AADC – Ada Apa Dengan Chao Praya

Perkenalan pertama dengan sungai Chao Praya tak bisa dibilang manis,  kala tahun 2011 sungai ini merendam sebagian kota Bangkok selama berminggu-minggu. Walau kala itu Bangkok hanya sebagai tempat persinggahan sebelum melanjutkan perjalanan ke Laos, kesan Chao Praya tertanam mendalam. Dua tahun kemudian kala kembali ke Bangkok, hanya dari pinggiran nya saja memandang riak sungai ini dari kawasan Khaosan.  Setelah itu tak sekalipun kesana lagi, walau berkali-kali menginjakkan kaki di kota ini semasa tour Indochina.

Baru di tahun 2017 melangkahkan kaki dari stasiun KA Hualamphong ke dermaga Ratchawong karena merupakan moda transport termurah menuju ke Wat Arun dan Wat Po.  Sejak itu barulah beberapa kali menyusuri sungai Chao Praya lalu sedikit demi sedikit merasakan persahabatan dengan sungai yang dulu menunda perjalanan kami berminggu-minggu itu.

Sejak belajar mendayung di sungai Citarum dulu, sejak itu pula  saya merasa dekat dengan sungai dan selalu merasakan kekuatan alirannya.  Kekuatan yang dibawanya tidak menakutkan, melainkan mengagumkan. Aliran yang tenang namun penuh tenaga itu seperti kepribadian yang bersahaja.

Kesan pertama kala di pier Ratchawong adalah takjub dengan melimpahnya ikan-ikan di pinggir sungai. Ukurannya besar-besar karena tak pernah ditangkapi, bahkan beberapa kali tampak ditaburi pelet. Tentu saja menimbulkan kegaduhan tersendiri di pinggir sungai kala pelet ditaburkan.

Tiba-tiba saya menyadari bahwa Chao Praya adalah sungai besar di Indochina yang paling sering dikunjungi. Aneh bahwa selama di Saigon saya tak pernah menyusuri sungai Saigon yang besar itu.  Sungai Mekong beberapa kali disambangi namun sangat insidental, sementara Chao Praya dilongok tiap kali ke Bangkok. Tak lengkap rasanya bila tak menyapa Chao Praya saat kembali ke kota metropolitan ini. Mungkin karena secara tak sadar melarikan diri dari gemerlap kosmopolitan Bangkok kedalam pelukan bersahaja Chao Praya. Bukan kah tiap orang pada dasarnya merindukan kesahajaan? Atau mungkin saya merindukan Citarum dan sungai-sungai yang pernah membesarkan saya di alirannya? Entahlah..

Saya pun teringat pada puisi rindu pada Chao Praya karya seorang teman :

 

 

Bagaimana Kabar Chao Praya Hari Ini?

Apakah air sungainya kini meluap luap

seperti perasaan yang bergejolak ini mencari cari muara.

Birukah langitnya? Di sini mendung menggelayut

hanyut dengan kantung kantung mata didalamnya, 

sisa isak tangis di malam tadi.

Aku ingin tahu.

Apakah  senja di Chao Praya kali ini sangat romantis?

Menguningkah langitnya?

Di sini senja berwarna abu-abu. Seburam pikiranku akan masa depanku.

Rupanya hujan tidak dapat membasuhnya menjadi pelangi.

Hanya gemericik suaranyalah yang bisa memberikan seulas senyum.

Senyum harapan menanti .

 

 

 

 

Sejarah yang Ingin Dilupakan di Tahun Baru Tet

Suatu hari di tahun 2012 kami pernah datang ke Vietnam dan betapa terkejutnya melihat pertokoan yang tutup seperti layaknya menjelang lebaran disini. Belakangan diketahui bahwa Imlek atau Tet disana sama seperti Lebaran di Indonesia, perayaannya bisa sangat panjang mempengaruhi aktifitas kota. Seminggu sebelum dan seminggu setelah Imlek dipastikan hanya itu fokus warganya. Sejak saat itu  Tahun Baru Imlek atau Tet selalu menjadi acuan bila akan mengunjungi negara-negara yang merayakannya.

Tết Nguyên Đán atau lebih umum dikenal sebagai Tết, adalah perayaan tahun baru di Vietnam. Tahun baru Tết merupakan hari raya terpenting di Vietnam yang sudah dirayakan sejak tahun 500 SM.

Vietnam memang merayakan Tet namun mereka tak ingin mengingat-ingat Tet Offensive yang legendaris itu, terutama warga yang berada di bagian Selatan. Tet Offensive adalah operasi penyerangan oleh Vietcong ke berbagai posisi strategis di Vietnam Selatan pada masa Perang Vietnam  yang waktunya bertepatan dengan malam Tahun Baru Tet pada tahun 1968.

Bagi sebagian yang  mengalaminya, hari-hari itu adalah masa yang suram. Sangat jarang warga yang bersedia membicarakannya kepada orang asing, seolah ingin melupakan saja tragedi yang memakan korban ratusan ribu orang itu. Barangkali seperti Indonesia yang tak ingin banyak bercerita perihal masa pergolakan tahun 1965.

Ketika penasaran menanyakannya kepada seorang teman di Saigon yang mengalami masa itu, sejenak ia terdiam dan menceritakan dengan getir suramnya hari-hari itu dilalui bersama keluarganya. Hanya dalam hitungan hari ia kehilangan beberapa orang terdekat. Sikap ini seperti mewakili sebagian besar warga di Saigon, Hue  dan Vietnam Selatan pada umumnya. Merasakan nada getir dalam ceritanya, saya pun tak lagi pernah menyinggung hal tersebut kepada siapapun disana. Bila ada tips Do & Don’t bepergian di Vietnam, maka salah satunya mestinya adalah jangan banyak bertanya tentang Tet Offensive, lebih baik ucapkan selamat Tahun Baru Tet saja seraya menikmati pemandangan bunga bermekaran di taman-taman kota Saigon.

@districtonebdg

 

Blitzkrieg Jalur Darat Melaka-Kuala Lumpur-Penang

Setelah beberapa waktu lalu melakukan perjalanan darat dari Singapura ke Kuala Lumpur, kali ini meneruskan rute darat ke Penang. Diharapkan rute darat ini akan menyambung terus hingga ke Utara. Entah Utara sebelah mana, mungkin kutub Utara 😀 Memang menyambungkan rute ini tak dilakukan dengan terburu-buru melainkan memakai Himalayan tactic slow but sure hahaha.

Nah setelah penerbangan dari Bandung dan tiba di KLIA langsung membeli tiket bis ke Melaka di konter tiket bis. Harganya 25 RM mahal juga padahal cuma 2 jam perjalanan. Tak apalah karena tak tahu mesti pake apa kesana selain bis. Setiba di Melaka cukup terkesan juga dengan terminalnya yang tertata. Setelah ormed sejenak lalu mencari bis no 17 yang didaulat sebagai bis paling berguna buat turis. Memang dengan 2 RM sudah sampai ke pusat kota, tepatnya di area sekitar Stadhuys dimana gedung-gedung heritage bercat merah menjadi ikon kota. Di banyak tempat dijumpai tulisan ‘Don’t Mess with Melaka’ entah apa maksudnya.

Seperti biasa, prioritas pertama adalah mencari penginapan yang telah dibooking sebelumnya. Biasanya protapnya adalah mendekat ke lokasi lalu ngopi-ngopi dulu. Setelah perut terisi lalu baru menanyakan alamat. Walau tak selalu berhasil, trik ini sering membantu.  Sebuah tempat makan Melayu India yang tampak menjadi langganan warga lokal, Madras Cafe , menarik perhatian saya untuk mangkal sebentar. Setelah angin diperut sedikit terusir oleh capati dan kopi O, saya pun menanyakan lokasi penginapan Yote Hostel. Ternyata dekat dari situ hanya sepelemparan batu, syukurlah. Karena sudah sore, istirahat sebentar di hotel. Malamnya baru keluyuran lagi ke kota yang rupanya sepi kalau sudah gelap.

Esoknya sengaja cek out pagi-pagi karena rencana setelah walking tour  akan langsung menuju Kuala Lumpur. Rute jalan kaki ini yaitu menyusuri sungai Melaka menuju pantai, lumayan juga berkeringat karena pulang pergi. Setelah merasa cukup melihat-lihat kota, kembali menyetop bis no 17 untuk kembali ke terminal lalu mencari bis yang menuju TBS ( Terminal Bersepadu Selatan) di Kuala Lumpur. Kebetulan sedang ada tiket bis yang promo seharga 10 RM. Tak disia-siakan segera saja disambar. Aneh juga bahwa tarif bis bandara KLIA-Melaka dua kali lebih mahal daripada tarif bis  Melaka-Kuala Lumpur yang jaraknya hampir dua kali lebih jauh. Dari TBS perjalanan dilanjutkan ke Sentral lalu mencari MRT kearah Bukit Bintang.

Seperti biasa kalau di Kuala Lumpur saya melipir ke Bukit Bintang, karena memang tak terlalu hapal juga wilayah lainnya. Nah, esok hari rencananya akan eksplore kota namun ternyata baru menyadari bahwa besok harus sudah ke Penang. Maka setelah menyimpan barang di penginapan Greenforest jadinya hanya jalan-jalan saja sekitar Bukit Bintang malamnya. Oya, bila menginap di hotel murah yang cukup cantik ini lebih dekat turun di stasiun MRT Raja Chulan daripada di stasiun MRT Bukit Bintang. Esok paginya setelah sarapan di hotel, kembali ke TBS mencari bis ke Penang. Di terminal yang megah ini, ternyata jadwal bis ke Butterworth (Penang) tetap saja ngaret 😀 setelah dua jam baru ada bis aplusannya.

Perjalanan Kuala Lumpur-Penang sekitar 5 jam dengan istirahat sekali disebuah rest area. Jelang maghrib tiba di Butterworth setelah dioper ke bis lain karena ternyata bis yang dinaiki tujuan Sungai Nibong bukan Butterworth. Walau sama-sama di pulau Penang, jaraknya cukup jauh. Di Butterworth terminal bis letaknya berdekatan dengan stasiun kereta dan pelabuhan ferry, jadi tinggal berjalan kaki menuju kapal ferry yang akan menuju pulau Penang. Setiba di seberang (Georgetown) sebenarnya tinggal berjalan karena letak pelabuhan ke kota tua ini tak jauh. Namun bis kota RapidPenang bisa dimanfaatkan bila ingin sejenak mengistirahatkan kaki. Kalau tidak salah bis 401 yang melewati Little India, namun saran saya jalan saja setelah sedikit mempelajari peta karena tak terlalu jauh.

Penginapan yang dibooking yaitu Red Inn Court di kawasan Little India ternyata gampang ditemukan, berada di jalan utama sekitar mesjid. Karena sudah sore, seperti biasa memulihkan kondisi dulu sebelum jalan-jalan malam. Besoknya pagi-pagi hujan kembali turun dengan deras. Tak ada pilihan terpaksa walking tour secara hit and run, karena siang hari harus sudah meninggalkan Penang. Setelah melewati jalur walk of faith di Georgetown lalu kembali ke hotel, cek out kemudian memakai bis 401 ke bandara Bayan Lepas. Pulang? Bukan bos, hari itu masih lama. Flight menuju Vietnam 🙂

Ketiga kota Melaka, Kuala Lumpur, dan Penang masing-masing disinggahi tak sampai 24 jam, karena jadwal blitzkrieg memang selalu ringkas. Namun tujuan perjalanan ini memang bukanlah mengeksplore kota melainkan terutama eksplore jalur, karena -entah kenapa- punya firasat bahwa jalur ini kelak akan sering dilalui kemudian hari. Just my feeling.

@districtonebdg

 

Jalur Darat Indochina ke Kunming

Beberapa kali perjalanan melipir perbatasan di Indochina membuka mata bahwa menerobos ke China bukan hal yang terlalu sulit, bahkan menjadi kepenasaran tersendiri. Dua kota utama di Selatan yang terhubung ke Indochina adalah Kunming dan Nanning. Jalur utama menuju Kunming, ibukota provinsi Yunan di China Selatan adalah melalui Vietnam dan Laos, sementara jalur dari Myanmar sampai tulisan ini dibuat bisa dikatakan masih tertutup bagi turis.

Bila memakai jalur Vietnam, flight internasional terdekatnya adalah kota Hanoi lalu memakai kereta api ke Lao Cai. Setelah menyeberangi pos perbatasan Lao Cai-Hekou maka memakai bis ke Kunming. Sementara bila memakai jalur Laos, maka flght internasional terdekatnya bisa dari kota Luang Prabang (Laos) atau Chiang Rai (Thailand). Dari kedua kota itu memakai bis ke kota Luang Namtha di Laos lalu dari terminal bisnya memakai bis ke kota perbatasan China di Mohan. Bila memakai bis secara ngeteng hampir bisa dipastikan, akan mendapatkan bis ke Mohan yang berangkat esok harinya. Bila ada, lebih baik memakai bis dengan rute langsung ke Kunming semisal Greenbus dari Chiang Rai.

Jalur dari Vietnam lebih pendek dimana jarak Lao Cai – Kunming sekitar 350 kilometer sedangkan dari Chiang Rai atau Luang Prabang menuju Kunming sekitar 700 kilometer. Menuju Lao Cai juga lebih nyaman dengan memakai sleeper train sementara menuju Luang Namtha memakai bis duduk. Namun terkadang perjalanan bukanlah mencari yang paling mudah atau paling cepat, sehingga bisa dikatakan kedua jalur ini sama menarik. Yang tampak jelas, jalur Vietnam akan menghemat waktu sehari lebih cepat. Menjadi hal yang menggoda kemudian, mempertimbangkan untuk datang dari Vietnam, lalu pulang lewat Laos 🙂

Walau selalu banyak penerbangan langsung menuju sebuah kota, tak ada yang menyamai seni perjalanan darat bahkan bagi sebagian orang direct flight bukanlah lagi sebuah petualangan karena tinggal duduk manis lalu tidur. Berbeda dengan lika-liku perjalanan darat yang penuh dinamika. Perjalanan darat sepanjang ribuan kilometer, bagi sebagian orang adalah sebuah obsesi, dengan pengerahan energi dan sumber daya yang setimpal dengan kepuasan yang akan didapat. Singkatnya, sebuah  life changing experience.

@districtonebdg

Kuala Lumpur Kota Transit Favorit

Sejak dua tahun terakhir, penerbangan transit dirasakan selalu lebih murah melalui Kuala Lumpur daripada Singapura. Entah mengapa maskapai-maskapai Singapura seperti loyo menghadapi jurus-jurus Malaysia Airlines, AirAsia dan Malindo Air yang berbasis di KLIA. Budget airline Tiger Airways sudah lama menutup rute Singapura-Bandung yang dulu menjadi favorit kami, bahkan kini maskapainya pun sudah almarhum karena merger. Jadilah flight transit ke Kuala Lumpur yang makin sering dipakai bila traveling.

Saya sendiri tak keberatan jadi lebih sering ngetem di KLIA kini dibanding Changi. Walau fasilitas Changi lebih lux, keunggulannya semakin tipis. Apalagi imigrasi Singapur yang masam dan living cost yang lebih tinggi negara itu membuat secara alamiah mendekatkan budget traveler ke KLIA. Siapa yang suka dibangunkan dini hari kala tidur di bandara menunggu penerbangan berikut atau bahkan diusir keluar.

Karena hampir tiap kali transit di KLIA, akhirnya terpikir juga untuk mengakrabi kotanya. Maka suatu hari menyengajakan jalan-jalan ke kota karena bosan dengan suasana bandara. Sebetulnya beralasan juga bila menginap di Kuala Lumpur dengan memilih penerbangan esok paginya, karena penerbangan pagi-pagi biasanya lebih murah. Setelah dikurangi biaya nginap dan makan tetap lebih murah, asal tak kesiangan bangun esoknya. Tentu saja kamarnya kelas dormitory yang kalo bisa sudah termasuk sarapan hehe

Dari bandara KLIA menuju Kuala Lumpur bisa dengan ekspres train atau bis, saya tentu selalu memilih yang lebih murah. Tarif bis dari KLIA ke Sentral adalah antara 10-12 RM. Tujuannya kemana lagi kalo tak ke kawasan backpacker di Bukit Bintang, menuju kesini adalah memakai MRT dari Sentral. Tentu banyak pilihan selain kawasan Bukit Bintang, namun bagi yang pertama kesini saran saya ke Bukit Bintang saja apabila mencari akomodasi murah, ragam kuliner dan akses yang strategis.

Transportasi Kuala Lumpur terbilang ramah turis. Line bis untuk turis yaitu armada GoKL patut diacungi jempol, bukan karena tak ada macet namun karena bisa gratis kemana-mana. Selama tempat tujuan kita terlewat beberapa line yang disediakan bis GoKL, tak perlu mengeluarkan ongkos. Bila tak terlewati namun masih satu kawasan ya tinggal jalan kaki saja toh. Kalaupun tujuannya lebih jauh lagi, bisa memakai MRT yang tarifnya murah.

Transportasi gratis dan ramah turis ini bagi saya cukup menakjubkan dan merupakan keunggulan Kuala Lumpur dibanding kota-kota besar lain yang ingin menarik turis asing ke negaranya. Di Bangkok pun sebetulnya ada bis-bis kota gratis namun sulit membedakannya bila bukan warga lokal. Di Jakarta juga ada trayek TransJakarta yang gratis namun cuma trayek pendek kesitu-situ aja, sementara dengan GoKL dapat dikatakan bisa kemana-mana. Di Bandung juga ada yang cuma-cuma, yaitu kalo angkot mogok bisa gratis pakai truk tentara 😀 😀

@districtonebdg

 

 

Gunung Imut di Matchincang Cambrian Geopark

Ketinggian gunung Matchincang di Semenanjung Malaya memang tak spektakuler seperti gunung Kinabalu di Sabah yaitu hanya 701 meter dpl (hingga cukup menggelitik untuk disebut juga bukit). Lokasinya yang berada di pantai menjadikan gunung ini tampak menjulang. Namun perjalanan hiking tentu tak semata membicarakan elevasi, melainkan  sebuah perjalanan di alam yang menyegarkan jiwa raga. Lagipula tak semua orang yang menyukai hiking akan tergila-gila pada pendakian gunung tinggi.

Jalur mendaki yang sepi di Matchincang justru akan memberi kesan tersendiri, hal ini karena orang datang ke Langkawi biasanya bukan untuk hiking melainkan wisata pantai. Hal inilah yang menjadikan hiking gunung Matchincang merupakan salahsatu best kept secret destination di pulau Langkawi, dimana para pencari sunyi bisa berkomtemplasi di alam selagi melakukan aktifitasnya. Perjalanan menuju puncak akan memakan waktu 2-3 jam tergantung irama berjalan sehingga jangan lupa untuk membawa air minum untuk menjaga kebutuhan cairan tubuh.

Jalan setapak menuju puncak dimulai di Seven Wells, sebuah spot wisata di aliran sungai. Tempat ini sangat indah, tak ada salahnya meluangkan waktu disini menikmati aliran sunga yang jernih dan menyegarkan. Dari Seven Wells trek  berupa medan datar atau sedikit bergelombang di jalur yang sudah tua. Jalur hiking ditandai dengan beberapa string line di pepohonan, dan beberapa anak panah petunjuk arah. Setelah beberapa saat  mendaki akan menjumpai tanda U-turn di atasnya, jangan memutar belokan, melainkan ikuti lintasan ke kiri hingga menemukan serangkaian tali. Ikuti tali tambang yang merupakan alat bantu berpegangan di trek berbatu ini, hingga mencapai titik tertingginya. Karena gunung Matchincang terdiri dari banyak puncakan, bersiaplah naik turun beberapa puncak bukit sebelum mencapai plang resmi puncak Matchincang ini. 

Untuk menuju ke lokasi awal mendaki, dari bandara Langkawi mintalah taxi menuju wilayah Matchincang Cambrian Geoforest Park tepatnya menuju resort  Oriental village lalu teruskan sekitar 500 meter lagi hingga sampai di Umgawa resort. Disini kaki-kaki akan mulai dipaksa aktif dimana sebuah tangga batu yang cukup panjang akan menjadi ajang pemanasan sebelum mendaki jalur setapak. Tangga ini akan menuju ke spot wisata air terjun Seven Wells yang tadi diulas diatas.

Bagi yang berniat mengeksplorasi wilayah Matchincang Cambrian Geoforest Park, menginap di Umgawa atau Oriental Village bisa menjadi pilihan yang baik karena terdapat beragam aktifitas untuk melengkapi petualangan selama di Langkawi dimana Skybridge merupakan ikon utamanya. @districtonebdg

Berjalan-jalan di Angkasa di Sky Bridge Langkawi

Boleh dikata trip ke Langkawi ini terjadi by accident, karena sebelumnya tak terbersit samasekali. Ceritanya agak panjang namun intinya karena ngelantur kala beli tiket. Seharusnya tak beli tiket ke Kuala Lumpur, eh .. baru sadar setelah beberapa hari kemudian waktu ngecek email. Lha kok booking flight ke KL… trus mau ngapain di kota metropolitan ini? Terus terang kota metropolitan bukan tempat paling favorit bagi saya. I’d rather woke up in the middle of nowhere than any cities in the world..agak bombastis hehehe.. Akhirnya browsinglah destinasi sekitar semenanjung Malaya yang cukup ikonik dan seperti diduga muncul nama Langkawi di negara Kedah. Baru dengar kala itu namanya juga. Kebetulan tiket flight pp KL-Langkawi sedang diobral hanya sektar 80 RM. Penerbangan ini akan memakan waktu sejam.

Pulau Langkawi di sebelah utara Malaysia ini langsung menarik perhatian karena Skybridge nya yang menghubungkan dua puncakan gunung Machincang. Bila dipandang dari dari jauh, skybridge yang menghubungkan dua puncak gunung  ini  mirip menara kembar Petronas yang dihubungkan skybridge juga. Atau mungkin itu hanya imajinasi saya saja.

Menuju skybridge ini, kita akan menaiki cable car hingga zona puncak, lalu dari situ bisa jalan-jalan di skybridge berupa pedestrian sepanjang 136 meter di puncak gunung. Bagi yang ingin selfie di puncak gunung namun ogah berkeringat, disinilah tempat yang tepat. Tapi jangan berharap disini tempatnya sepi seperti puncak gunung.

Lokasi skybridge dan cable car ini berada di wilayah Machincang Cambrian Geoforest Park tepatnya di sebuah resort bernama Oriental village yang merupakan tempat wisata terpadu dengan beragam atraksinya. Tiket combo paling basic disini seharga 55 RM mencakup paket atraksi cable car, musium art 3D, bioskop Skyrex 3D dan planetarium Sky Dome 3 D. Buset 3D semua dah.. sementara untuk jalan-jalan di skybridge diatas gunung itu kita mesti merogoh kocek lagi sebesar 15 RM. Bagi yang mau menginap di Oriental Village Geopark Hotel, kamar nya bisa dipesan di web booking hotel mulai 80RM semalam.

Bagi yang berniat mengeksplorasi wilayah Machincang Cambrian Geoforest Park, menginap disini pilihan yang baik karena terdapat beberapa spot untuk aktifitas outdoor seperti sungai, air terjun, zip lining dan trek untuk naik gunung. Saya pun tadinya berniat menjajal Machincang trail hingga ke puncak, namun karena kesiangan bangun akhirnya hanya sempat hiking hingga sungai dan air terjun saja. Kesinipun sudah cukup menguras keringat.

Lokasi wisata lainnya di pulau Langkawi terletak cukup tersebar, namun yang populer adalah pantai Cenang dan wilayah geopark lainnya yaitu Killian Karst dan pulau Dayang Bunting. Pada malam kedua kami pindah menginap ke pantai Cenang dengan harapan dapat mengeksplorasi suasana pantai yang tentunya berbeda dengan atmosfer pegunungan Machincang. @districtonebdg

Perjalanan Lintas Empat Negara di Indochina

Sekali merengkuh dayung empat pulau terlampaui, seperti kata peribahasa. Demikianlah perjalanan blitzkrieg di Indochina kali ini dengan melewati negara Thailand, Laos, Kamboja dan Vietnam. Secara kebetulan, juga melewati beberapa pulau di perairan Mekong.

Perjalanan dimulai dari Bangkok, dengan flight Thai Lion mendarat di Don Mueang menjelang maghrib.  Segera kami menuju stasiun kereta Don Mueang yang terletak disamping bandara favorit ini. Kenapa favorit? Walau fasilitasnya kalah jauh dari Changi, KLIA atau kembaran Thailand-nya , Suvarnabhumi, bandara dengan kode DMK inilah tempat transit utama kala meretas perjalanan darat di Indochina. Lagipula, suasana nya sedikit banyak mengingatkan kepada bandara Soekarno-Hatta di tanah air.

Loh, malah ngelantur bahas bandara 😀  , nah setelah menyebrang jalan menuju arah hotel Amari, tibalah di stasiun kereta Don Mueang. Setelah mempelajari jadwal keberangkatan, segera menuju loket memesan sleeper train ke Ubon Ratchatani. Kereta datang pukul 10 malam, dan karena sudah delay sejam tak lama kemudian kereta malam pun ngacir mengejar jadwal.  Sedikit tips, kalo bisa pilihlah kereta no 23. Tampaknya gerbong kereta ini masih gres diimpor dari China, sangat nyaman walaupun baht kami hanya sanggup memesan kabin kelas 2. Malam dan pagi saya betah nongkrong di restorannya, ditemani kopi dan wifi.

Pagi-pagi sekitar pukur 6:30 kereta tiba di stasiun Ubon Ratchatani yang bersih dan cukup artistik. Saat sedang duduk-duduk santai melemaskan badan, tiba-tiba berkumandang lagu kebangsaan Thailand dari pengeras suara di atap. Segera saja , semua orang berdiri dengan sikap hormat. Yang paling membuat terkejut, mas-mas yang lagi  tiduran memakai sarung disamping saya langsung berdiri tegap sempurna seperti Kopassus. Bukan main.. mungkin bagus juga bila di stasiun Kiaracondong dikumandangkan Indonesia Raya jam 8 pagi.

Dari Ubon perjalanan dilanjutkan ke Pakse di Laos memakai bis, tiketnya 200 baht. Tak lama-lama di Pakse karena enggan kemalaman sampai tujuan, menumpang truk pun dijalani. Menjelang magrib truk tiba di terminal bis Nakasang, darisini memakai perahu menyeberang ke Si Phan Don. Dari sekian pulau disini, kami memilih tujuan Don Det untuk bermalam selama 2 hari.

Usai mengeksplorasi Don Det dan Don Khon, kami bergerak lagi menuju Selatan yaitu memasuki perbatasan Kamboja menuju Kratie. Ini adalah jalur alternative yang brilyan menurut saya, karena menghemat perjalanan enam jam ke Vietnam bila dibanding melewati Phnompenh. Dari Kratie, kota perbatasan Loc Ninh di Vietnam bisa dicapai melalui bis ke Snuol, lalu dilanjutkan ojek. Dari Kratie pagi pukul delapan, kami tiba di Saigon alias Ho Chi Minh menjelang sore, lalu segera menuju kawasan Pham Ngu Lao. Seperti biasa untuk menyesap kopi Vietnam drift yang legendaris itu. Seketika, tubuh yang lemas setelah perjalanan jauh segera dijalari energi kamehameha. @districtonebdg

 

 

Terhanyut Sunset di Kratie

Kratie adalah kota kecil yang santai di tepi Mekong. Sungai raksasa ini  mengalir dari Laos di utara menuju provinsi-provinsi selatan di Kamboja. Wilayah sungai Mekong disini merupakan habitat bagi lumba-lumba Irrawaddy (semacam pesut), beragam jenis ikan, dan burung. Pedesaan Kratie menawarkan pemandangan yang tipikal tepi sungai dengan desa, sawah hijau, dan sekali-kali tampak lumba-lumba sungai

Provinsi  Kratie berbatasan Stung Treng ke utara, Mondulkiri ke timur, Kampong Thom dan Kampong Cham ke barat, dan  terdapat border dengan Vietnam. Ibukota  provinsi adalah kota Kratie yang terletak di Kratie District. Letak Kratie di timur laut Kamboja sebetulnya agak menjauh dari jalur turis yang ramai antara Siem reap dan Phnompenh, sehingga kota ini relatif terpencil dan tidak banyak menjadi tujuan turis.

Kratie lebih banyak disinggahi turis avonturir yang hendak transit ke tujuan yang lebih jauh, misalnya Si Phan Don atau Ratanakiri. Atau mereka yang ingin mencari suasana Mekong yang berbeda dari Phnmopenh. Walau relative tak banyak turis, layanan bus cukup memadai dimana jadwal bis yang konsisten melayani destnas sejumlah kota seperti Stung Treng,Phnom Penh dan Siem Reap.Dari Kratie juga bisa menuju perbatasan Vietnam seperti yang kami lakukan, yaitu dengan melewati kota Snuol lalu menuju Loc Ninh di Vietnam.

Penganan khas yang mencolok dari Kratie hingga Snuol sepertinya adalah semacam ketan yang dimasak dalam bambu yang disebut telan. Harganya 3000 riel (tak sampai sedollar). Rasanya polos sedikit gurih dan membuat kenyang perut dua orang. Sempatkan pagi-pagi berjalan sepanjang Mekong, maka banyak penjual telan ini. Citarasa Khmer chicken luclac yang terhidang kala makan di restoran atau hotel juga bisa membuat ketagihan.

Bila ingin menikmati pemandangan sungai Mekong sambil minum atau bersantap sedikit eksklusif, resto Jasmine Boat layak dicoba. Letaknya ditepi sungai, dengan sebuah dok yang terletak disisinya merupakan tempat boat mengantar turis ke tujuan wisata sepanjang sungai Mekong. @districtonebdg

Si Phan Don Pulau untuk Menyepi di Laos

Si Phan Don (Lao: ສີ່ ພັນ ດອນ; berarti  4000 pulau) adalah kepulauan yang terletak di Sungai Mekong, provinsi Champasak di Laos selatan. Si Phan Don terdiri dari banyak pulau dimana setengahnya akan terendam ketika Sungai Mekong meluap. Pulau-pulau utama dari Si Phan Don adalah Don Khong (yang terbesar), Don Det dan Don Khon. Wisatawan yang datang terkonsentrasi di ketiga pulau ini sementara pulau-pulau lain tetap jarang dikunjungi.

Atraksi yang ditawarkan untuk turis di Si Phan Don sebenarnya sangat beragam mulai dari berenang, memancing, kayaking, bersepeda dan berbagai paket wisata lainnya. Terdapat dua lokasi air terjun -jeram besar tepatnya- yang bisa dikunjungi. Namun yang paling popular (dan gratis!) adalah berinteraksi dalam percakapan yang ramah dengan penduduk. Sedikit saja keluar dari keramaian, kita bisa mendapatkan gambaran kehidupan masyarakat setempat, dengan kultur pertanian padi dan hewan ternak. Beberapa peninggalan kolonial Prancis dan kuil juga terdapat di sekitar pedesaannya. Kesini lah para turis biasanya menjauh dari keramaian, yaitu untuk melihat kehidupan penduduk setempat.

Tak banyak yang perlu dilakukan di Si Phan Don, selain bersantai dengan hammock di teras bungalow kecil di sepanjang tepi sungai Mekong. Darisini kita dapat memandang perairan sungai Mekong yang berwarna hijau  mengalir tenang mengumpulkan tenaganya.  Namun bila anda mengira sungai Mekong selalu setenang ini, tentu saja keliru. Beberapa kilometer dari Si Phan Don terdapat air terjun terbesar di Asia Tenggara dengan gemuruh yang bisa membuat merinding mereka yang paling berani sekalipun.

Menuju kesini dari arah Utara (Laos) yaitu dengan  bus dari kota Pakse biaya sekitar 70.000 kip hingga Ban Nakasang. Harga yang ditawarkan kadang-kadang termasuk tiket perahu, kadang-kadang tidak. Pastikan hal itu dengan agen tempat membeli tiket karena bila tidak kita harus merogoh kocek 20.000 kip lagi untuk perahu.

Mungkin sedang apes, kami datang siang hari menjelang sore di Pakse sehingga hanya bisa melakoni perjalanan ke Nakasang dengan truk! Biayanya 40.000 kip dengan tumpukan barang didepan hidung dan angin menderu dari samping. Setiba di Nakasang, dari terminal bis berjalan lima menit ke pelabuhan kecil di tepi sungai Mekong. Perahu-perahu berjejer untuk bergiliran mengantarkan turis menyeberang ke Don Khon dan Don Det.

Bila datang dari dari Kamboja Anda dapat memakai  bus atau van dari Kratie, Banh Lung  atau Phnom Penh. Perjalanan Nakasang-Phnompenh bisa sangat lama sekitar 12 jam, para traveler merekomendasikan sejenak beristirahat di Kratie, kota kecil yang cantik di tepi sungai Mekong. @districtonebdg