Sepanjang Jalan Koral dari Sukawana ke Cikole

Meski tidak seluas di Bandung Selatan, suasana perkebunan teh Sukawana tak kalah indah dibandingkan Pangalengan dan Ciwidey. Bahkan karena letaknya dekat dari kota, Sukawana memiliki point lebih.

Kabut dan gerimis senantiasa datang dan pergi. Tampak gagah gunung Burangrang diseberang lembah dan Gunung Tangkuban Parahu didepan menunggu pinangan. Kopi seduh arabika yang senantiasa tersedia di warung Ma Onah menjadi tandem ideal saat cuaca syahdu.

Jalan koral terhampar jauh dari Sukawana ini menuju Cikole dan Gunung Putri, sekitar tiga jam jalan kaki. Hanya yang cukup aral saja melakoni hiking jalur panjang ini. Nah itulah kami yang kurang kerjaan hehe

Secara tradisional jalan batu rusak ini merupakan jalur off-road, hingga kinipun tetap demikian. Namun kini lebih ke off-road komersial daripada hobby. Konvoy Land Rover bisa menjadi atraksi hiburan saat merayapi trek ini.

Beberapa tempat wisata alam akan dilewati jalur hiking ini yaitu berturut-turut Talaga Warna, Nyawang Bandung, Cikahuripan lalu disekitar pertengahan jarak Sukawana – Cikole kita bisa beristirahat di puncak Jayagiri yang legendaris. Mau sampai sini pun sebenarnya sudah cukup jauh, tapi kalo masih penasaran silahkan lanjut ke Cikole atau Gunung Putri. Kagok edan 😁

Di Jayagiri kita bisa mampir ke lorong lumut yang hits itu. Walau jalur puncak Jayagiri ke lorong lumut terhalang resort Jungle Milk sialan sehingga terpaksa melipir lebih jauh. Bila sudah berjalan sejauh ini memang sayang bila tidak diteruskan sedikit lagi ke lorong lumut, biar tidak penasaran saja toh.

@districtonebdg

Benteng Gunung Puteri Lembang Tempat Eksekusi Tentara KNIL

Saat Jepang melancarkan invasi ke Jawa Barat pada Perang Dunia II , target utamanya adalah terlebih dahulu menguasai pangkalan udara Kalijati, Subang yang saat itu difungsikan sebagai basis angkatan udara terbesar Belanda. Setelah Kalijati dikuasai baru mereka merangsek kearah kota Bandung.

Sebetulnya Belanda pun sudah mengantisipasi ancaman dari arah Utara ini dari jauh-jauh hari dengan membangun benteng-benteng pertahanan melindungi Bandung antara lain di Pasir Ipis dan Gunung Puteri, Lembang. Saat serbuan menuju Bandung datang bulan Maret 1942, pertahanan Belanda di Ciater yang dilengkapi meriam dan satu brigade pasukan KNIL coba menghadang gerak maju pasukan Jepang pimpinan Kolonel Shoji ini.

Namun Jepang yang didukung pesawat-pesawat tempur yang sudah berpangkal di Kalijati tentu diatas angin. Walau laga ini berat sebelah pertempuran hidup mati di Ciater itu berlangsung sengit selama tiga hari yang berakhir setelah Belanda mundur karena kehabisan amunisi.

Pasukan KNIL yang tersisa mengevakuasi diri ke arah Cimahi melewati rute Benteng Gunung Putri yang kemudian dilanjutkan ke Benteng Pasir Ipis, perkebunan teh Sukawana, Parongpong lalu Cisarua. Sementara itu sebagian tentara KNIL yang tertangkap digiring ke sebuah puncak bukit disekitar benteng Gunung Putri untuk dieksekusi.

Saat kembali mengunjunginya bulan November 2022, suasana benteng hampir tak berubah dari belasan tahun lalu saat pertama kesini. Demikian pula dengan auranya, ditemani kabut yang datang dan pergi kita dapat membayangkan kengerian dibulan Maret 1942 ketika sisa-sisa tentara KNIL dibantai oleh pasukan Jepang disini. Tak ada salahnya mendoakan ketenangan bagi mereka. @districtonebdg

Mengintip Cinta Junghuhn di Desa Wisata Kertawangi

Desa Wisata Kertawangi Lembang, KBB sudah diberi SK sebagai Desa Wisata dari tahun 2020, dan sekarang dikelola oleh para pemuda yang tergabung dalam Pokdarwis Kertawangi. Karena terhalang pandemik, off sementara, baru jalan lagi awal tahun ini walau memang belum banyak masyarakat yang tahu. Terbukti, warga yang rumahnya kami tinggali (homestay) saja tidak tahu kalo desa nya sudah jadi Desa Wisata….😅

“Teu terang abdi mah teh, nembe terang ti teteh malihn mah. Mung ti Desa dongkap naroskeun kersa teu pami bumina dijantenkeun homestay pami aya tamu hoyong ngawengi.” Saya senyum2 aja dengernya, bersiap melewatkan malam di Kertawangi.

Fasilitas homestay memang belum memadai bahkan reviewnya jeblok di berbagai aplikasi. Namun bila kita membuka jendela dan memandang gunung Burangrang didepan sekilas akan teringat kisah cinta Junghuhn kepada gunung-gunung disini. Ahli botani dari Jerman jatuh cinta kepada alam Priangan dan dipenghujung nafas terakhirnya pada tanggal 24 April 1864 menyampaikan permintaan terakhirnya kepada dokter sekaligus sahabatnya, Groneman.

“Dapatkah engkau membukakan jendela-jendela itu untukku? Aku ingin berpamitan kepada gunung-gunungku yang tercinta. Untuk terakhir kalinya aku ingin memandang hutan-hutan, sekali lagi aku ingin menghirup udara pegunungan”.

Apakah anda benar-benar mencari penginapan dengan review mentereng atau ingin membawa imajinasi ke suatu masa dimana kalbu tertaut rindu?

Btw, sebenernya konsep Desa Wisata ini sangat bagus untuk menunjang ekoturisme, wisata berkelanjutan, apalagi ada program ‘volunteering’ bertani dan ‘homestay’ berbaur dengan warga. Tapi ini masuknya ke wisata minat khusus ya. Jadi memang harus bisa bedain dulu mana wisata masal, dan mana minat khusus.

Berkunjung ke sini, tentu tidak direkomendasikan dengan menggunakan bis (tempat parkirnya juga gak ada🤭), lebih baik dalam kelompok2 kecil agar ‘goal’ nya tercapai. No rombongan-rombongan. Karena alih2 memajukan wilayah desa, malah nanti lahan pertaniannya rusak karena adanya pergerakan masal.

Yuk, berwisata dengan cerdas❤️

 

Penulis : Tanti Brahmawati

Ngabuburit di Serlok Bantaran Cikapundung

Setelah hampir dua tahun tidak kesini,  hari Rabu tanggal 27 April 2022 kami kembali berkesempatan mampir ke Serlok Bantaran di tepi sungai Cikapundung tepatnya daerah Babakan Siliwangi. Berhubung bulan puasa,  sekalian ngabuburit dengan refreshing ditepi sungai.

Sebetulnya tak selama itu juga mengabaikan sungai Cikapundung namun beberapa tahun ini memang lebih sering mengunjungi camp Cika-Cika yang bertempat lebih ke hulu. Menjalin silaturahmi dengan berbagai komunitas pelestari sungai memang mengasyikan.

Serlok Bantaran berlokasi di pinggir sungai, bangunan yang didominasi kayu dan bambu itu, memiliki penampungan mata air, pembenihan ikan lokal dan pembibitan bambu. Setidaknya sudah ada 4 jenis ikan lokal dan 18 jenis bambu yang dibudidayakan di sana.

Dari jejak digital nama Serlok Bantaran baru muncul pada tahun 2018, walau tempat ini sudah berdiri mungkin sejak 2014 kalau tidak salah. Demikian juga komunitas-komunitasnya juga sudah lebih lama lagi namun dengan berbagai dinamika yang ada kini bangunan apik di tepi sungai Cikapundung ini lebih dikenal dengan nama Serlok Bantaran.

Pemkot Bandung bersama komunitas Serlok Bantaran diketahui kini tengah menata sentra kegiatan pengembangan “Urban Biodiversity – Sungai Cikapundung”.

Merayap ke Kawah Saat, Bersimpuh ke Gunung Sepuh

Tak lama setelah ditemukan Junghuhn tahun 1837 belerang yang berlimpah di Kawah Putih gunung Patuha dieksploitasi oleh pemerintah kolonial Belanda. Pabrik belerang Zwavel Ontgining Kawah Putih didirikan di dekat kawah. Belerang yang ditambang kemudian diangkut menggunakan kereta. Belanda membangun rel kereta dari Kawah Putih hingga Ciwidey lalu ke Bandung.

Konon asal mula nama Gunung Patuha ini bermula dari kata sepuh yang dalam bahasa Indonesia disebut Pak Tua. Lambat laun, kata Pak Tua berubah menjadi Patuha. Masyarakat luas baru bisa menikmati keindahannya sejak tahun 1987 setelah Perhutani mengembangkannya menjadi objek wisata.

Mulanya wisata alam Kawah Putih merupakan objek wisata rintisan dengah harga tiket sangat terjangkau, namun kini menjelma menjadi salahsatu obyek wisata alam dengan tiket termahal di Jawa Barat. Ironis ya.

Saat trip ke Kawah Saat ini dilakukan bulan November 2021, tiap peserta total harus merogoh kocek  untuk tiket masuk sebesar 65ribu rupiah (via Kawah Putih),  terdiri dari tiket masuk 27rb, kendaran ontang-anting pp 27rb dan wahana Sunan Ibu 11rb. Belum parkir mobilnya loh ya.. Bila ingin lebih hemat, bisa lewat Punceling yang mematok tiket 15rb atau Cipanganten tiket 10rb, namun dijamin akan lebih menguras tenaga. Yo wis ges.. toh kini sudah bukan masanya lagi mencari capek tapi cari rute terpendek untuk menghemat kalori.

Nah bila ingin mendaki gunung Patuha,  harus siap dengan cuaca yang cepat berubah. Matahari bersinar terang  bukan jaminan sejam kedepan tak akan diguyur hujan. Kabut datang dan pergi,  seringkali tebal menyelimuti. Sejak beranjak dari kawasan Kawah Putih,  trek yang dilalui merupakan hutan basah, aroma belerang kadang tercium dengan kuat bila arah angin menuju trek. Bila cuaca buruk jangan memaksakan untuk ke puncak,  cukuplah sekitar Kawah Saat saja.

Gunung Patuha dengan Kawah Putihnya mempunyai tempat tersendiri dihati saya, setelah pertama mendakinya tahun 1992. Sebuah life changing, yang membangunkan karakter. Saya yakin beberapa orang yang berada disana saat itu,  merasakan hal yang sama. Ehh..malah ngelantur

Walau tak terlalu sering kesana juga, saya cukup hapal medannya dan bisa mengatakan bahwa gunung Patuha tak hanya Kawah Putih bahkan sayang bila hanya ke Kawah Putih saja. Banyak tempat indah disana yang kini makin mudah dicapai oleh siapapun seperti Sunan Ibu, Sunan Rama dan Kawah Saat.

Tentu saja, pihak pengelola telah menambahkan wahana-wahana wisata baru disekitar Kawah Putih seperti sunrise point, jembatan ponton, skybridge dan sebagainya yang akan terus bertambah. Namun bila dibanding kharisma gunung itu sendiri, berbagai wahana buatan sungguh tak berarti. Bukalah hati maka kita akan terpesona merasakan sebuah aura kekuatan maha dari sang alam yang menjalari seluruh tubuh. @districtonebdg

Curug Wangun Primadona Baru Wisata Alam Subang

Curug Wangun terletak di desa Buniara, kecamatan Tanjungsiang, Subang. Bila dari Jakarta atau Bandung, dari Jalan Cagak ambil arah menuju Cisalak lalu setelah memasuki desa Buniara melaju terus sekitar 3 kilometer menuju kampung Citombe. Kondisi jalan desa menuju lokasi rusak pada beberapa titik dengan kontur menanjak tajam pada beberapa bagian. Hati-hati ketika melewati tanjakan/turunan tajam terebut pada musim hujan, karena jalan menjadi licin.

Dari parkiran mobil perjalanan dilanjutkan melewati jalan setapak menuju curug dengan berjalan kaki sekitar 30 menit. Terdapat dua jalur menuju curug namun hanya satu yang terpelihara. Tetapi bila ingin menghindari trek pulang pergi,  tak ada salahnya jalur loop ini dicoba selama tetap menjaga kehati-hatian.

Curug ini sebenarnya sudah pernah dibuka tahun 2005 lalu, namun kemudian tak terurus. Baru kemudian Oktober 2017 lalu, warga masyarakat bersama Kompepar berinisiatif membuka kembali dan kemudian diresmikan 2018 sebagai bagian KPH Bandung Utara.

Terdapat tiga undak Curug dengan ketinggian yang berbeda. Curug yang pertama memiliki tinggi sekitar 120 meter, Curug yang kedua memiliki tinggi sekitar 60 meter, dan Curug yang ketiga atau Curug yang paling atas memiliki ketinggian sekitar 40 meter. Maka totalnya kurang lebih sekitar 220 meter namun karena bentuknya yang berundak tidak terlihat setinggi itu. @districtonebdg

Curug Gawang Potensi Wisata di Sindangkerta

Kecamatan Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat, berada di wilayah perbukitan dimana mata pencaharian penduduk dari dulu hingga sekarang mayoritas dibidang agraris. Kata Sindangkerta diambil dari kata “Sindang” dan “Kerta”, Sindang berarti kesini sedangkan Kerta berasal yaitu Prajurit.

Pada Zaman perang kemerdekaan Sindangkerta menjadi salah satu tempat beristirahatnya para pahlawan pejuang Indonesia. Benteng dan markas para pejuang terdapat di Cisandawut tepatnya di kampung Malaka yang sekarang menjadi Sekolah Dasar Negeri Cisandawut 1.

Potensi wisata di Sindangkerta cukup banyak dan menjanjikan bila dikelola dengan serius. Sebut saja misalnya curug Sawer,  curug Gawang, curug Panyandaan dan banyak lagi.  Kali ini team D1VA berkesempatan ngaprak  curug Gawang yang terletak di Kp Cimanggu,  Wangunsari. Dari jembatan Cilame menuju lokasi dibutuhkan sekitar 1.5 jam berkendara. Akses jalan menuju lokasi cukup menanjak tapi mulus. Karena Curug Gawang ini jarang dieksplor orang — tidak ada petunjuk  yang jelas menuju lokasi. Bila ragu sebaiknya berhenti dan bertanya arah.

Jika dilihat dari kejauhan bentuk aliran curug akan membentuk aliran segitiga sama kaki. Tepat di bagian bawah tebing, ada cerukan yang membentuk seperti  gua kecil. Saat matahari bersinar terik,  cipratan air sekitar gua akan membentuk pelangi yang indah. Sayang saat kami kesini di penghujung bulan Oktober 2021 barusaja diguyur hujan lebat.

Berjalan kaki kesini disaat musim hujan perlu ekstra berhati-hati karena licin. Jalur paving blok yang dibuat untuk memudahkan justru dihindari karena licin. Ini perlu menjadi perhatian,  perlukah dibuat jalur paving blok,  alih-alir jalur tanah alami saja. @districtonebdg

Curug Cikondang Bisa Jadi Destinasi Railway Adventure

Perjalanan ke curug Cikondang di Cianjur bisa dibilang dadakan karena tujuan utama Railway Adventure kali ini adalah situs Gunung Padang. Namun karena letaknya tak terlalu jauh,  usai dari situs megalitikum itu trip dilanjutkan menuju curug.

Ada dua rute untuk menuju ke Curug Cikondang. Rute pertama adalah melalui Cilaku dan Cibeber yang merupakan jalur utama menuju kesini. Rute kedua yaitu melewati Warung Kondang dan Lampegan seperti yang kami lakukan sekarang. Sangat disayangkan belum ada kendaraan umum yang melintasi kawasan ini, sehingga pilihan berkendara hanya jatuh pada kendaraan pribadi roda empat atau roda dua.

Curug Cikondang sendiri terletak di Desa Sukadana, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Namanya berasal dari nama tanaman Kondang, yaitu nama lain dari pohon Loa, tanaman dengan ciri khas buahnya tumbuh di dahan.

Lokasi curug dikelilingi oleh lahan sawah dan perkebunan teh. Lokasi wisata ini masuk dalam wilayah PTPN VIII Panyairan. Bila kita akan langsung menuju curug Cikondang,  maka lebih baik turun di stasiun Cibeber darisitu lanjut memakai ojek. Jalur ini lebih nyaman karena bila dari arah Gunung Padang harus melewati kondisi jalan perkebunan teh yang sedikit rusak. @districtonebdg

Menjelajah Skull Island di Waduk Saguling

Kong: Skull Island adalah film petualangan mengusung monster fantasi Holywood yang box office tahun 2017. Bercerita tentang para ilmuwan, tentara dan petualang bekerja sama untuk menjelajahi sebuah pulau misterius, putus hubungan dari peradaban dan harus menjelajahi habitat Kong, sang monster gorila.

Tentu saja perjalanan sekitar bulan Februari 2021 ini tak sedang mencari King Kong dihabitatnya, namun memang bila diperhatikan beberapa bentukan gua yang sebagian terendam air itu menyerupai kepala tengkorak. Cukup spooky juga.

Beberapa informasi menyebutnya dengan Sirtwo Island, atau pulau Sirtu (pasir batu) merujuk kepada kegiatan penambangan pasir dan batu. Namun sebagian masyarakat bahkan tak tahu perihal nama tersebut. Bisa jadi nama tersebut lebih populer dikalangan pegiat wisata. Ah tapi biar keren kita sebut saja Skull Island hehe.. karena bentukan bebatuannya mirip kepala tengkorak.

Terletak di kampung Cikereti, Desa Saguling dan masuk ke dalam wilayah Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. Lokasinya bersebelahan dengan DAM Saguling. Dari tempat tambat perahu, bisa diakses dengan menggunakan perahu yang telah disewakan pemiliknya. Diperlukan waktu kurang lebih 30 menit untuk mengelilingi pulau tersebut, namun dalam kegiatan wisata bisa lebih dari tiga jam.

Semakin mendekati pulau akan terlihat goa-goa yang berjajar, menempati batas genang waduk , beberapa saling terhubung. Sebagian goa telah tererosi oleh air danau, sehingga sebagian sudah hilang di bawah gelombang air, dan sebagian lagi tinggal menunggu waktu saja. @districtonebdg

D1VA Berbagi Ilmu Ekoturisme dengan Mahasiswa

Komunitas D1VA berkesempatan memberikan mentoring program OKK Unpad 2021 untuk mahasiswa TPB Unpad  yang tertarik pada Ekoturisme. Beberapa pegiat komunitas hiking ini yaitu Tanti,  Ety,  dan Meni dengan antusias berbagi pengalaman mereka secara online kepada kelas ekoturisme yang penuh keingintahuan.

TPB merupakan singkatan dari Tahapan Persiapan Bersama, merupakan proses pembekalan yang diberikan kepada mahasiswa di tahun pertama masa studi. Pada tahun ajaran 2021 ini seluruh mata kuliah pada TPB akan saling bersinergi secara simultan. Mata kuliah Pancasila, Kewarganegaran, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, dan OKK (Olah Kreativitas dan Kewirausahaan) satu sama lain saling bersinergi dan simultan melalui satu proyek yang sama. Pendekatan mata kuliah OKK tahun ini mengalami perbedaan signifikan dimana didesain sebagai mata kuliah wajib kurikulum berbasis proyek.

Berbicara tentang Ekoturisme, menurut Tanti Brahmawati,  harus memisahkan diri dulu dengan ‘mass tourism’, walau bisa berjalan berdampingan, tapi tetap memiliki idealisme dan jalan tempuh tersendiri.

Mengulas CBET ( Community based Eco-torism)  yang kini berkembang, lalu membuka wawasan tentang bagaimana Ekoturisme bisa menggali karakter-karakter pancasilais. Mengukuhkan sebuah objek Wisata Ekoturisme harus tetap dikelola oleh masyarakat setempat (komunitas kewilayahan), jangan sampai jatuh ke investor swasta yang sifatnya memonopoli dan profit minded.

Ekoturisme harus konsisten pada prinsip-prinsip yang pro rakyat, meningkatkan taraf ekonomi masyarakat setempat, menjunjung karifan lokal dan hukum adat, memunculkan karakter ‘ngamumule lemah cai’, dan karakter-karakter pancasilais lainnya.

 

Peran komunitas dalam menyokong Ekoturisme sangatlah penting, bukan saja untuk menemukan, menandai, mempromosikan, tetapi juga menjadi media memberikan masukan pada pelaku dan penggiat ekoturisme, dan tidak kalah penting yaitu harus bisa berperan sebagai katalisator untuk menyampakain kritik, masukan, ide pada stakeholders pemerintahan terkait.

Sementara itu,  Meni berbagi pengalaman edukasi dini ekoturisme kepada pelajar  dengan mengenalkan mereka kepada kebudayaan Sunda di desa adat Cireunde dan Ety membawa imaji para mahasiswa kepada upaya-upaya menjaga kelestarian alam sungai Cikapundung. @districtonebdg