita tak akan salah. Namun diujung jalan tak ada petunjuk lagi, dari sini jangan mengikuti saluran air melainkan turun saja ke arah kebun. Setelah sampai di aliran sungai, jalur setapak menanjak lagi menuju saluran air. Setelah sampai di saluran air, ambil arah ke kiri maka tak berapa lama akan terlihat curug Panganten yang cukup tinggi ini. Di pintu masuk yang seadanya, tertera tiket masuk Rp 5.000,- namun hari biasa pintu pagarnya terkunci. Tentu saja, dengan mudah kita bisa moncor  atau masuk menerobos melaui jalan lain.

Jalur lain adalah melalui jalan Gandrung, bila dari arah Parongpong menuju Cimahi maka dari jalan Kol Masturi belok kiri  tak jauh setelah pasar Cisarua. Setelah sampai di desa Cipanas, ada jalan belok kiri. Darisini perjalanan kaki lebih singkat, dan nanti akan menemukan pintu masuk yang sama seperti dari arah Katumiri. Jalur masuk via Katumiri lebih mudah ditemukan, namun jalur masuk via Gandrung lebih menghemat tenaga.

14590234_10210610532283349_9150426978942180677_nBagi yang mencari curug berwarna-warni dengan spot selfie dan jajanan warung, disini bukanlah tempatnya. Namun bagi yang mencari suasana asri, menyukai hiking ringan dengan sedikit adrenalin, tempat-tempat indah yang terpinggirkan seperti curug Panganten  adalah sebuah surga tersembunyi. @districtonebdg

 

 

 

Jalur Pendakian Cilengkrang Menawarkan View Indah

13731656_10208146358670115_6698073778941466178_nRasa penasaran untuk mencari jalan kepuncak Manglayang sebenarnya telah ada sejak mengunjungi curug Cilengkrang ( lihat Mencari Curug Cilengkrang di Ujungberung ). Bila melihat konturnya yang dekat, rasanya tak mungkin tak ada jalan menuju puncak. Karena lokasinya paling dekat dari camp DistrictOne, gunung ini menjadi tempat favorit untuk piknik berkeringat di hari Sabtu. Semakin blusukan di jalur-jalurnya, semakin banyak keindahan baru yang dilihat. Sejak saat itu beberapa jalur baru coba diretas, dan kadang berakhir buntu di tebing terjal.

Patokan untuk menuju puncak Manglayang dari Cilengkrang mudah saja, tinggal menuju tempat wisata curug Cilengkrang. Namun jalur awal pendakiannya bukan disitu, melainkan jalur-jalur setapak sekitarnya. Setidaknya kami menemukan tiga jalur pendakian menuju puncak. Jalur-jalur yang tampak banyak ini akan menyatu di sebuah punggungan, lalu sebuah setapak yang jelas akan terlihat menuju ke hutan pinus. Inilah jalan masuk ke jalur pendakian gunung Manglayang.

Bagi yang terbiasa memakai jalur Batukuda atau Barubeureum, akan puas bila menjajal jalur Cilengkrang ini karena viewnya lebih terbuka sehingga perjalanan akan ditemani oleh pemandangan yang indah. Setapak di hutan pinus ini akan bertemu dengan jalur dari Batukuda di area batu-batu besar yang disebut Batu Keraton, tempat yang banyak dipakai untuk selfie. Dari sini jalur pendakian identik dengan jalur dari Batukuda.

 

IMG-20160723-03629Karena lebih jarang dilalui, jalur hutannya lebih asri alias penuh nyamuk penghisap darah. Yang menarik adalah kala menemukan kotoran luwak yang penuh biji-biji kopi. Di area sebelum pinus memang banyak tanaman kopi. Sejenak sangat menggoda mengumpulkannya untuk diracik menjadi kopi, namun setelah dipikir-pikir berliku-likunya proses membuatnya, harta karun itu kami tinggalkan saja. Biar menjadi penanda asrinya jalur setapak disini.

Walau ada banyak pilihan untuk memulai pendakian, sebuah warung yang biasanya menjadi cek poin kami disini merupakan favorit untuk memulai. Setelah menitipkan kendaraan di warung, sebuah setapak yang berada disebelah warung akan menuntun kita sejenak naik turun melakukan perjalanan konturing sebelum mencapai gate hutan pinus. @districtonebdg

 

 

 

 

Menara Selfie di Curug Pandawa, Subang

13669679_10209813917808485_2766570719985396449_nJika kita hiking memasuki Kampung Senyum (curug Cibareubeuy) dari arah desa Cibeusi Subang, maka sebelumnya kita akan menemui persimpangan jalan setapak. Arah ke kanan terdapat papan petunjuk bertuliskan “Curug Cibareubeuy II” atau dikenal juga dengan “Curug Pandawa” karena tipe curugnya yang berundak lima tingkat.

Oya, untuk menuju desa Cibeusi sendiri bila dari arah Bandung/Subang ambil arah ke Ciater, ikuti arah menuju wisata Sariater yang terkenal itu namun jangan masuk melainkan dilewati saja. Ikuti jalan utama desa hingga empat kilometer nanti akan tiba di desa Cibeusi. Bila membawa mobil, terdapat parkiran di tempat start hiking walau tidak terlalu luas dengan tarif  5.000/motor dan 10.000/mobil dengan waktu parkir sepuasnya. Tiket retribusi untuk Karang Taruna dan desa sebesar 6000 rupiah/orang, dipungut di tempat parkir. Nanti di curug ada lagi tiket masuknya sebesar 10.000 rupiah.

Terdapat dua jalur setapak yang biasa dilalui turis untuk menuju curug yaitu jalur sawah dan  jalur bukit, dengan beragam variasi jalurnya. Bila menghindari tanjakan, baiknya pilih jalur sawah yang relatif datar dengan pemandangan sawah menghijau. Namun bila menyukai suasana hutan, jalur bukit merupakan pilihan yang tepat dengan konsekwensi melahap tanjakan. Ada baiknya bila kita memilih jalur yang berbeda  untuk pergi dan pulang, dengan demikian mengetahui kedua jalur tersebut.

Perjalanan dari parkiran di Cibeusi memakan waktu selama satu jam untuk sampai pintu masuk curug, yaitu sebuah area camping ground. Bila trek sepanjang dua kilometer ini belum membuat anda berkeringat, ada baiknya mencoba trek yang lebih panjang menuju ke curug yaitu lewat hutan pinus Treetop Cikole (3 jam) atau perkebunan teh Gracia (2 jam).

Beberapa tahun lalu saat mengunjungi Kampung Senyum, kami team District One mencoba mendatangi curug Pandawa. Kondisinya masih dalam tahap renovasi, warung dan shelter sekitarnya masih dalam tahap pembangunan, pembenahan masih dilakukan di sana sini, belum serapih dan seasri Kampung Senyum.

Hingga saat  mendampingi rombongan IKA Sastra Unpad ke Curug Cibareubeuy, saya dikontak oleh Kang Ondi yang merupakan pengelola kawasan Curug Pandawa. Beliau sering didaulat sebagai kepala team evakuasi team District One bila sedang membawa kembali pulang tamu dari Cibeusi menuju Cikole. Pada satu kesempatan beliau meminta saya untuk menemui orang tuanya yang tengah berada di lokasi curug Pandawa, sekaligus meminta saya untuk melihat perkembangan renovasi di sekitar curug tersebut.

13631680_10209813916688457_8260497235787826553_nSaat  tiba di lokasi waktu itu saya dibuat takjub oleh perkembangan kondisi di Curug Pandawa, warung, shelter dan taman-taman sudah tertata rapih dan asri. Hingga saat ini, Kang Ondi selalu mengirim foto-foto terbaru dari curug Pandawa, yang rupanya sekarang sudah dikelola dengan baik. Rencananya lokasi ini akan dibuka saaat Lebaran 2016 mendatang.

Beliau pun kini mengundang peserta hiking District One untuk mengunjungi curug Pandawa, yang terletak tak jauh dari curug Cibareubeuy yang sudah populer itu. Salah satu yang menarik di kawasan curug Pandawa ini adalah rumah pohon, yang oleh Kang Ondi disebut sebagai “Menara Selfi”..So…ada yang berminat mengunjunginya? Silakan cek paket hiking Curug Cibaerubeuy via Cibeusi yang berlokasi ditempat yang sama. Bila jalan selama satu jamdari Cibeusi  menuju curug terasa kurang menantang ada baiknya anda coba jalur lain, misalnya melalui Treetop Cikole selama tiga jam seperti yang biasa kami lakukan.

penulis : Bayu Ismayudi, Adventure consultant di District One

 

Trip to Cibareubeuy: In Nature We Unite

photo550067478646073367

There should be a time for you to challenge yourself by doing something different or by realizing the things you once dreamed of doing. For that reason, I decided to take part in Hiking Ceria held by IKA SADAYA in cooperation with District One on May 22, 2016. As for an amateur like me, along with some other ‘green’ hikers, the idea of hiking for 6 hours to get to the destination was like a horror. It would be too much for me and I didn’t want to be a burden for anyone during the trip. Thank God the tour leader could read our pessimism and offered a shorter track that can be reached for about 3-4 hours. We gathered at Tree Top Cikole at 8 a.m. but started our journey at 10 a.m. (well.. It’s quite common in Indonesia hehe).

We went through a beautiful forest where we could find rubber-bearing trees and coffee plants. The flat paths promised bearable journey at our first steps, but the ascending and descending ones greeted us one by one to challenge our stamina; we even needed a rope to climb down some descending paths. The day before, it had been rainy so the ground was a bit wet and slippery -I slid and landed on my b**t; some hikers too. Ro**, my crazy buddy, slid and ‘rolled over’ then successfully tore her leggings, on the left calf, not on the ‘dangerous’ part.. so wipe your drool! Hahaha.. #unfortunately, I didn’t witness her gymnastic movement and took the historic image 3-|.

After about two hours, we got into a bamboo forest, and here, I got a gross incident: I accidentally grabbed a big rotten bamboo filled with stinky water and spilled the water onto my hands. Gosh.. It smelled exactly like s**t. The crowd behind me got a bit noisy as they smelled the ‘familiar’ aroma while I was struggling to dry and get rid of the aroma with some scented wet tissue.

When we finally arrived at Kampung Senyum (the Smiling Village), it was around 1:30 p.m. So, it took about 3.5 hours to get there. We were welcomed by the beauty of Curug Cibarebeuy, hot sweet tea, kopi lahang, and some fries at saung pak Rosid.

The friendly pak Rosid even entertained us with his voice and a bamboo musical instrument that produces 4 different sounds after we had our delicious late lunch: nasi liwet, sambal lalap, tofu tempe, salted fish and kerupuk (crackers). Yummy..

wates cibareubeuy After playing around at the fresh and clear waterfall, at 4:20 p.m. We left Kampung Senyum by taking a different route to get to the public transportation that would take us back to Tree Top Cikole, our meeting point. The rice fields were the route we had to go through.

It was estimated that we reached the destination in about one hour, but turned out to be within 2 and 3 hours (we were separated into two groups of different pace). In the last few meters, the slow hikers, including me, had to continue our journey in the dark, with the help of flashlights, under the rain. What a journey!

All in all, this experience has given us the opportunity to meet and share joy and laughter with the seniors and juniors of our beloved almamater, thus, will always be one of the best moments in our lives. When having a reunion at the mall or alike is too mainstream, why don’t we put on our casual clothes and grab our backpacks to meet up with good people in the best place God has created for us, the nature.

 

Writer : Novi Khrisna, hiking enthusiast

photo550067478646073294

 

Waterfall Trail di Parongpong : Jalur Eksotis dengan Deretan Curug nan Indah

IMG-20160624-WA000

Masih tentang Sukawana, sebuah wilayah di sekitar Parongpong Lembang. Setelah minggu lalu ngabuburit menuju Tower puncak Tangkuban Parahu (lihat Tower Tangkuban Parahu yang Bersejarah), maka pada hari Kamis tgl 23 Juni 2016 bertepatan mengakhiri sepuluh hari kedua bulan Ramadhan, kami melakukan penjelajahan Safari Ramadhan alias hiking ngabuburit dengan jalur melalui CIC (Ciwangun Indah Camp) mencari pertemuan jalur dengan trek Sukawana yang beberapa minggu sebelumnya sudah dijelajahi.

Disambut bayangan matahari sore yang mulai memanjang, yang menandakan siang mulai bergeser menuju sore hari, kami berempat mulai melangkahkan kaki meniti tangga batu yang menuju area outbond CIC. Tiket masuk per orang kesini Rp 10.000,- dan parkir mobil Rp 5.000,-.

Selang lima belas menit setelah menyusuri taman hutan buatan, kami mulai memasuki kawasan hutan semak dan beberapa batang pohon pinus.

Udara yang sejuk yang menjadi ciri khas wilayah utara kota Bandung sangat membantu kami menanggulangi keringnya tenggorokan akibat puasa yg sedang kami jalani, bahkan seorang rekan sejawat perjalanan sempat membayangkan nikmatnya berbuka nanti dengan kesejukan es campur di alam terbuka…glek..

Tidak berapa lama kami berjalan, titik pertemuan jalur yang kami cari pun ditemukan, namun karena perjalanan masih terasa tanggung, maka hiking pun dilanjutkan dengan tujuan jalur ‘Curug Tilu’ yang konon mempunyai trek tembusan menuju Curug Layung dan sekitarnya.

11242199_10205501783556451_62561912476079344_oCurug Tilu yang pada kesempatan sebelumnya sempat dikunjungi, merupakan air terjun yang terletak di cerukkan antara Curug Layung dan Sukawana. Lepas dari Curug Tilu kami langsung melanjutkan perjalanan dengan meniti jembatan kayu.

Selang beberapa menit kemudian, kami dibuat takjub dengan trek yang dilalui, sepanjang trek kita ditemani gemericik sungai yang mengalir di bawah kita, hingga beberapa air terjun atau curug menghiasi landscape perjalanan kami, yang menjadi pelipur lapar dan haus oleh pesona alam indah yang tersaji. Sehingga kami bisa katakan jika perjalanan kali ini adalah ‘Water Fall Trail’

 

penulis : Bayu Ismayudi

foto : Erwin Abdulrahman, Bobby Victorio Novaro