Menguak Misteri Nama Gunung Bukit Tunggul

Bagi pemerhati toponimi perubahan nama menjadi Bukit Unggul bisa dikatakan sebagai  bullying terhadap toponimi. Toponimi adalah ilmu tentang nama tempat, asal-usulnya, arti atau makna, serta penggunaannya. Leluhur memberi nama tempat sesuai dengan karakteristik tempatnya atau asal-usulnya, dan bahkan mungkin dikaitkan dengan sesuatu yang lebih luhur.

Menurut legenda Sangkuriang, kayu yang digunakan  membuat perahu atas permintaan Dayang Sumbi ditebang dari sebuah pohon di sebelah timur (di G. Bukittunggul) dan daun-daunnya jatuh ke sebelah barat menjadi G. Burangrang (rangrang = rontokan dedaunan). Dekat dengan G. Bukittunggul sekarang terdapat G. Pangparang (parang untuk menebang pohon itu). Setelah pohon ditebang, tinggallah umbi tunggul dari pohon tersebut sehingga masyarakat Bandung lama memberinya nama Gunung Bukittunggul. Gunung berketinggian 2.209 meter dpl ini boleh dikatakan gunung tertinggi di utara Bandung, untuk mendakinya dapat dilakukan mulai dari tepi jalan Lembang – Ujungberung, naik ke arah perbukitan hutan pinus. Memasuki kawasan hutan, lereng sangat terjal sampai akhirnya menemukan dataran puncaknya.

Tapi sebentar… yang tertulis di tugu dekat Kampung Batuloceng, kira-kira 5 km timur Maribaya, Lembang, adalah Bukit Unggul. Lho… pigimane ini, tong.. Bagi pemerhati toponimi perubahan nama menjadi Bukit Unggul bisa dikatakan sebagai  bullying terhadap toponimi. Toponimi adalah ilmu tentang nama tempat, asal-usulnya, arti atau makna, serta penggunaannya. Leluhur memberi nama tempat sesuai dengan karakteristik tempatnya atau asal-usulnya, dan bahkan mungkin dikaitkan dengan sesuatu yang lebih luhur.

Walaupun sekarang kita terlanjur menggunakan nama Gunung Bukit Tunggul, tapi terungkap bahwa nama asalnya adalah Gunung Beutitunggul. Ini berdasarkan pada sebuah catatan dari Van der Pijl seorang ahli botani Belanda.  Dankzij van der Pijl merujuk pada: PIJL, L.v.d. Wandelgids voor den Tangkoeban Prahoe, Bandoeng Vooruit, Serie no. 5. Menurut referensi tersebut  nama itu tadinya Beuti Tunggul (beuti = umbi), tetapi karena kesalahan pemetaan berubah menjadi Bukit Tunggul. Nah.. misteri pun terpecahkan, setidaknya mulai terkuak. @districtonebdg

literatur : Budi Bramantyo,  Kompasiana

Melipir Gunung Keramat ke Perkebunan Teh Ciater

Jika kamu ingin mengisi waktu liburan dengan murah meriah, datanglah ke wisata Cikole Lembang yang berada di Bandung. Kawasan ini cocok untuk kamu yang ingin mencari  segar, jauh dari keramaian dengan dengan suasana alpinis. Hutan pinus memiliki daya magis tersendiri bagi wisatawan seolah dunia tersendiri. A walk between two pines is a door to another world

Siapa bilang liburan harus mengeluarkan biaya yang banyak? Jangan sampai kamu tidak memiliki waktu untuk melepas stres akibat hal ini. Jika kamu ingin mengisi waktu liburan dengan murah meriah, datanglah ke wisata Cikole Lembang yang berada di Bandung.

Kawasan ini cocok untuk kamu yang ingin mencari  segar, jauh dari keramaian dengan dengan suasana alpinis. Hutan pinus memiliki daya magis tersendiri bagi wisatawan seolah dunia tersendiri. A walk between two pines is a door to another world. 

Walaupun hanya sekedar hutan yang rindang, akan tetapi kawasan Cikole tidak pernah sepi pengunjung karena memiliki suasana yang sepi, pemandangan hutan yang indah, dan udara yang segar. Triknya adalah menghindari tempat-tempat konsentrasi turis alias melipir ke tempat non wisata komersial.

Jangan lupa untuk menjaga kebersihan serta kelestarian di area hutan pinus. Jangan sampai karena sampah yang kamu buang atau kerusakan yang disengaja membuat pengunjung lain jadi enggan untuk mampir ke Cikole. Take nothing but picture,  leave nothing but footprint,  kill nothing but time,  seperti ujar pelestari alam.

Salah satu rekomendasi kami adalah aktivitas hiking dengan mengeksplorasi wilayah sekitar perbatasan Bandung – Subang. Wilayah yang sering disebut Wates ini merupakan pertemuan vegetasi hutan dan perkebunan teh,  sehingga merupakan kombinasi yang indah. Pada kesempatan ini kami melakukan hiking dari tugu batas Bandung – Subang yang terletak diseberang pintu masuk wisata Tangkuban Perahu menuju perkebunan teh Ciater.

Banyak rute hiking tersembunyi yang indah di daerah Cikole. Tak banyak wisatawan yang mengetahui namun bila kita sedikit saja bersosialisasi dengan warga setempat maka banyak rute yang dapat diinformasikan mereka. @districtonebdg

 

 

Pasir Angling Bikin Susah Berpaling

Dari buper Pasir Angling ini bagi pecinta hiking dapat menjelajah ke beberapa destinasi yang menarik seperti curug Cibodas, curug Luhur, Batu Ampar hingga ke gunung Bukitunggul.

Pasir Angling  merupakan sebuah kawasan wisata alam yang terletak dibawah kaki Gunung Bukit Tunggul Cibodas Lembang. Sebagai bumi perkemahan,  Pasir Angling sudah sejak dulu dikenal oleh kalangan pecinta alam. Dikarenakan lokasinya berada di Desa Suntenjaya maka kawasan ini kini juga populer dengan sebutan Desa Wisata Suntenjaya.

Dari wilayah ini kita dapat menyaksikan keindahan dataran tinggi Lembang. Beberapa titik lokasi dapat dijadikan spot photografi seperti panorama alam, lahan pertanian, rumah penduduk dan hutan pinus.

Pemandangan hamparan perkebunan yang luas dan hijau akan dapat kita saksikan dikanan dan kiri kawasan setibanya di Desa Wisata Kampung Pasir Angling Suntenjaya.

Dari bumi perkemahan Pasir Angling ini bagi pecinta hiking dapat menjelajah ke beberapa destinasi yang menarik seperti curug Cibodas, curug Luhur, Batu Ampar, perkebunan kina hingga mendaki gunung Bukitunggul. Sedangkan penikmat kopi juga dapat merasakan seduhan kopi arabika yang berasal dari kebun kopi setempat. Menyesap kopi diantara hembusan angin gunung yang menyelinap diantara pepohonan pinus tentu sensasi yang tak akan didapat di cafe manapun di kota.

Rute menuju Desa Wisata Kampung Pasir Angling Suntenjaya tidaklah sulit. Jaraknya hanya sekitar 16 kilometer dari Alun-alun Lembang. Dari Lembang kearah timur menuju Cibodas dengan kondisi jalan beraspal berkelok-kelok, kurang lebih 13km ada tanjakan belok kiri untuk menuju ke desa wisata Pasir Angling. Dikarenakan jalannya kecil sehingga cukup galau bila berpapasan mobil,  sedang direncanakan untuk membuat jalur pulang pergi yang satu arah. Kita tunggu saja beberapa waktu kedepan sehingga perjalanan kesini akan semakin menyenangkan. @districtonebdg

 

Rokok Sosped Penunjang Survey

Merk-merk rokok kretek dari Jawa kini jadi andalan untuk sosped di jalur hiking, basecamp maupun perkampungan. Sengaja dipilih rokok coklat karena tampaknya lebih afdol dengan suasana rural yang sarat aroma kerja keras.

Dalam setiap kunjungan pertamanya saat mengunjungi sebuah pedesaan atau perkampungan, team survey selalu melakukan pendekatan personal terhadap penduduk lokal yang diistilahkan sebagai ‘sosped’ atau sosial-pedesaan dengan berinteraksi di warung-warung sekitar.

Perbincangan sepeminuman kopi di sebuah warung lokal seringkali memberi kesan tersendiri baik bagi kami maupun penduduk sekitar. Dari sini kita dapat saling memberi keuntungan, kami mendapat informasi mengenai sebuah destinasi dan mereka mendapat keuntungan secara ekonomi.

Senjata andalan dalam sosped apalagi kalau bukan rokok. Semakin digitalnya pasar rokok menjadi berkah untuk semakin gencar mengeluarkan jurus sosped.. ngiring bingah  istilahnya. Bila dulu bagi-bagi rokok tak terlalu terasa kini saat harganya makin mahal,  maka market place jadi tempat mencari rokok murah.

Bisa dibayangkan penghematannya,  bila kini Marlboro yang bertengger diharga 30ribuan bisa diganti dengan rokok-rokok dari Jawa yang hanya 6 – 12 ribuan saja.  Kalo sebulan sekali mungkin tak terasa,  tapi kalo seminggu sekali kegiatannya maka menjadi signifikan bedanya.

Merk-merk rokok dari Jawa kini jadi andalan untuk sosped di jalur hiking, basecamp maupun perkampungan. Sengaja dipilih rokok coklat karena tampaknya lebih afdol dengan suasana rural yang sarat aroma kerja keras. Rokok bertampilan cerutu juga menjadi favorit karena selain bertampilan eksklusif juga perbincangan bisa lebih panjang karena hisapnya lama.

Jadilah kini familiar dengan merk-merk rokok Sapeek,  L300 Jumbo,  Longsize DR, Jumbo Coklat,  Kanigoro, SA Coklat, Kerbau Jaya,  Lodji99, E Go dan sebagainya. Beramunisi 10-12 batang,  jelas lebih ekonomis dibanding rokok cerutu perkotaan Cigarillos yang hanya 6 batang. Terkadang untuk memperkuat soliditas ini, cerutu Kenner dari Temanggung pun tak jarang dimainkan. Harganya sangat terjangkau.

Namun tak selalu survey dilakukan di daerah pedesaan,  tak jarang juga menelusuri gang sempit perkotaan.  Tentu kurang ciamik bertukar obrolan disini dengan lisong dan klobot,  maka rokok filter jadi pilihan. Tentusaja market place jadi andalan menyediakan amunisi sosped yang murah.  Ragam rokok mild dibawah 10 ribu perak tinggal dipetik darisini sebut saja DAS mild, CC mild, Fred Super, Dalil,  Subur mild bahkan yang beraroma mint maupun fruty bertaburan. Rasanya konon tak terlalu jomplang dari merk kesohor,  entahlah saya bukan perokok murni semata hanya kebutuhan bersosped. @districtonebdg

Mengenal Minuman Teratai Salju

Penyebaran ramuan teratai salju menurut legenda bermula dari mereka yang mengidap penyakit kanker sewaktu berada di Tibet meminum ramuan Bhiksu Tibet hingga akhirnya tersembuhkan. Karena merasa bersyukur atas kesembuhan penyakitnya, mereka pun meminta izin untuk membawa ramuan Teratai Salju ke masing-masing negara asalnya untuk membantu orang-orang yang membutuhkan.

Teratai salju (Saussurea involucrate) adalah salah satu tanaman langka, memiliki sekitar 300 jenis spesies tanaman berbunga dalam keluarga Asteraceae, Karakteristik Teratai Salju atau orang Cina menyebutnya dengan nama Tian Shan Xue Lian merupakan bunga dengan bentuk yang unik.

Umumnya, bunga Teratai Salju memiliki kelopak berwarna putih, namun ada jenis tertentu yang memiliki warna berbeda seperti ungu. Habitat terbesar tanaman ini adalah di puncak pegunungan Himalaya.

Penyebaran ramuan teratai salju menurut legenda bermula dari mereka yang mengidap penyakit kanker sewaktu berada di Tibet meminum ramuan Bhiksu Tibet hingga akhirnya tersembuhkan. Karena merasa bersyukur atas kesembuhan penyakitnya, mereka pun meminta izin untuk membawa ramuan Teratai Salju ke masing-masing negara asalnya untuk membantu orang-orang yang membutuhkan.

Para Biksu Tibet mengizinkan, dengan syarat Ramuan Teratai Salju ini diperbolehkan hanya untuk berbagi dengan orang lain yang membutuhkan tanpa pamrih yang kemudian budaya saling menolong saling memberikan ini berlanjut sampai sekarang.

Buat yang penasaran rasa minuman salju ini bisa hiking ke kaki gunung Tangkuban Perahu tepatnya kampung Rimba Sagun. Tentu saja,  membeli online akan lebih mudah namun jelas sensasinya sangat berbeda.@districtonebdg

Menjelajah ke Cukang Rahong

Saat musim kemarau tiba beberapa bulan yang lalu, kami berkesempatan untuk mengunjungi Sanghyang Heuleut dan Sanghyang Poek. Minggu berikutnya lalu bergerak lebih ke atas lagi, yaitu ke Green Canyon Cikahuripan. Lokasinya sangat indah, namun karena dirasa “kurang berkeringat” dari sini kami bergerak lebih jauh lagi, yaitu ke Cukang Rahong dan Cukang Binbin.

Walau yakin dengan pengalaman tim, namun tidak demikian dengan abah pemilik warung. Beliau serta merta mengutus kakak beradik Kang Hendra dan Kang Budi menemani kami menuju Cukang Rahong.

” Bilih aya nanaon, ” pesannya. Kami manut saja. Sekitar satu jam kemudian dalam cuaca panas ngajeos, tim pun sampai ditujuan setelah meliuk-liuk melewati medan sungai kering dengan bebatuan “sagarede bangsat” kalo istilah para surveyor DO yang memang sering hiperbol.

Diantara tebing beralaskan dasar sungai, kamipun rehat membuka bekal berupa buah alpukat yang tadi dibeli di warung parkiran. Walau cuaca ngajeos, dalam keteduhan tebing sungai dan aliran jernih sisa kemarau ini, sebuah dahaga akan petualangan di Citarum Purba terpuaskan dengan penuh kesegaran.

Aliran sungai Citarum yang dibendung untuk keperluan power house telah membuat beberapa aliran sungai Citarum ini surut, sehingga yang dulunya Cukang (jembatan) kini sudah tidak ada tapi kita bisa melihat jejaknya dengan mengunjungi Grand Canyon Cikahuripan Rajamandala dimana ada beberapa Cukang di sini. Teman-teman tinggal menengadah ke atas sana, lihat tebing di sisi kiri kanannya, bayangkan pada tahun puluhan tahun lalu disana pernah terdapat jembatan yang menghubungkan tebing-tebing tinggi tersebut, sementara jalur setapak yang kita lalui adalah dasar sungainya.

Maka ketika mengunjungi tempat ini, imaji kita mungkin akan berkeliaran membayangkan masa Citarum purba, atau mungkin malah jadi teringat film Flinstone. (2019)

 

Penulis : TB

Senior Hiking To Kawah Upas

Mengapa harus cemas kembali ke alam, sahabat yang setia menemani kita hingga usia tua. Bukankah kita sedang mengunjungi sahabat lama untuk kembali bercengkerama seperti kekasih yang lama tak bersua. Bila samudera rindu pada nelayan, pegunungan memendam rindunya pada para pendaki.

28.02.2021 Sunday Hike to Upas Hill, kali ini ikut pula beberapa peserta senior range umur 60th – 67th. Mereka ABG tahun 70’an yang senang hiking pada jamannya. Sekarang mulai berkegiatan lagi seiring fenomena maraknya grup-grup hiking saat ini yang bertebaran di Kota Bandung.

Bagi mereka, kembali ke alam melakukan hiking secara rutin seperti mengenang nostalgia jaman-jaman kukurusukan dulu. “Age is only a number”, benar adanya, dengan semangat yang kuat mereka pun bisa sampai ke Kawah Upas via perkebunan teh Sukawana. Bahkan disaat para grup pendaki lain dari generasi yang jauh lebih muda memilih mencegat mobil pick up saat turun dari Kawah Upas,  mereka teguh berjalan kaki.

“Berapa kali trekking ngajak sahabat senior usia 60-an, semangat mereka jangan diragukan👍🏼👍🏼 Setiap nemu tanjakan pasti komennya tong sieun mun nimu tanjakan berarti bakal nimu pudunan..intinya dijalani aja.. pelajaran hidupnya : you’ll never know till you try❤️ ,” demikian kesan Melly salah seorang peserta.

Beranjak tua tak membuat manusia harus berkeluh kesah dan mengemis kemudahan dalam bertualang, melainkan tetap mengumpulkan keberanian dan teguh  menghadapinya. Jalani hidup ini dengan berani. @districtonebdg

 

Citarum Journal : Trilogi Sanghyang Plus Curug Halimun

Dimulai dari kunjungan ke waduk Saguling beberapa tahun lalu. Saat itu mulai mendengar Sanghyang Heuleut yang kabarnya sudah bisa dijambangi dengan trekking 2 jam-an. Sayang, saat itu sedang musim hujan dan kondisi tidak memungkinkan.

Tahun 2019 saat musim kemarau mulai menghampiri, kami tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang tepat untuk mengunjungi Sanghyang Heuleut dan Sanghyang Poek. Setelah selesai, Minggu berikutnya bergerak lebih ke atas lagi, yaitu ke Green Canyon Cikahuripan. Dari sini kami bergerak lebih jauh lagi, yaitu ke Cukang Rahong dan Cukang Binbin.

The Sanghyang journey berlanjut saling melengkapi dengan explore Sanghyang Kenit, tidak lupa melirik sebentar ke arah Sanghyang Tikoro yang penuh misteri itu.

Lengkaplah sudah jelajah the Sanghyang, menyempurnakan Saguling Trilogy yang membiarkan imaji berkelana ke tahun-tahun dimana air deras mengalir berbaur dengan legenda petualangan arung jeram pada masanya, mengisi katel- katel air berselimut tebing, terbentang sepanjang aliran sungai Citarum yang saat ini dasarnya bisa kita injak dengan leluasa. Saguling Trilogy acomplished!

Lalu, apakah cerita Citarum ini berhenti sampai di sini? Tentu tidak.

*****

Rencana survey ke Curug Halimun sudah bergulir sejak dua bulan lalu sejak terdengar kabar kawasan ini sudah dibuka dan dikelola warga sekitar. Posisi curug ini terletak antara Cukang Rahong dan Sanghyang Heuleut.

Jadwal survey tertunda tatkala ada dari kami yamg harus menuntaskan dahulu proses menjadi relawan uji klinis vaksin covid 19.

Ketika ada event Kamis MODO (Mom’s Day Out-door) jadilah sekalian saja menuntaskan bonus dari Sanghyang Trilogy ini, sehingga akhirnya kami pun ikut melakukan survey ke curug Halimun. Kesimpulan dari trek dengan view yang luarbiasa ini adalah, singkat saja, pondok tapi nyugak.

 

Penulis : Tanti Brahmawati

Rimba Sagun Kearifan di Kaki Gunung Tangkubanperahu

by Bayu Ismayudi

Bau bangkai itu cukup menyengat begitu tiba di curug ke empat yg posisinya paling atas dari rangkaian curug tanpa nama di wilayah hutan Sagun. Nampak seekor rusa tergeletak membusuk yg entah bagaimana hingga sang rusa terkapar seperti itu.

Baru kali ini kami menemukan rusa di tengah hutan yg bukan di penangkaran..
kami pun sempat saling pandang.. Insting kami mengatakan, alam ini masih liar..ada rusa, berarti mungkin ada sang predator mengintai diantara lebatnya hutan.

 

Kabar tentang adanya “surga tersembunyi” di wilayah Sagun, Bandung utara sdh sy dengar sejak 6 bulan lalu dari kawan Pent Hagons dan Fadjar Apay, hingga akhirnya baru kemarin saya bersama Arman Norval dan @mang odoy bisa mengexplorenya menggunakan GBS, Global Bacot System alias pendekatan gerakan ngopi di warung lokal dan ngobrol.

Seminggu sebelum pergantian tahun 2020 saat berkunjung kampung yg terletak di tengah perkebunan teh Sagun, kampung yg asri dikelilingi rerimbunan hutan itu,
sang pendiri kampung, abah Aas sempat berkata,

“Manusia telah mendzalimi diri dan lingkungannya..sehingga alam pun mulai merespon negatif thd setiap tindakan manusia”

” Contohnya apa bah?” tanyaku.

“Hujan sedikit aja yg seharusnya jd rahmat malah banjir, air bah yg muncul..”

Secuil percakapan di perkampungan tengah hutan yg dikelilingi kebun teh dengan suguhan minuman teratai salju yg menyegarkan.

 

Tersesat di Jalur Bagong Palasari

Gunung palasari bukanlah destinasi yg populer bagi para pendaki, gunung yg hanya berketinggian 1852 mdpl ini terletak di wilayah Palintang, Ujung Berung Bandung satu area dengan gn. Bukittunggul yg lebih populer di kalangan para penggiat alam di kota Bandung.

Minggu pagi itu, kami berempat, saya, pak heri (sejawat siskamling saya ), armand & puterinya aura, memulai pendakian gunung Palasari sekitar pukul 9 .

Hangatnya mentari pagi mengiri langkah awal kami yg langsung disuguhi trek menanjak, tapi view sekitar yg indah sedikit menghibur kami disela helaan nafas yg langsung ngos-ngosan.

setelah beberapa menit melalui area hutan ilalang, kami pun mulai memasuki hutan vegetasi yg rerimbunan pohonnya menyejukkan, aliran oksigennya yg segar mulai memberikan kenyamanan.

Kurang lebih satu jam, akhirnya kami tiba di puncak gn. Palasari yg saat itu cukup ramai oleh pengunjung, kami pun membuka perbekalan dan memasak air utk menyeduh kopi sambil sedikit beramah tamah dengan sesama pendaki lainnya.

Dua jam kami bercengkerama di puncak hingga akhirnya kami memutuskan utk kembali turun…dan perjalanan turun inilah yg membuat sedikit keseruan pada hiking saat itu.

keasyikan bercengkrama dan guyon diselingi sesi foto-foto an membuat kami lupa memperhatikan jalur yg akan dilalui, kami merasa memasuki jalur yg benar karena track yg jelas dan lebar serta tepat terbentang di hadapan kami.

Kami pun terus berjalan dengan tetap diselingi gurau canda, hingga pada kurang lebih seperempat jalan, Armand bergumam,,,”koq kita ga liat tanda pos 3 ya?”
pertanyaan Arman ini membuat Pak Heri membuka aplikasi geo track & orux maps dari gadgetnya dan benar saja arah kami melenceng cukup jauh dari track saat pendakian yg sdh direcord dari mulai awal perjalanan.

Kami pun berembuk, utk menentukan, apakah kita balik arah atau meneruskan perjalanan mengingat track yg jelas pasti ujungnya benar walau sedikit melenceng dari lokasi start pendakian,,,

“Teruskeun we lah, eta bapak-bapak jeung ibu-ibu pendaki tadi ge jalan ka dieu” ujar saya karena saat itu ada sepasang pendaki di belakang kami dari rombongan lain yg ingin turun duluan sama- sama melaui jalur yg kami lalui.

“Boa si bapak jeung ibu eta ge teu apaleun trus nuturkeun urang,,,” sahut Pak Heri.

Kami pun bertanya langsung kepada si bapak di belakang kami,,,dan beliau menjawab “eh abdi mah nuturkeun akang da”
Seketika kami pun berpandangan sambil nyengir,,,”Pak, jigana urg salah jalan, urg uih deui we ka luhur ” ujar pak Heri,,,

Kami pun sepakat utk berbalik arah menuju puncak kembali utk mencari jalur yang benar,,,Arman yg dari awal pendakian kolesterolnya kambuh mulai misuh karena harus meniti kembali trek menanjak yg menurut dokter pribadinya sebenarnya tidak dianjurkan mengingat kadar kolesterolnya yg tinggi. Tapi apa boleh buat, daripada tersesat jauh.

Baru beberapa menit kami berjalan, tiba-tiba seorang pemburu babi hutan dengan membawa anjing berteriak kepada kami,,”Terus we kang, ngke aya jalan da !” sambil berlari menuruni trek diiringi bapak & ibu yg tadi mengikuti kami di belakangnya. Rupanya si bapak bertanya kpd si pemburu tersebut,,,
“Tapi kang ieu jalur kaluarna ka tenda biru?” (tenda biru adalah warung yg menjadi shelter bagi para crosser atau hiker yg beratap terpal warna biru yg terletak di simpang jalan antara jalur palintang arah gn kasur & pangparang yg menjadi titik awal pendakian kami) tanya saya
“Muhun ka tenda biru” jawab si pemburu
Kami pun berbalik kembali melanjutkan perjalan dengan bersemangat,,,

Hingga setengah perjalanan lebih, kami mulai curiga dengan trek yg kami lalui,,,curam dan seperti bukan trek pendaki pada umumnya walau dibeberapa batang pohon kami melihat stringline dari rafia warna biru,,

Saya pun kembali bertanya utk meyakinkan kepada sang pemburu yg tampak tengah istirahat
“Kang, leres ieu teh kaluarna ka tenda biru?”
“Keula tenda biru teh aya dua, anu mana ieu teh? jawab si pemburu
“Tenda biru gn kasur-palintang” celetuk pak Heri.
“Oh, ieu mah ka tenda biru lapangan trail, belah dituna deui” jawab si pemburu dengan santainya,,,
hal ini membuat saya sedikit ngedumel,,,”naha karak mere nyaho ayeuna si kehed teh”
“Hayu lah teruskeun, ayeuna mah pokokna asal nepi ka jalan aspal we heula” ujar si bapak yg mengikuti kami,,,
Dengan ragu kami pun melanjutkan perjalanan,,,dan sang pemburu tiba- tiba kelihatan terburu-buru pergi dengan alasan sedang mengejar buruan, atau mungkin ingin menutupi kesalahannya karena ke sok tahuannya tentang tujuan kami.

Trek yg kami lalui semakin lama semakin tidak bersahabat, dengan turunan curamnya, trek ini lebih mirip trek bwt pemburu babi hutan drpd trek utk pendakian umum.
Hingga kami terhenti pada ujung trek yg terhadang lembah tanpa terlihat jalur setapak pun.
Saya mencoba melipir ke samping kiri dan kanan berharap menemukan jalan setapak, sedangkan Arman menuruni lembah berharap juga menemukan setitik jalan setapak,,,

“Teruskeun we kang, itu di handap seueur tangkal cau, pasti tos caket kebon penduduk!!” teriak si bapak yg mengikuti kami tiba-tiba kepada Arman.

“Stop dulu coy! ” teriak saya pada Arman, lalu saya bilang ke si bapak, kalau vegetasi pohon pisang itu ciri area lembah blom tentu area pemukiman dan bukti itu saya perkuat dengan maps pada aplikasi yg tertera di gadgetnya pak Heri yg menggambarkan topografi dengan garis kontur yg rapat yg artinya itu adalah area lembah yg curam.

Si bapak yg sebelumnya berambisi utk terus melanjutkan perjalanan menuju lembah diam membisu.
Saya pun meminta Arman, Aura dan pak Heri utk balik arah kembali menuju puncak.

Si bapak ragu utk mengikuti kami hingga dia bertanya kpd pak Heri,,,
“Bade ngiring ka luhur deui pak?”
“Enya lah pak, eta nu kaluhur kelompok abdi, nya abdi ngiring” jawab pak Heri,,,si bapak pun dengan langkah berat kembali mengikuti kami dengan menuntun si ibu.

Webbing yg selalu saya bawa dlm backpack, pada hiking kali ini bener saya gunakan dan memang ada gunanya,,,pada beberapa jalur webbing ditambatkan utk membantu menaikki jalur yg terjal yg menguras tenaga yg semakin berkurang,,,

Hingga hampir dua jam akhirnya kami tiba di puncak kembali,,,sebuah pengalaman baru,,,dua kali menjejakkan kaki di puncak dalam satu hari, dan ini bukan prestasi tapi karena musibah (Armand’s quote)

Dan dari puncak terlihat jalur kecil lebih kecil dr jalur yg td kami lalui ke arah kiri,,,dan justru trek kecil itu lah jalur yg benar,,,dan kami pun melalui jalur turun itu dengan lega,,,hingga tiba di titik awal pendakian disambut kue balok dan kopi panas,,,