Curug Luhur yang Tersembunyi dalam Hutan

Tahun lalu kala berkunjung ke curug Luhur belum ada tanda-tanda pengelolaan oleh warga, suasananya masih hutan. Warga tampak masih giat menggarap curug Sirah Cibodas yang lokasinya lebih dekat sebagai tempat wisata. Sementara curug Luhur masih jauh kedalam hutan sekitar sejam perjalanan dari batas hutan dengan lahan perkebunan.

Bagi yang motivasinya ingin hiking seperti kami, curug Sirah memang terlalu dekat.Ā  Jadi beberapa kali pos tiket curug Sirah Cibodas dilewati saja, hingga pengelola akhirnya membuat jadi sepaket. Tak mahal sih, cuma Rp 5,000 dan Rp 3.000 untuk parkir motor. Ya gapapa lah šŸ™‚ ini tentu tak seberapa dibanding tiket masuk The LodgeĀ  yang terletak tak terlalu jauh darisini sebesar Rp 25.000 (weekend) belum bayar wahana lain didalamnya. Bagi kami senang-senang saja ada perhatian pada curug Luhur bila ini artinya ada kesadaran untuk memelihara kelestariannya.

Lokasi curug berada di desa Sunten Jaya, Cibodas tepatnya kampung Gandok. Bila melewati jalan Cibodas maka akan ada dua menara pemancar yang berdekatan, nah twin tower itulah cek poin yang gampang terlihat dari kejauhan. Bila datang dari arah Maribaya maka setelah melewati tempat wisata The LodgeĀ  akan ada Indomaret dan Alfamart yang berhadapan, Disebelah kiri jalan akan ada jalan masuk, itulah arah menuju curug. Jalannya cukup besar dilewati mobil namun dibeberapa tempat akan sulit bila ada mobil lain yang datang berlawanan arah atau parkir.

Sekitar satu kilometer dari jalan raya, jalan beton habis di hutan pinus. Di area pinus ini terdapat pos tiket sekaligus tempat untuk memarkir kendaraan. Areanya cukup lapang untuk parkir mobil. Warung-warung juga mulai ramai didirikan diantara kerimbunan pinus disini. Bila curug Sirah Cibodas belok ke kanan, maka menuju curug Luhur lurus saja menuju jalur yang menanjak.Ā  Walau tampak mengintimidasi, tanjakan ini hanya satu-satunya karena setelah itu trek relatif datar hingga sampai ke curug.

Trek menuju curug cukup terbuka, namun harap awas karena terdapat beberapa percabangan tanpa petunjuk arah menuju curug. Walau tak akan terlalu jauh melenceng namun sebaiknya ajak orang yang mengetahui arah menuju curug, karena beberapa jalur menuju arah punggungan yang berbeda.

Trek menuju curug cukup menyenangkan walau dibeberapa tempat agak becek. Jalurnya melipir bukit sehingga vew lepas disebelah kiri yang mengarah ke Lembang sangat menyejukkan mata. Setelah melalui tanjakan awal pinus, selanjutnya akan melalui kebun kopiĀ  lalu masuk lagi ke pinus. Tak berapa lama akan sampai di area pohon rambat -kami menyebutnya rest area Jurrasic hehe- tempat biasanya beristirahat sejenak. Setelah itu melewati ladang sayur maka curug tak terlalu jauh lagi. @districtonebdg

8 Jalur Hiking Hijau di Kawasan Dago

Siapa yang tak mengenal kawasan Dago di kota Bandung? Sepanjang jalan yang menjadi ikon kota Bandung itu tiap hari selalu ramai oleh berbagai kesibukan. Pada weekdays kawasan sepanjang jalan ini akan ramai oleh berbagai aktifitas Ā seperti factory outlet, kuliner, sekolah, kantor dan pertokoan. Pada weekend akan semakin ramai dengan adanya car free day Ā dimana warga kota dan turis tumpah ruah meramaikan suasana Minggu pagi.

Namun tak jauh dari jalan Dago yang hiruk pikuk Ā masih ada jalur setapak yang asri dan hijau. Mereka yang ingin melakukan hiking namun enggan jauh-jauh dari kota sangat cocok untuk mencoba jalur. Setidaknya ada 8 jalur hiking hijau untuk escape dari sumpeknya kota. Berikut kedelapan jalur hiking yang kami rekomendasikan :

1.Curug Dago

Akses melalui jalan Bukit Dago atau Dago Jajaway (jalur menuju Punclut). Bila dari Bukit Dago dilanjutkan dengan menuruni tangga menuju lokasi curug, bila dari Dago Jajaway motor bisa terus masuk hingga parkiran depan warung. Tiket masuk terusan Rp 12.000 (termasuk Tahura & tebing Keraton)

2.Teras Cikapundung

Taman Teras Cikapundung terletak di babakan Siliwangi, namun bila ingin hiking jalurnya terletak di sebelah kiri taman. Ikuti jalur pavling blok sepanjang selokan hingga bertemu waterfank sungai Cikapundung. Lama perjalanan 20 menit, Tak ada tiket masuk. Motor bisa parkir di Teras Cikapundung, mobil parkir di area hutan kota Babakan Siliwangi diseberang taman.

3. Cikapundung Trail

Jalur hiking ini merupakan jalan setapak di pinggir aliran sungai Cikapundung yang menghubungkan curug Dago dan taman Teras Cikapundung. Jaraknya 4,5 kilometer dengan medan bervariasi dari semak belukar, hutan bambu, sawah, kampung dan bantaran sungai. Waktu tempuh dengan sedikit break adalah sekitar 2 jam. Tak ada tiket, asal tak masuk ke prasasti curug Dago.

4. Hutan Kota Babakan Siliwangi

Sebenarnya lebih merupakan taman daripada jalur hiking, namun untuk jalan-jalan merasakan suasana hutan atauĀ  mengenalkan anak ke alam sambil sedikit olahraga akan cukup menyenangkan karena rimbun oleh pepohonan dengan area berjalan dari kayu yang cukup artistik. Tak ada tiket masuk, hanya bayar parkir di lokasi.

5. Kebun Binatang

Tentu sudah tak asing dengan tempat di jalan Tamansari ini karena sudah menjadi tujuan wisata, namunĀ  bila menghindari weekend atau hari libur maka berjalan-jalan diantara keteduhan pohon dan suara-suara hutan tetap menyenangkan. Tiket masuk Rp 20.000

6. Tahura – Maribaya

Jalur ini merupakan trek tradisional yang populer bagi penyuka hiking kota dimana pengunjung dimanjakan oleh suasana hutan yang rimbun sepanjang jalan setapak. Bila sampai Maribaya jaraknya sekitar 5 kilometer, namun banyak pilihan tempat bila tak berencana berjalan sejauh itu misalnya gua Belanda. Tiket masuk terusan Rp 12.000 (termasuk curug Dago & tebing Keraton)

7. Tahura Batu Garok

Bila bosan dengan jalur paving blok Tahura yang menuju Maribaya maka alternatifnya adalah melalui jalur hutan yang terletak diatasnya. Aksesnya berada disebelah atas lagi dari Tahura, tepatnya jalan menuju tebing Keraton. Jalur menurun ini nanti bertemu jalur pavling blok di area warung-warung sebelum jembatan Maribaya. Belum ada tiket masuk.

8. Tebing Keraton

Jalur hiking menuju tebing Keraton dimulai dari ujung jalan Dago, tepatnya di daerah Warung Bandrek. Walau jalan beton mulus sepanjang satu kilometer menuju tebing Keraton namun mobil dilarang masuk sehingga pengunjung harus berjalan kaki. Tentu ada ojek yang siap mengantar dengan tarif Rp 30.000 namun bukan hiking namanya dong šŸ™‚ . Sebenarnya ada jalur pipa melipir tebing yang agak jauh dibawah jalan, nanti keluar di area perkemahan tebing Keraton namun medannya tak aman sehingga tidak direkomendasikan. Tiket masuk terusan Rp 12.000 (termasuk curug Dago & Tahura)

@districtonebdg

 

Loop Trail Cantik Mengelilingi Gunung Manglayang

Tak semua orang memandang puncak sebagai tujuan utama dalam hiking di pegunungan. Berbagai jalur hiking terkenal di dunia seperti Inca trail di Peru, Grand Canyon di Amerika atau Tiger Leaping Gorge di China hanya melipir saja di pegunungan melakukan perjalanan konturing. Perjalanan seperti ini bukannya tak menemui medan naik turun, hanya saja puncak bukan bukan tujuan melainkan sebuah perjalanan enduranceĀ  -yang bagi tak terbiasa- melelahkan fisik dan mental. Namun justru itulah yang dicari para endurance seeker, bukan cuma sebuah klimaks sejenak di puncak.

Salah satu hiking trail terbaik di Bandung adalah sekitar gunung Manglayang dan menurut kami jalur loop ini adalah best kept secretĀ  yang sepi peminat. Lupakan sejenak puncak-puncaknya namun telusurilah jalan setapak di punggungannya. Bisa jadi sebuah pengalaman tersendiri, bahkan dapat menjadi ajang latihan sebuah perjalanan endurance.

Banyak tempat untuk memulai namun menurut kami start dari Barubeureum adalah pilihan yang baik. Bila membawa kendaraan bisa dititip di homestay, dan disini bisa bersih-bersih sepulangnya.Ā  Mulailah sepagi mungkin karena jalur mengelilingi gunung Manglayang ini cukup panjang apalagi bila diselingi istirahat di berbagai tempat yang tampaknya tak akan terhindarkan mengingat banyak spot indah terlalui.

Loop trail iniĀ  aman untuk dilalui, banyak pondok pekebun dan jalur evakuasi bila diperlukan. Demikian juga warung setiap lima kilometer dipastikan ada bila memerlukan infus kalori hehe.. Arah nya juga cukup mudah, jaga agar gunung Manglayang tetap berada di kiri terus atau kanan terus, tergantung kita bergerak searah atau berlawanan arah dengan jarum jam.Ā  Ingat, jangan tergoda naik ke puncak melainkan terus melipir di punggungan.

Jalurnya sendiri kurang lebih Barubeureum (bukan camping groundnya loh) – hutan bambu – bertemu jalur dari Palintang – ambil arah menuju curug Cilengkrang – buper Batu Kuda – Kiarapayung – Barubeureum. Jarak tempuhnyaĀ  20 km lebih jadi cocok juga bagi yang ingin berlatih trail running kategoriĀ  half marathon. Ajaklah teman yang familiar dengan kontur Manglayang bila belum pernah kesini atau ditemani guide berpengalaman. @districtonebdg

 

Melipir Bukit Dari Cilengkrang ke Batu Kuda

Sejak mengenal jalur Cilengkrang, telah timbulĀ  rasa penasaran untuk mencari jalur ke buper Batu Kuda. Bukan menuju jalur pendakian Manglayang yang datang dari arah Batu Kuda, tapi jalur shortcut menuju bumi perkemahannya. Dari sisi ketinggian rasanya kawasan pinus curug Cilengkrang dan buper Batu Kuda ini tak jauh berbeda, sehingga kami menerka jalurnya akan landai melipir bukit.

Maka suatu hari kami pun menuntaskan kepenasaran mencari jalur melipir ini. Sebuah warung yang biasa menjadi chek point favorit disini kembali jadi lokasi start untuk memulai. Warung ini berlokasi tepat setelah tanjakan terahirĀ  menuju curug Cilengkrang. Setelah menitipkan motor, jalur setapak yang berada disebelah kiri warung menuntunĀ  sebuah perjalanan konturing.

Konturing di perbukitan bukanlah navigasi medan yang rumit, lebih mirip belok kiri dan kanan bila berkendara di jalan bila sudah tahu tempat yang dituju. Tinggal mengarahĀ  ke tujuan dengan memelihara posisi ketinggian.Ā  Mudah bukan? Tentu akan rumit jadinya bila kita tak tahu posisi sedang dimana dan tujuan kita kemana. Problem semacam itu memerlukan kalkulasi kecil sudut kompas di petaĀ  yang disebut resection dan intersection yang saya pun sudah lupa caranya šŸ˜€

Maka dari chek point warung kami pun mengunci arah Batu Kuda. Posisinya berada di sebelah Timur dari Cilengkrang, jadi tinggal menuju kesana melewati jalur melipir bukit. Menuju arah Batu Kuda, untuk gampangnya dari warung lurus saja terus hingga menemukan jalur setapak sebuah puncak punggungan. Ikuti terus jalur setapak ini dengan terus menuju posisi Batu Kuda di sebelah Timur, jangan terlalu naik ke punggungan atau turun ke lembah. Ikuti dengan santai jalur landai di perbukitan dan nikmati pemandangannya.

Chek point utamanya adalah sebuah villa yang terletak di punggungan bukit. Usahakan menemukan villa yang terletak setelah kebun kopi ini, maka dibaliknya adalah jalur setapak yang mengarah ke Batu Kuda. Darisini tak sampai setengah jam lagi akan sampai di bumi perkemahan.

Menuju lokasi curug Cilengkrang sendiri, dariĀ  alun-alun Ujungberung kearah Cileunyi nanti akan menjumpai jalan Cilengkrang I di sebelah kiri. Perjalanan menanjak sepanjang empat kilometer, awasilah petunjuk jalan maka kita akan sampai di arena outbond Manglayang Camp. Ikuti terus jalan menanjak ini, maka akan sampai di warung yang disebutkan tadi. Sedikit tips, bila suka lalapan segar maka lotek disini rasanya juara dengan porsi nasi yang tak pelit. Cocok untuk memulihkan tenaga usai melipir perbukitan. @districtonebdg

Jalur Menuju Gunung Lingkung dari Puncak Eurad

Baru bergerak dariĀ  Metro jam 9 pagi lebih, saya maklum pasti telat hingga meeting point di Puncak Eurad. Namun melewati jalur Ujungberung ke Lembang, rasanya enggan memacu motor. Pemandangan sepanjang jalur terlalu cantik untuk dilewati begitu saja, maka saya pun membawa motor berlenggang kangkung saja seraya menikmati hawa sejuk dan pemandangan indah disini. Terkadang berhenti sejenak mengabadikan suasana hehe. Seperti sudah diduga, kala sampai di Puncak Eurad, ternyata sudah ditinggal šŸ˜€ .

Atos arangkat,” kata teteh penjaga warung.

Aya saparapat jam kalangkung?” tanya saya memastikan. “Muhun,” ujarnya melihat jam sekarang 10:45.

Ah baru 15 menit di depan, tak terlalu mengkhawatirkan hehe. Saya pun duduk-duduk dulu di warung sambil memesan minuman bandrek. Sebetulnya sedari perjalanan sudah terbayang akan memesan roti bakar, namun… “Teu acan balanja,” ujar si teteh meredupkan harapan.

Setelah menikmati bandrek panas dan sos-ped sebentar, saya pun permisi mengejar rombongan ke gunung Lingkung. Menurut kalkulasi, jalur setapak ke gunung Lingkung tak akan sampai sejam. Bila sambil nyasar mencari-cari jalur paling lama dua jam. Jadi kemungkinan akan berpapasan dihutan.. atau tidak bertemu sama sekali haha.. maka saya pun menitip pesan, “Teh pami rombongan tos dugi deui ka warung, saurkeun we sina aruih. Teu kedah ngantosan.”

Bagi yang belum tahu, Puncak Eurad berada “dibelakang” CikoleĀ  yaitu dengan melewati jalan Cicalung/Pasar Ahad yang menuju Cikendung. Menuju Cicalung, dari jalan raya Bandung-Subang belok ke arah Timur (jalan Pasar Ahad/Cikareumbi) atau bila dari arah Lembang/Maribaya ambil jalan menanjak ke Utara (jalan Ciputri/Cicalung). Puncak Eurad kini menjadi tempat yang ideal untuk dilewati berbagai aktifitas outdoor. Kegiatan hiking, gowes, trail running sering melewati kawasan ini dengan tujuan berbagai arah antara lain menuju Cikole, gunung Lingkung atau bahkan jalan Cagak.

Dari Puncak Eurad menuju Gunung Lingkung jalurnya mengikuti setapak yang melipir ke arah hutan, tepat disamping warung. Sebuah rebahan pohon jatuh menutup jalan, terpaksa beringsut jalan jongkok. Tak berapa lama kemudian sampai di pertigaan, bila ke kiri akan menuju ke Cikole maka ambil ke kanan. Ikuti terus jalur di punggungan ini, nanti akan ada beberapa jalur yang tampak serupa. Namun jangan tergoda untuk mengambil ke kiri karena secara kontur gunung Lingkung pasti akan berada disebelah kanan. Bila merasa kurang yakin, cari dan ikuti beberapa petunjuk jalur sepeda MTB yang masih tampak jelas di pepohonan.

Berawal dari keinginan untuk bergerak efisien, dalam sebuah survey pergerakan rombongan besar terasa lamban. Maka pergerakan 1-3 orang dirasa lebih maksimal. Berjalan sendiri di hutan, sebetulnya cukup menyenangkan. Seolah ada bagian komunikasi tak kentara antara suasana hutan dengan jiwa yang menentramkan hati. Namun kalau malam-malam ogah juga sepertinya.

Perjalanan sedikit menanjak, maklum namanya juga menuju gunung (walau sebenarnya bukit).Ā  Jalurnya rimbun dan sepi, dengan lembah di kiri dan kanannya. Artinya kita sedang berjalan di punggungan, ini pertanda yang baik menuju puncak. Saat sedang berjalan celingukan menyusuri jalur, tiba-tiba tampak Bobby di depan dan Bais di belakangnyan. Ah rupanya mereka sudah kembali dari gunung Lingkung.

Paling 10 menit deui ti dieu,” ujar Bobby. Jalur setapak menuju gunung Lingkung ini akan bertemu dengan jalur setapak dari Cikole tepat dibawah puncakan. Bila akan ke lapangan datar di puncaknya, tinggal naik sedikit. Namun karena sudah terbayang, jalurnya sayapun tak meneruskan perjalanan melainkan ikut turun bersama kembali ke warung. Buat apa repot-repot toh. @districtonebdg

 

 

 

Meraba Jalan di Gunung Kramat

Cek point terbaik untuk memulai hiking menuju curug Cibareubeuy menurut kami adalah jalan akses masuk ke Gracia resort. Tentu saja bukan di resortnya ^_^Ā  melainkan di warung-warung bersahaja di perkebunan teh sekitarnya. Pemandangan kebun teh yang hijau menyejukkan mata, warung yang menyediakan tempat lesehan dan parkir yang luas. Kalau makanan sih sebenarnya biasa saja, namun suasananya lebih tentram memberi nilai lebih.

Karena bukan jalan utama suasananya jauh lebih sepi dibanding starting point lain di Cibeusi, Wates ataupun Treetop Cikole. Bila terlalu lama di warung ada kalanya terbersit godaan untuk lebih berlama-lama lagi disini hehe.. Lagipula tak ada tiket masuk disini karena bukan tempat wisata, melainkan parkir seikhlasnya. Bahkan kalau jajannya tak pelit, empunya warung akan tampak mengabaikannya.

Hiking kali ini memang tak berniat menuju curug melainkan hit and run menelusuri jalan setapak sekitar perkebunan teh ini. Hanya mengalokasikan waktu 2-3 jam kami realistis saja tak akan terlalu jauh berjalan. Lagipula tak terhitung banyak jalur yang berseliweran disini, namun kami lebih tertarik jalan setapak yang langsung menuju hutan.Ā  Two roads diverged in a wood, and I- I took the one less traveled by and that has made all difference.

Cuaca yang suram menjadikan bukit-bukit berhutan lebat didepan tampak misterius. Kabut tampak datang dan pergi di puncaknya dan hanya tinggal waktu hujan tampak akan turun. Walau ingin berlama-lama di warung, tanpa terasa tiba-tiba saja kami bertiga sudah sampai di perbatasan hutan ( hebat, kan heheh..). Berbekal sepotong info tak jelas dari pekebun ” pilari we Kaliandra, teras aya kebon kopi lebet we ka leuweung”.Ā  Itu bahasa Spanyol, kalau Indonesianya kurang lebih cari pohon Kaliandra, nanti ada kebun kopi masuk aja ke hutan. Yah, dalam suatu survey, informasi paling tak jelas pun patut disyukuri.

“Nu kumaha tangkal Kaliandra teh?” tanya Bar. Memang na uing teh dosen Biologi, pikirnya. “Teuing atuh,” Bais dan Panji juga geleng-geleng.

Namun akhirnya sampai juga di kebun kopi, yang berbatasan langsung dengan hutan. Tanpa map, aplikasi GPS bahkan kompas ketiganya pede saja masuk ke hutan. Lieur lah GPS sagala barenage, ujar Bar yang lebih mengandalkan pendekatan old school. Konturing we, katanya. Bukan Conjuring lho.

Jalan setapak yang berlawanan arah membuat bimbang, akhirnya dipilihlah jalur yang menuju ke bukit. Perjalanan menanjak pun dilewati lebih dari setengah jam. Bagi yang tak terbiasa, jalur-jalur ini akan tampak sama dan memang serupa. Disarankan berhati-hati.

Hampir satu jam berjalan push tanpa henti kami tiba di semacam arena datar, mungkin puncakan kecil karena medan mulai landai.Ā  Ini cukup melegakan, sampai tiba-tiba dalam suasana berkabut ini hujan turun. Suasana hutan menjadi lebih misterius. Kamipun bersitirahat di puncakan sambil menilai situasi. Melongok bukit dan jurang sekitar, mempertimbangkan lokasi berada.

 

Bila diteruskan, tampaknya jalur setapak ini akan bertemu dengan jalur dari Wates yang menuju curug Cibareubeuy. Bila demikian sangat mungkin akan ada semacam pertigaan beberapa waktu ke depan. Dan posisi kami tampaknya berada di sekitar gunung Kramat. Merasa puas dengan penilaian ini, kami memutuskan balik kanan mengingat tenggat waktu dua jam pun sudah terlampaui. Tinggal waktu satu jam untuk turun. Walau masih dibalut rasa penasaran kami pun kembai ke warung di kebun teh, sambil berjanji suatu hari akan menuntaskan jalur ini.

Dua hari kemudian, kami bertemu Bobby yang baru menyelesaikan survei jalur di sekitar itu. Ia melewati jalur dari Cibeusi menuju curug, namun berbelok kanan di kawasan hutan Batu Tapak lalu mengikuti jalur menanjak hingga gunung Kramat lalu keluar di kawasan Wates. Artinya penilaian kami tak terlalu salah, bila diteruskan memang kedua jalur itu bertemu di gunung Kramat. Tentu saja, asumsi ini harus diverifikasi dengan survey yang sebenarnya suatu hari nanti. @districtonebdg

CBET, Sosped dan Cek Point Warung

Community Based Eco-Tourism (CBET) merupakan suatu pendekatan pembangunan pariwisata yang menekankan pada peran aktif masyarakat lokal (baik yang terlibat langsung dalam industri pariwisata maupun tidak) dalam bentuk memberikan kesempatan dalam manajemen dan pembangunan pariwista, termasuk dalam pembagian keuntungan dari kegitan pariwisata yang lebih adil bagi masyarakat lokal. Gagasan tersebut sebagai wujud perhatian yang kritis pada pembangunan pariwisata yang seringkali mengabaikan hak masyarakat lokal di daerah tujuan wisata (Suansri ,2003).

Melibatkan penduduk lokal pada dunia kepariwisataan sangatlah penting, jangan sampai masyarakat sekitar hanya menjadi ā€˜penonton’ atau bahkan ā€˜korban’ dari sebuah kegiatan wisata dalam wilayahnya. Saling berinteraksi, berbaur antara wisatawan dan masyarakat lokal selayaknya haruslah terjadi karena dengan demikian akan membuat sebuah ikatan emosional yang saling menguntungkan.

Konsep ini merupakan pendukung bagi tipe kegiatan wisata adventure travel, dimana para turis atau wisatawan biasanya mengunjungi pedesaan atau perkampungan sederhana. Para turis yang biasanya merupakan penduduk perkotaan seyogyanya tidaklah berlaku sebagai ā€˜pendatang kaku’ yang berperilaku hanya sebagai ā€˜penikmat’ atau pengeksplore sebuah pedesaaan atau perkampungan. Akan tetapi selayaknya para wisatawan di sini memposisikan diri sebagai sebagai seorang sahabat terhadap penduduk lokal yang dapat memberikan ā€˜keuntungan’ baik secara material maunpun immaterial.

dok 2021

Dalam setiap kunjungan pertamanya saat mengunjungi sebuah pedesaan atau perkampungan, team District One selalu melakukan pendekatan personal terhadap penduduk lokal yang diistilahkan sebagai ā€˜sosped’ atau sosial-pedesaan dengan berinteraksi di warung-warung sekitar. Perbincangan sepeminuman kopi di sebuah warung lokal seringkali memberi kesan tersendiri baik bagi kami maupun penduduk sekitar. Dari sini kita dapat saling memberi keuntungan, kami mendapat informasi mengenai sebuah destinasi dan mereka mendapat keuntungan secara ekonomi.

Seringkali dengan konsep seperti ini, kamiĀ  mendapat sahabat baru sehingga memudahkan untuk mendapat tempat singgah yang layak untuk tamu-tamu yang dibawa. Dengan berbekal konsep ini, membuat kami bisa menjalin silaturahim secara alami dan tidak ā€˜kaku’.

Bagi kami keramahan warung lokal lebih mengena di hati dibanding keramahan Alfamart, Indomart atau mart-mart yang lain… karena keramahan sebuah penduduk pedesaan tidak bertendensi apapun selain sebuah transaksi jual beli sederhana dan persahabatan. (Bayu Ismayudi/DO)

CURUG CIPALASARI, SURGA TERSEMBUNYI DI LERENG BURANGRANG

Bila kita melakukan pendakian Gn. Burangrang dari arah barat melalui desa Nyalindung, kita akan menemukan dua jalur terpisah dengan petunjuk yang berbeda.

Jalur yang satu menunjukkan arah menuju puncak Burangrang, sedangkan jalur lainnya menunjukkan arah menuju air terjun Cipalasari atau Curug Cipalasari.

Curug Cipalasari ini kurang begitu populer dibandingkan dengan puncak Burangrang yang merupakan tujuan prestisius bagi para penggiat alam bebas walaupun bagi kami itu merupakan destinasi yang mainstream. Kali ini kami, team District One mencoba mengunjungi curug Cipalasari ini yang bagi kami sebuah destinasi yang tidak mainstream.

Mengingat jalan dan lahan parkir yang sempit, sebaiknya kesini memakai motor saja.Ā  Maka usai memarkirkan motor di pos utama gn. Burangrang yang terletak di desa Nyalindung, kami mulai bergerak menyusuri ladang sayuran. Setelah melewati gapura gerbang Curug Cipalasari, kami mulai memasuki jalan setapak kawasan hutan sekunder. Cuaca yang sejuk menemani selama perjalanan, beberapa kali para pencari kayu bakar dan rumput berpapasan dengan kami yang disambut sedikit sapaan hangat.

Sepanjang perjalan terdapat tiga shelter peristirahatan bagi para pelancong, satu shelter dikelilingi pepohonan yang menyejukkan yang terletak di area bawah dan dua shelter berikutnya terletak di area atas yang dari situ kita dapat menikmati view yang memanjakan mata. Puncak Burangrang yang berkabut bisa dinikmati di area itu sementara di seberangnya terhampar pemandangan kota bernaung awan.

Selepas dari area itu, kita memasuki jalur berbatu yang berlumut dan sedikit curam, jalur ini dikelilingi hutan semak yang mengharuskan kami berjalan agak merunduk.

Tidak lama setelah menyeberangi sungai kecil yang menghadang, trek berbatu mulai menanjak, sebelum akhirnya kita disuguhi penampakkan air terjun yang tinggi… Curug Cipalasari. Air terjun yang lumayan indah dan tidak begitu sering terjamah, saat itu kami serasa memasuki area privasi karena memang tidak ada pengunjung lain selain kami. Air terjun yang jernih dan dikelilingi rerimbunan pohon seolah surga tersembunyi di lereng Burangrang.

Dan akhirnya ritual memasak dan sepeminuman kopi panas di pinggiran air terjun mengakhiri perjalan kami saat itu. (Bayu Ismayudi/DO)

Waterfall Trail Panaruban : Curug Mandala ke Curug Sadim

Di balik hamparan perkebunan teh di wilayah PTPN Nusantara VIII, Ciater, Kab. Subang ternyata menyimpan keindahan tersembunyi berupa air terjun yang mempesona, selain aliran sungainya yang jernih serta pemandangan menawan sejauh mata memandang.

Jika kita memasuki gerbang gapura PTPN Nusantara VIII, kurang lebih 100m dari situ kita akan menjumpai pabrik teh dan cafe Tea Huisse, dari balkon cafe ini kita bisa langsung memandang lepas ke hamparan perkebunan teh. Di bawah balkon itu terdapat jalur koral yang membelah perkebunan teh dan berujung di air terjun Mandala atau curug Mandala.

Sepanjang perjalanan kita bisa menyaksikan para ibu pemetik teh tengah melakukan aktifitasnya, selain tentu saja bisa berdialog langsung dengan mereka sebagai bentuk Community based eccoturism (CBET). Sebuah konsep turism yang menekankan pada pendekatan terhadap masyarakat lokal, berbaur bersama mereka, bertransaksi di warung-warung mereka, bahkan pada kondisi tertentu mungkin menginap di rumah-rumah mereka.

Jika kita telah tiba di Curug Mandala, yang merupakan ujung dari perkebunan teh tersebut, kita akan disuguhi aliran sungai yang jernih dan menyejukan. Di seberang sungai itu terdapat dua jalur bercabang, yang satu mengarah ke bawah menuju curug Mandala dan yang satu lagi setelah kami telusuri ternyata tembus di Curug Sadim yang berjarak kurang lebih 2 km menyusuri hutan sekunder.

Kondisi kedua curug ini sangat berbeda, curug Mandala suasananya cenderung sepi, jarang dikunjungi karena mungkin aksesnya berupa koral dan sedikit terjal. Sedangkan akses ke curug Sadim relatif mudah karena bisa melalui jalanan aspal mulus Panaruban. (Bayu Ismayudi/DO)

 

Menuju Curug Cibareubeuy via Jalur Gracia

Ada pepatah mengatakan…”Banyak jalan menuju Roma”…dan bagi kami team District One mempunyai pepatah sendiriĀ … “Banyak jalan menuju curug Cibareubeuy”.

Sejak tahun 2015 lalu, team District One telah memanuver Curug Cibareubeuy dan Kampung Senyumnya dari jalur Wates (seberang gate Tangkuban Parahu), Cikole Treetop, Batu Ringgit, Gunung Lingkung dan tentu saja Desa Cibeusi (jalur mainstream). Kali ini pada awal 2017, kami bermanuver lewat jalur perkebunan teh resort Gracia. Curug Cibareubeuy adalah sebuah destinasi wisata air terjun Ā di kawasan Ciater, kabupaten Subang.

Sebenarnya jalur Gracia ini sudah sejak lama menjadi incaran, namun baru kali ini berkesempatan menyelesaikannya. Kami memulai hiking dari warung terakhir yang terletak di pinggir lapangan bola, setelah sebelumnya seperti biasa mengeluarkan jurus sos-ped terlebih dahulu supaya nyamanĀ menitipkan kendaraan disini.

Hamparan perkebunan teh yang hijau mengawali langkah kami sebelum akhirnya konturing di perbukitan lebat. Setelah memasuki hutanĀ  view yang kami laluiĀ  hijau dan rimbun memanjakan mata. Perjalanan melipir bukit sesekali bertemu aliran sungai kecil yang hampir kering, hingga akhirnya tiba pada vegetasi hutan khas wilayah utara kota Bandung, hijau dan berlumut dengan pohon-pohon yang tinggi dan rimbun.

Dalam perjalanan kami menemukan rumpun pohon bambu yang tumbang akibat angin besar yang menutupi jalur setapak sehingga mengharuskan kami untuk sedikit melambung untuk bisa kembali menyusuri trek.

Dua jam kami berjalan hingga akhirnya kami menemukan jalur persimpangan antara Curug Cibareubeuy dan desa Cibeusi yang sudah kami kenali yatuĀ  sebuah shelter permanen dan pos terbengkalai bercat merah. Disini juga terdapat batu keramat yang oleh warga setempat disebut Batu Tapak. Darisini kemudianĀ  perjalanan dilanjutkan menuju curug Cibihak atau Pandawa sebuah destinasi wisata yang terletak berdampingan dengan curug Cibareubeuy. (Bayu Ismayudi/DO)

dok 2020