Davao City, Still No to Mining

mount apo

Davao City merupakan kota utama di Pulau Mindanao yang merupakan pusat dari Davao Region  (Region XI). Davao merupakan salah satu tempat tujuan wisata yang populer di Filipina. Selain panorama alam, Davao dikenal dengan kekayaan budaya dan sejarahnya. Kota ini akan menjadi persinggahan sebelum mendaki gunung tertinggi di Filipina yaitu Mount Apo (3.143 meter dpl).

Davao terletak di pesisir Tenggara Mindanao yang kaya akan sumber daya alam. Topografi Davao yang berbukit-bukit diberkahi dengan berbagai pemandangan indah berupa hutan, cagar alam, perkebunan dan peternakan. Davao City dapat dikatakan merupakan suatu kombinasi yang unik antara kota kosmopolitan yang ramai namun damai, modern namun pedesaan.

Kata Davao sendiri dipercaya berarti “di balik bukit yang  tinggi” atau “melewati  perbukitan” berawal dari pengucapan suku-suku pertama disan bila menyatakan pergi ke daerah itu. Mereka akan mengatakan bahwa mereka akan “davoh”, “duhwow”  atau “Dabu” untuk merujuk  tempat tujuannya  berupa daerah yang dikelilingi pebukitan Buhangin, Magtuod, Maa, dan Matina.

Salah satu alasan utama alam Davao masih asri adalah tegas pemerintah kota yang menentang operasi pertambangan di kota itu. Wakil walikota Davao, Rodrigo Duterte bersikeras masuknya kegiatan pertambangan di kota hanya akan menimbulkan merusak sumber daya alam. Demikian pula dalam suatu kesempatan berbicara didepan Kongres, perwakilan Davao City mengajukan RUU bahwa kotanya daerah bebas pertambangan. Duterte meyakini bahwa pertambangan tidak hanya menggunduli pegunungan tetapi juga akan menggunduli seluruh masyarakat.

“Tak akan mudah bagi perusahaan tambang untuk beroperasi di kota ini,” janjinya. @districtonebdg

Keunikan Danau Tonle Sap di Kamboja

crocodile-farm-tonle-Sap

Danau Tonle Sap yang terletak di provinsi Siem Reap, Kamboja merupakan danau air tawar terbesar di Asia Tenggara. Ketika musim penghujan, air mengalir  masuk dari sungai Mekong dan mengisi danau Tonle Sap sehingga luasnya membengkak hingga  16.000 kilometer persegi dengan kedalaman mencapai 9 meter.  Sebaliknya di akhir musim penghujan, aliran air kembali berbalik dan ikan terbawa ke aliran air Mekong.

Dari kota Siem Reap, perjalanan menuju tepi danau Tonle Sap yang berjarak 11 kilometer akan memakan waktu sekitar 20 menit menggunakan tuktuk dengan melewati jalan yang relatif baik. Karena keterbatasan waktu, sebagian besar wisatawan yang datang ke Siem Reap biasanya hanya mengamati kehidupan di Tonle Sap disekitar  floating village  Khneas Chong yang dihuni oleh penduduk keturunan Vietnam.

Sejak tahun 1997 Tonle Sap telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai cagar biosfer dimana wisatawan dapat menjumpai  beberapa satwa liar yang paling menakjubkan di kawasan ini. Selain beraneka burung, juga beragam kehidupan air yang unik. Yang  paling terkenal adalah  legenda ikan lele raksasa yang dikabarkan masih banyak terdapat disini, konon bisa tumbuh sampai delapan meter.

Beberapa anak kecil akan langsung meloncat ke perahu yang melaju cepat itu dengan membawa softdrink, dan menjajakan barang dagangan mereka. Usaha yang penuh risiko demi mencari rezeki, namun tampaknya mereka sudah terlalu biasa melakukan hal tersebut sehingga tak ada kekhawatiran sama sekali. Di tengah danau perahu motor akan singgah di sebuah rumah makan terapung, kita dapat beristirahat seraya menikmati pemandangan danau yang luas. Beberapa rumah makan memiliki peternakan buaya dalam sebuah karamba besar. Kerajinan kulit buaya seperti tas, memang banyak terdapat di kota Siem Reap. Walau tak diwajibkan, pemilik tempat akan sangat menghargai bila kita membeli minuman atau makanan setelah melihat-lihat disana.  Bila berminat wisatawan pun dapat membeli beberapa jenis suvenir yang tersedia disana.

Namun tiket masuk bagi wisatawan cukup tinggi yaitu USD 20 per orang, sudah termasuk berkeliling di sekitar danau memakai perahu motor namun belum termasuk tip sewajarnya(2012). Saat berkunjung kembali tahun 2016, rupanya ada kreatifitas baru dalam atraksi wisata di Tonle Sap yaitu menawarkan wisata sampan ke dalam vegetasi mangrove di tepi danau. Namun lagi-lagi harganya cukup mahal yaitu USD 20/per orang untuk bersampan selama kurang lebih setengah jam. Walau tak wajib dan lebih merupakan pemberdayaan komunitas, tetap saja harga tersebut terasa berlebihan. (Bandingkan dengan tiket Angkor Wat seharga USD 20 untuk seharian!)

Selain itu, motorboat juga akan mengajak turis mengunjungi sekolah terapung. Disini diharapkan turis memberi sumbangan beras untuk makan, yang bisa dibeli di toko terapung. Ada dua jenis karung beras yaitu 30 kg (USD 30) dan 50 kg (USD 50). Tentu ini lebih merupakan donasi sukarela namun bila anda tak merencanakan hal tersebut, biaya wisata ke Tonle Sap bisa jauh membengkak.

Yang terparah kini guide tak segan-segan meminta tip yang besar, hal yang merugikan citra wisata danau Tonle Sap. Saat kami kesini mereka mengharapkan tip 1000 baht seorang untuk guide dan driver. Tentu tip yang tak masuk akal itu serta merta kami tolak. Bila ingin menghindari tawaran-tawaran yang tak direncanakan sebaiknya anda mengikuti paket tour dari operator di Siem Reap, ketimbang pergi sendiri. @districtonebdg

Megahnya Komplek Candi Angkor Wat

Angkor-WatWisatawan yang ingin mengunjungi Angkor harus terlebih dahulu menuju kota Siem Reap. Tidak susah menuju ke kota tua ini karena sudah ada penerbangan langsung dari berbagai kota namun bagi yang lebih suka melakukan perjalanan darat, Siem Reap juga bisa dicapai  dari Bangkok (9 jam ) atau Phnompenh (6 jam). Selain lebih hemat, perjalanan memakai bis  antar negara akan menjadi pengalaman tersendiri bagi yang belum pernah merasakannya. Bila ingin merasakan sensasi lebih, kita dapat menumpang kapal motor menyusuri sungai Tonle Sap dari Phnompenh menuju Siem Reap. Perjalanan menyusuri sungai  ini memakan waktu enam jam.

Tarif masuk Angkor Wat cukup mahal yaitu USD 20 untuk satu hari, USD 40 untuk tiga hari dan USD 60 seminggu. Bila ketahuan tak memiliki tiket masuk maka dikenakan denda USD 100. Waktu terbaik mengunjungi candi Angkor Wat adalah menjelang matahari terbit sehingga kita bisa mengabadikan sunrise dan  sore hari untuk mengabadikan sunset.

Komplek candi Angkor bisa dikelompokkan ke dalam beberapa wilayah berdasarkan sebaran lokasinya yaitu Central Angkor, Eastern Angkor, Northeastern Angkor, East Baray, West Baray, Ruluos dan Banteay Srei. Kawasan Central Angkor merupakan yang paling populer dan paling sering dikunjungi wisatawan dimana disini terdapat candi Angkor Wat dan Angkor Thom.

Memasuki komplek candi Angkor kita akan merasa kembali ke masa silam. Candi-candi peninggalan kerajaan Khmer ini berserak dalam suatu kompleks candi yang sangat luas dengan periode pembangunan yang berbeda-beda.  Komplek candi ini terdiri dari ratusan struktur bangunan dari abad 8 hingga ke-14 yang menceritakan perjalanan bangsa Khmer. Beberapa candi yang paling sering dikunjungi adalah Angkor Wat, Angkor Thom, Bakong, Banteay Srei, Bayon, Preah Khan dan Ta Prohm. Selain candi-candi itu masih banyak komplek candi lain yang letaknya tersebar hingga puluhan kilometer jauhnya bahkan hingga perbatasan Thailand. Mustahil rasanya mengeksplorasi semua keindahan itu dalam waktu yang singkat.

Wisatawan yang mengunjungi Angkor  akan dihadapkan pada sebuah dilema, antara mengeksplorasi  komplek candi yang luas dan mendalami sejarah ratusan tahun ke belakang dengan waktu kunjungan yang lama. Atau hanya akan sekejap saja melintasi berbagai komplek candi yang penuh nuansa magis itu karena keterbatasan waktu. Rata-rata kunjungan turis di Angkor Wat adalah 2-3 hari, niscaya dirasakan masih prematur dalam mengeksplorasi keseluruhan komplek candi yang menakjubkan ini. @districtonebdg

Panorama Dataran Tinggi Bolaven Plateu, Laos

bolaven

Pada pukul 8.00 pagi dari kota Phakse kami dijemput oleh mobil travel yang akan membawa ke Bolaven Plateau. Cukup membayar 160.000 kip/orang, kami akan dibawa berkeliling dari pukul 8 pagi sampai pukul 6 sore menyusuri dataran tinggi Bolaven yang merupakan salah satu tujuan wisata yang cukup terkenal di Laos. Perjalanan kami dimulai dari sebuah perkebunan teh yang disebut Ongya Tea Plantation. Perkebunan teh tersebut adalah milik sepasang suami istri yang sudah terbilang tua. Setiap hari perkebunan mereka dikunjungi oleh wisatawan-wisatawan yang akan menikmati dataran tinggi Bolaven. Walaupun tidak terlalu luas, perkebunan tersebut menyajikan pemandangan yang bagus dan udara yang sangat segar.

Tur di perkebunan ini juga akan  memperlihatkan proses pembuatan teh. Setiap wisatawan juga dipersilahkan untuk menikmati segelas teh yang diproses langsung di tempat tersebut. Segelas teh hangat dan baunya wangi sangat pas untuk udara yang cukup dingin khas perkebunan teh.

Dari Ongya Tea Plantation, kami dibawa menuju Tad Fane Waterfall. Air terjun yang disebut air terjun kembar ini setinggi hampir 120 meter. Disebut air terjun kembar karena terdiri dari dua air terjun yang terbentuk dari dua aliran air yang berbeda dan membentuk satu aliran yang kemudian menuju ke Sungai Mekong. Air terjun Tad Fane hanya bisa dinikmati dari jauh karena untuk mencapainya, kita harus menuruni tebing dan memakan waktu yang agak lama sedangkan travel agent sendiri telah menetapkan harus berapa lama kita berada di situ. Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju air terjun yang lainnya yaitu  Gnenuang Waterfall.

Berbeda dengan Tad Fane, Gnenuang Waterfall dapat dinikmati dari dekat. Disediakan tangga untuk turun ke tempat aliran air tersebut jatuh. Di sekelilingnya terdapat taman dan hutan yang dapat digunakan bersantai. Tidak hanya wisatawan asing, saat kunjungan kami, banyak wisatawan lokal yang datang untuk menikmati keindahan air terjun ini. Setelah cukup lama menikmati Gnenuang Waterfall, kami menyusuri jalan terus ke timur melewati daerah bernama Pa Xong. Tibalah kami di Pa Xong coffee plantation, sebuah perkebunan kopi yang cukup besar. Di sana kami melihat puluhan orang membagi tugas untuk mengolah kopi yang baru dipetik.

Kopi yang baru dipetik ditumpuk kemudian dilepas kulitnya dengan menggunakan mesin sederhana, kemudian dimasukkan ke dalam sebuah bak dan di sana ada beberapa orang yang bertugas untuk membersihkan kopi tersebut sampai benar-benar bersih. Setelah bersih dari kulitnya, maka kopi tersebut kemudian dijemur di bawah terik matahari lalu disangrai (digoreng tanpa minyak) dan digiling menghasilkan kopi bubuk yang rasanya sangat enak. Kami dipersilahkan mencicipi kopi yang langsung diolah di Pa Xong Coffee Plantation. Kopinya enak dan wangi. Tidak heran jika kopi tersebut juga diekspor ke negara-negara lain.

by Maya Rara Tandirerung / @mayarararocks

Aroma Coklat di Citarum

kakao

Pada masanya sungai  Citarum merupakan monster alam dengan kekuatan tak terukur. Amuknya merupakan horor yang dapat melumatkan kehidupan di sekitar alirannya. Demikian pula aktivitas ekonomi terkait sungai terpanjang di Jawa Barat ini pun mencapai skala gigantic. Tak kurang tiga bendungan besar yaitu waduk Jatiluhur, Saguling dan Cirata dibangun untuk menjinakkan raungan monster alam ini.

Para rafter di Bandung tentunya sudah tak asing dengan sungai Citarum. Sebelum  dibendung oleh waduk Saguling, Citarum memiliki jeram-jeram yang disegani karena ganas dan berbahaya. Kini praktis tempat yang terbilang masih layak untuk latihan rafting hanyalah aliran sepanjang satu  kilometer di Bantar Caringin, desa Cisameang. Di tempat ini sudah ada operator rafting bagi wisatawan yang ingin mencoba aliran sungai Citarum. Dari jalan raya Rajamandala, peminat tinggal belok ke arah PLTA Saguling menuju Bantar Caringin. Beberapa kejuaraan rafting dan river boarding berskala nasional maupun  internasional juga pernah diselenggarakan disini

Pertama bersentuhan dengan aliran sungai Citarum saat mulai belajar rafting saya merasa  sangat tidak nyaman. Aliran sungai Citarum seolah  keluar dari balik gunung dengan debit air yang tiada habisnya untuk menerjang apapun yang ada di depannya. Hanya tebing-tebing dan bebatuan kokoh yang mampu menahan gerusan arusnya yang liar. Melihat kami yang gelisah, beberapa senior menenangkan dengan memberi buah coklat yang berwarna kuning kemerahan. Rasanya asam manis dengan daging buah yang putih yang mirip buah manggis. Kesejukan terasa menenangkan beberapa lama setelah melahap buah coklat, entah karena buah coklat itu atau karena merasa terlindungi oleh para senior yang sudah ahli.

Sejak itu kerap sebelum rafting di sungai Citarum kami kerap berhenti dulu  tengah jalan untuk mencari buah coklat yang jatuh ke tanah. Apabila tidak ada yang jatuh terkadang “terpaksa” memetik   buah coklat yang masih menempel di batang untuk bekal cemilan di sungai. Ada berhektar-hektar kebun coklat  di sepanjang jalan yang berliku-liku menuju tepi sungai. Tak apa toh hanya beberapa bulan sekali, kami pikir.

Percaya atau tidak, aroma coklat memang meningkatkan aktifitas gelombang alfa dan beta. Alfa paling umum muncul dalam keadaan santai tapi membangunkan orang dewasa, sementara beta tampak ketika orang melakukan sesuatu pekerjaan mental. Para sukarelawan yang diminta berpartisipasi dalam suatu penelitian di University of Middlesex, Inggris merasakan aroma coklat sebagai  menyejukkan, menyenangkan  dan mereka merasa sangat santai. Aroma coklat secara nyata menekan gelombang teta yang makin banyak hadir saat perintah semakin rumit. @districtonebdg

Sensasi Water World di Danau Cirata

???????????????????????????????

Kawasan Waduk Cirata memiliki  luas 43.777,6 hektar terdiri dari 37.577,6 hektar wilayah daratan dan 6.200 hektar wilayah perairan. Danau buatan ini dibangun pada 1986 dengan merendam ribuan hektare area pertanian, hutan, dan permukiman penduduk di sebagian wilayah Cianjur, Purwakarta, dan Bandung .

Waduk dimanfaatkan bukan saja sebagai pembangkit listrik tanaga air (PLTA), tetapi juga sebagai lahan budi daya ikan air tawar dan objek wisata. Objek wisata yang ramai dikunjungi masyarakat adalah Jangari di Kecamatan Mande, Maleber di Kecamatan Cikalongkulon, dan Calincing di Kecamatan Ciranjang. Namun dalam perkembangannya, objek-objek wisata di Waduk Cirata “terkalahkan” oleh pesatnya budi daya ikan air tawar jaring apung, sehingga objek wisata seperti Jangari, Maleber, dan Calincing bergeser menjadi pelabuhan pendaratan dan pengangkutan produksi ikan jaring apung.

Hujan yang turun sore itu di kawasan danau membuat suasana semakin dekat pada kesyahduan yang magis. Sejenak siapapun akan melupakan sumpeknya rutinitas hidup.   Saat gelap semakin merambat wisatawan akan dimanjakan oleh hidangan makan berupa ikan bakar yang diambil langsung dari karamba.

Rombongan turis bisa menginap di rumah makan terapung di tengah danau sehingga suasana magis kehidupan water world  makin terasa. Kegelapan malam yang hening di tengah danau perlahan tanpa terasa menarik hari semakin purba lalu kemudian dibangunkan oleh sun rise yang megah. Bila anda penyuka fotografi, inilah saatnya untuk merekam kehidupan warga di danau. @districtonebdg

Sejenak Menyepi di Kawah Putih

It is in deep solitude that I find the gentleness with which I can truly love my brothers. The more solitary I am the more affection I have for them…. Solitude and silence teach me to love my brothers for what they are, not for what they say  (Thomas Merton).

Kawah Putih adalah sebuah tempat wisata di kawasan Ciwidey, Bandung Selatan. Tempat ini merupakan sebuah danau yang terbentuk dari letusan Gunung Patuha. Tanah yang bercampur belerang di sekitar kawah ini berwarna putih, lalu warna air yang berada di kawah ini berwarna putih kehijauan, yang unik dari kawah ini adalah airnya kadang berubah warna.

Pada tahun 1837 seorang ahli botani kebangsaan Jerman bernama Dr. Franz Wilhelm Junghuhn datang ke kawasan ini untuk melakukan penelitian. Iat sangat tertarik dengan kawasan pegunungan “terlalu sunyi” sehingga tidak ada burung yang terbang di atasnya, maka ia berkeliling desa untuk mencari informasi. Bagi Junghuhn, pernyataan masyarakat setempat yang sangat berbau mistis tidaklah masuk akal. Karena tidak percaya dengan cerita-cerita tersebut, ia pergi ke dalam hutan rimba untuk mencari tahu apa yang ada di sana. Ia berhasil mencapai puncak gunung, dan dari sana ia melihat keberadaan sebuah danau indah berwarna putih dengan bau belerang yang menyengat.

Area Kawah Putih merupakan awal trek bila ingin mendaki Gunung Patuha. Area danau kawah ini bisa dicapai dari Cipanganten,  Punceling dan TWA Kawah Putih.

Bagi saya pribadi kawah belerang berwarna putih ini memiliki tempat tersendiri di hati. Pada tahun pertama kuliah di bibir kawah inilah saya pertama berkenalan dengan kegiatan petualangan, lalu pada akhir masa kuliah disini pula saya melakukan hal yang sama pada para petualang baru. Membawa mereka kepada pintu gerbang dunia petualangan sambil diam-diam mengucapkan perpisahan yang sunyi pada kegiatan petualangan kampus dan para sahabat. Sejenak menyepi dari dunia petualangan. @districtonebdg

Perempuan Bekerja di Ladang, Laki-laki di Rumah

bolaven2

Desa Khok Pung Thai terletak sekitar 103 km dari Kota Pakse, Lao PDR. Desa yang ditinggali oleh suku Katou ini terletak di pinggir jalan tetapi yang unik, masyarakatnya tidak bisa menggunakan bahasa Laos yang sehari-hari dipakai oleh masyarakat Laos pada umumnya. Mereka menggunakan bahasa daerah mereka sendiri. Ada satu orang yang lancar berbahasa Inggris sehingga ia ditunjuk untuk menjadi local guide bagi wisatawan yang datang. Di Desa Khok Pung Thai ini, terdapat satu sekolah alternatif di mana guru-gurunya didatangkan dari Thailand, Singapura, Prancis dan beberapa negara yang bekerja sama dengan pemerintah Laos.

Desa ini merupakan salah satu desa yang sedang dalam proses pengembangan yang ditinjau langsung oleh pemerintah Laos. Masyarakat Katou masih sangat menjaga adat istiadat mereka. Mereka hampir semuanya menganut kepercayaan kepada roh-roh. Pada umur 30-40 masyarakat di desa ini sudah harus membuat peti mati untuk persiapan. Jika seseorang meninggal karena kecelakaan, maka orang tersebut tidak boleh dimasukkan ke dalam peti karena dianggap mendatangkan sial. Jenazahnya akan diletakkan di dalam hutan sampai waktu di mana sial yang dibawa sudah hilang.

Yang unik lagi, di desa ini perempuanlah yang bekerja di ladang dan menjadi petani sedangkan kaum laki-laki tinggal di rumah untuk merebus air untuk istri-istri mereka. Menurut local guide yang menemani kami, inilah salah satu alasan mengapa di desa tersebut perempuan lebih berumur panjang daripada laki-laki. Disini sudah lazim bila perempuan sejak umur 14 tahun sudah merokok. Rokok yang mereka gunakan adalah tembakau yang dibakar pada sebuah bambu yang berdiameter sekitar 2 cm. Setiap laki-laki dari masyarakat Katou boleh mempunyai maksimal 4 orang istri. Bahkan ada sebuah rumah yang dihuni oleh 68 orang. Wow!

Rumah mereka adalah rumah panggung yang dibuat untuk mencegah binatang masuk ke dalam rumah. Makanan mereka ada nasi ketan yang diolah masih dengan cara tradisional yaitu ditumbuk. Sisa-sisa dari padi yang ditumbuk akan diberikan kepada peliharaan mereka seperti babi dan ayam yang bebas berkeliaran di sekitar rumah. Lauk mereka adalah daging babi dan daging anjing. Mereka sangat jarang makan daging ayam karena ayam menurut mereka lebih baik untuk dipelihara. Untuk mengambil air mereka mempunyai satu sumur terbuka yang digunakan untuk masyarakat desa untuk mencuci pakaian dan mandi. Ketika saya menanyakan di mana toilet, dengan senyum local guide tersebut “In the forest”. Hahahaha..

by  Maya Rara Tandirerung  / @mayarararocks

Suatu hari di Masjid Biru, Ho Chi Minh City

blue-Mosque-04

Sebuah bangunan  dengan arsitektur dan lansekap yang unik tampak familiar menyempil diantara belantara gedung2 bertingkat di sudut kota Ho Chi Minh, tepatnya di distrik 1 Dong Khoi yang sibuk dan padat. Warna biru kombinasi putih mendominasi penampakan bangunan ini. Cukup rapih dan terawat walau warna birunya sudah mulai agak kusam. Tampak empat menara atau minaret menjulang di keempat sudut bangunan utama.Tidak ada kubah besar namun di setiap pucuk minaret terdapat semacam kubah2 kecil berwarna keemasan.

Pintu-pintu atau gerbang masuk kedalam gedung yang berderet sebanyak tujuh buah dengan lengkungan khas timur tengah menegaskan bahwa ini bukanlah gedung yang biasa akan kita temukan di Vietnam. Pekarangannya cukup luas, bersih, cukup terawat dan pastinya teduh dengan pohon sarat dahan berdaun banyak. Tidak salah lagi, itu adalah Saigon Central Mosque atau Blue Mosque atau Jamiah Al Muslimun, salah satu mesjid terbesar yang ada di Vietnam. Saya sejenak cukup takjub dengan pemandangan yang ada.

Bangunan mesjid ini didirikan pada tahun 1935 oleh para pedagang dari India yang telah bermukim di kota itu. Tahun dimana Vietnam belum merdeka dari kolonialisme Perancis, begitupun India yang masih belum lepas dari kolonialisme Inggris. Sehingga nampaknya wajar, Saigon ketika itu, sebagai kota pelabuhan dan perdagangan terbesar di sisi selatan Vietnam, sangat menarik sehingga mengundang para saudagar dari mancanegara, yang berbeda etnis dan agama ini, untuk datang bahkan hingga bermukim di kota itu. Beberapa keturunan India muslim saat ini masih merupakan bagian dari komponen komunitas muslim di Vietnam selain juga keturunan Melayu. Walaupun demikian, etnis lokal Cham masih menjadi jemaah muslim mayoritas di Vietnam.

Setelah melewati pekarangan dengan taman yang asri, sebuah tangga lebar dengan anak tangga yang cukup banyak sudah menanti untuk mengantar kami memasuki masjid. Setelah menaiki tangga, tepat di sayap kanan terlihat sebuah kolam dengan dikelilingi pancuran air yang nampaknya adalah tempat untuk membersihkan diri atau bersuci mengambil wudhu. Seperti biasa, alas kaki sudah harus dilepaskan disini.

Yang juga menarik dari masjid ini, selain ciri khas dan warna birunya, adalah adanya gedung madrasah atau sekolah agama persis di halaman belakang mesjid. Nampaknya komplek masjid ini dari awal memang benar-benar dirancang sebagai enclave komunitas muslim di Ho Chi Minh. Namun sayang, berbeda dengan mesjidnya,  bangunan ini nampak kurang terawat. Bangunan ini berlantai tiga, ada tulisan Madrasah Noorul Imaan Islamic School di lantai kedua dengan lambang bintang yang khas diatasnya.

by Luthfi Rantaprasaja / @loerant

Bunga –Bunga Rawa di Ranca Upas

rusa rc upas

 

Few are altogether deaf to the preaching of pine trees. Their sermons on the mountains go to our hearts; and if people in general could be got into the woods, even for once, to hear the trees speak for themselves, all difficulties in the way of forest preservation would vanish (John Muir)

 

Bumi perkemahan Ranca Upas di Ciwidey memiliki medan yang lengkap untuk berlatih di alam dengan areal rawa dan hutan diantara tiga bukit yaitu Tikukur, Kolotok dan Cadas Panjang. Di areal ini terdapat pula sumber air panas yang mengandung bekerang sehingga konon bisa menyembuhkan rematik dan penyakit kulit.

Rawa-rawa menjadi pesona tersendiri yang unik dan jarang dijumpai di tempat lain. Di sekitar rawa tumbuh banyak bunga-bunga rawa yang semakin membuat menawan panorama disana. Tentu saja untuk melihat berbagai keindahan itu anda harus sedikit masuk ke arah rawa, menjauh dari hiruk-pikuk warung dan lapang parkir.

Ranca Upas bagai rahim bagi para petualang dimana hampir semua penggiat alam bebas di Bandung dan sekitarnya pernah berlatih disana sehingga medan berlumpur dan tergenang air itu bukanlah hal yang asing bagi mereka. Setiap beberapa tahun sekali seolah rawa-rawa di Ranca Upas memanggil para super swamper itu untuk kembali ke rahimnya. Dimanapun mereka berada suara  halus yang  dibisikkan rawa-rawa itu selalu menyelinap kedalam hati. Kabut tebal dan udara dingin kembali terasa dingin di sekujur tubuh, dan aroma tanah serta rerumputan mengawang di sekitar. Terasa ada sesak yang tak tertahankan di dada untuk kembali menengok bunga-bunga rawa.

Lumpur sedalam lutut dan genangan air harus ditempuh lebih dari setengah jam untuk menuju hutan kawasan Leuweung Tengah, belum lagi bila hujan mengguyur dan perjalanan malam yang gelap gulita di tengah hutan. Namun tak ada yang dapat menghalangi kerinduan untuk kembali berkumpul bersama di rawa-rawa hutan Ranca Upas. @districtonebdg