Gunung Bendera Si Mungil yang Ramah Didaki

Kondisi geografis Bandung yang dikelilingi pegunungan membuat bumi Parahyangan punya lumayan banyak gunung cantik. Tak terkecuali ke arah Barat melewati kawasan pertambangan batu kapur menuju Cianjur. Namun apakah medan pendakian gunung di Bandung ramah didaki, itu hal lain. Nah jangan khawatir, ada gunung Bendera bagi yang enggan melahap banyak tanjakan terjal.

Gunung Bendera termasuk gunung mungil yang cantik yang ramah bagi pendaki pemula. Terletak di kawasan karst Padalarang, mendaki gunung ini  tak perlu peralatan khusus, cukup pastikan fisik dan stamina dalam kondisi prima. Puncak tertingginya yang sering disebut Puncak Rindu hanya setinggi 1403 mdpl. Kalau mendaki gunung Gede maka ini baru turun dari angkot di basecamp Cibodas atau Gunung Putri 😀

Aksesnya pun cukup mudah karena terletak hanya sepelemparan batu dari Kota Baru Parahyangan. Namun tak ada area parkir yang memadai bila membawa kendaraan, cuma tersedia lahan sempit untuk parkiran motor.

Medan pendakian gunung Bendera melewati perkebunan dan pebukitan semak sehingga bila dari jauh seperti bukit-bukit Teletubbies. Medan yang terbuka membuat waktu terbaik hiking kesini adalah saat cuaca teduh yaitu pagi dan sore hari. Disini juga banyak dijadikan tempat camping untuk menyongsong sunrise dan citylight.

Sebuah aktifitas menarik yang bisa dilihat disini adalah kegiatan perajin coet batu. Walau terletak agak melipir dari trek, cukup sepadan untuk melihat kearifan lokal yang akan memperkaya wawasan petualangan.

Sepertinya pilihan terbaik kesini adalah memakai angkutan umum. Dari stasiun Padalarang ada angkot trayek gunung Bentang yang bisa dinaiki. Turun saja di daerah Gantungan lanjut jalan kaki atau ojek. Atau minta diantar saja oleh angkotnya ke Gantungan pojok agar semakin mendekati tempat mulai pendakian.

 

Gunung Haruman dalam Bayang – bayang

Ke arah ini sebetulnya bukan trek yang populer,  orang-orang lebih sering mendaki puncak lainnya yaitu gunung Puntang dan Malabar. Seakan Haruman hanya dalam bayang-bayang gunung lainnya. Tidak heran treknya sepi dan kadang jalurnya kurang jelas.

Wisata Alam Gunung Puntang berada di Desa Cimaung, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung. Dari pusat Kota Bandung kurang lebih memerlukan waktu sekitar 2 jam untuk mencapai bumi perkemahan ini. Setelah melewati alun-alun Banjaran, jalan yang dituju adalah menuju Pangalengan lalu setelah sampai di pertigaan Cimaung belok ke kiri sejauh 9 kilometer hingga buntunya jalan.

Dulu pernah berdiri stasiun pemancar Radio Malabar  yaitu sebuah stasiun radio yang menjadi pusat komunikasi pemerintahan Hindia Belanda, tepatnya pada periode 1917- 1929. Konon, siaran radio dari tempat ini dapat terdengar hingga ke negeri Belanda yang berjarak 12.000 km jauhnya. Hingga kini di kaki Gunung Puntang masih bisa ditemukan puing-puing bangunannya. Ikon lain di tempat ini, salah satunya adalah sisa struktur dinding kolam berbentuk hati yang kini dikenal dengan nama Kolam Cinta.

Dari buper ini kita bisa mendaki ke gunung Haruman yaitu dengan sejenak mengikuti jalur kearah curug Siliwangi, lalu ambil jalur yang kanan saat bertemu persimpangan. Ke arah ini sebetulnya bukan trek yang populer,  orang-orang lebih sering mendaki puncak lainnya yaitu gunung Puntang dan Malabar. Seakan Haruman hanya dalam bayang-bayang gunung lainnya. Tidak heran treknya sepi dan kadang jalurnya kurang jelas. Namun medannya yang zigzag sebetulnya lebih ramah daripada jalur pendakian puncak lain. Cuma ya itu,  kadang hilang tertutup sampah hutan atau semak.

Karakter cuaca disini bisa dibilang basah, kabut dan hujan senantiasa menyapa. Saat hiking atau mendaki siap-siap lah membawa raincoat atau ponco. Begitu juga waktu kami mendaki Haruman, disambut gerimis dan kabut kala naik serta dilepas hujan besar saat turun. (2012)

Railway Adventure ke Kampung Adat Cigumentong

Kampung Cigumentong dapat dikatakan terpencil, sebab lokasinya yang berada di Kawasan Gunung Kareumbi membuat wilayah tersebut jarang dijamah oleh orang. Hingga kinipun kawasan Gunung Kareumbi merupakan wilayah Hutan Konservasi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat.

Meski terbilang terisolir namun sejak tahun 1884, Kampung Cigumentong sudah dihuni segelintir warga. Lalu pada tahun 1919, seorang Administratur dari Pemerintah Hindia Belanda datang ke kampung ini. Administratur tersebut bernama Mr Jansen atau warga kampung memanggilnya dengan sebutan Tuan Block. Sampai meninggalnya Tuan Block tinggal di sini dan menjadi bagian sejarah kampung ini dengan ditemukannya makam beliau.

Kampung dibalik gunung ini mengusik perhatian saat pertama survey Kareumbi tahun 2018 yang lalu, seperti dibisikkan oleh angin hutan. Bukan deng,  karena melihatnya di Gmap wkwk… Nah, walau kala itu tak sempat dikunjungi namun penasaran untuk suatu saat akan kesana.

Tahun 2019 sempat mengadakan trip ke Kareumbi, namun baru pada Februari 2022, dapat menuntaskan hajat ke kampung misterius ini. Seperti juga dulu,  perjalanan dimulai dari stasiun Bandung lalu turun di stasiun Cicalengka.  Setelah carter angkot ke ujung desa Sindangwangi,  lalu berjalankaki ke kampung Cigumentong sekitar dua kilometer. Taman Buru Kareumbi sendiri sedang tidak buka karena PPKM gara-gara si Covid.

Walau bertajuk kampung adat,  tak banyak yang bernuansa adat disini. Sebuah bale dari bambu sedikit mewakili namun terkesan  kurang terawat. Akhirnya rombongan lebih terkonsentrasi diwarung yang terletak disamping bale ini. Maklum ternyata sudah masuk jam makan siang.

Teteh warung pun dengan sigap meladeni pesanan cuanki yang bertubi-tubi. Ternyata di kampung terpencil pun ada cuanki ya hihi.. Lalu ada keajaiban apa lagi di warung tengah hutan ini?  Olala ternyata tampak ada kulkas juga didalam. Bagaimana ngangkutnya kesini?

“Diangkut  ngangge motor, ”  jawab teteh warung. Walau Cigumentong baru dialiri listrik enam bulan lalu,  si teteh rupanya tak menunda-nunda kemajuan teknologi. @districtonebdg

 

Diintip Macan di Tahun Macan: Curug Cisaronge Story

Kami pun meneruskan berjalan, cenderung menanjak, melewati hutan yang semakin rapat, melewati setapak sempit dengan sisi kiri jurang dan kanan lereng tebing dengan hutan yang gelap dan rimbun sampai akhirnya suara gemericik air yang semakin jelas mendekat. Rupanya kami sudah tiba di curug Cisaronge.

When the students are ready,  the teacher will appear

 

Perjalanan hiking kali ini agak berbeda. Awalnya saya, Melly, Jule, Tatu, Desi, Meni, dan Riris ingin memanfaatkan  liburan Imlek dengan hiking sambil bersilaturahmi dengan warga  Desa Cibeusi yang sudah kami anggap sebagai our second home. Bersilaturahmi dengan  warga di curug Cibareubeuy atau sekedar ikut mandi melepas penat di curug Cibihak memang sudah seperti rutinitas para d1vais. Tapi kemudian timbul ide untuk menyambangi curug lain saat Cibareubeuy sudah semakin ramai dan Cibihak sudah bukan lagi seperti curug milik pribadi.

Berawal dari hasil survey team District One ke Curug Ciregoh di tahun 2018 lalu. Namun tidak seperti hasil survey lain yang langsung ditawarkan trip,  DO seperti menunda-nunda trip ke curug Ciregoh. Seperti hare-hare  bila ditanya kapan ada trip ke Ciregoh. Ada apakah?

Kami dari grup D1VA seperti tertantang juga tidak mau ketinggalan  untuk mengetahui keberadaan curug tersebut, apalagi mendengar sekarang sudah bisa disambangi turis hiking.

Rencana pun dibuat mendadak, 3 hari sebelumnya. Dengan mengandalkan Andri,  warga lokal untuk mengantar kami yang menurutnya curug Ciregoh bisa diakses dan tembus dari curug Cibihak. Walau enggan leading trip,  DO tetap menurunkan salah satu guide nya, Adlan, untuk mendampingi.

“Besok buat melapis safety aja,” pesan yang diterima Adlan dari komandan.

Trek yang diambil via curug Cibihak sebetulnya berbeda dengan info survey yang menyebutkan jalur ke Ciregoh tidak melewati curug ini. Tapi, hey, siapa tau ada jalur lain?

Pagi-pagi di hari Selasa,kami pun penuh semangat berkemas untuk melakukan hiking. Tidak ada sesuatu yang aneh saat berjalan menuju ke arah  Curug Cibihak kecuali melihat Elang yang mengudara tinggi di langit sedikit mendung, pemandangan yang sebenarnya  jarang saya lihat bila mengunjungi wilayah ini.

Kami beristirahat sebentar di curug Cibihak setelah kurang lebih berjalan kaki 45 menit dari Cibeusi. Rombongan berjumlah total 9 orang ini pun meneruskan langkah menanjak ke punggungan bukit yang lebih tinggi.

Sekitar  30 menit kemudian kami tiba di sebuah pondok kosong  tempat mengolah  gula aren. Gelap dan terasa dingin.  Warga lokal yang mengantar kami memberitahukan bahwa perjalanan masih panjang karena harus melewati curug Cisaronge dahulu sebelum ke destinasi akhir. Kami pun meneruskan berjalan, cenderung menanjak, melewati hutan yang semakin rapat, melewati setapak sempit dengan sisi kiri jurang dan kanan lereng tebing dengan hutan yang gelap dan rimbun sampai akhirnya suara gemericik air yang semakin jelas mendekat. Rupanya kami sudah tiba di curug Cisaronge. Tidak berlama-lama di sini, karena terburu-buru ingin melanjutkan perjalanan.

Dengan menyebrangi curug kecil berair deras tersebut, kami pun  terus  berjalan meneruskan jalur setapak  rimbun sampai tiba di area tanpa setapak sama sekali. Andri dan Adlan pun mencoba menebas ranting pohon dan semak agar bisa dilewati.   Area  tersebut berupa  lereng dengan kemiringan yang membuat kami agak bersusah payah mencari  pijakan  maupun ranting kuat sebagai pegangan. Drama jatuh terjerembab pun menjadi bumbu cerita hiking kali ini tapi kami selalu ceria dan bersemangat melanjutkan perjalanan. Mungkin karena perut kami selalu diisi, jadi baterenya gak pernah mati…hahaha…

Perjalanan  terasa stuck ketika pergerakan semakin lambat. Kami semakin kehilangan jalur dan tak tau arah. Adlan mencoba berjalan paling depan untuk melihat dulu jalur yang aman untuk dilalui. Beberapa menit kemudian dia kembali dan bilang kalo  jalur yang kita ambil bukan jalur yang seharusnya alias tersesat, waduh….karena di depan jalur yang kami ambil terhalang  lereng batu dan jurang.  Adlan memberikan masukan,  “Sangat beresiko bila dilanjutkan, apalagi jam segini kita masih di sini.  Kalo memaksakan, apalagi  kita sendiri  tidak tau track di depan nanti seperti apa, akan repot bila sore semakin tiba”.  Akhirnya saya memutuskan mengajak teman-teman untuk balik kanan dan bermain air di Cibihak saja. “Apa mending di curug Cisaronge aja dulu kita buka kompor dan bikin kopi?” Andri memberikan ide. “Tidak, lebih baik di Cibihak saja” saya bersikeras. Entah kenapa saya merasakan sesuatu yang aneh ketika berada di Curug Cisaronge yang gelap, dingin, dan terasa berbeda tersebut.

Ketika kami berjalan balik, grup terbagi dua, saya di barisan terakhir bersama Riris, Desi, Adlan dan Jule. Sementara Tatu, Melly, Meni, dan Andri  ada di depan  berjarak 10 meteran dengan grup belakang. Kurang lebih setelah 15 menit berjalan , tepatnya sebelum curug Cisaronge, saya mendengar suara yang familiar dari balik hutan yang rapat. Suara yang saya hafal tapi tidak mau menyimpulkan terburu-buru karena tidak yakin dan takut membuat gugup teman yang lain.  Saya mencoba melirik sedikit ke  arah suara, sambil bertanya pada Jule yang berada di depan saya, “Jul, kamu denger suara-suara aneh gak”. Rupanya Jule juga sedang  berpikir akan suara tesebut “ iya, ada suara, suara apa ya” . Kami berdua terdiam, suara itu kembali ada, terasa dekat di telinga saya dan Jule. “Tuh Jul, ada lagi”. Jule pelan berbisik “Hooh uy, sebelah kiri” Saya menoleh ke Adlan yang berada di belakang saya, “ Denger suara gak dari sebelah kiri”. Dia jawab “sepertinya yang teteh maksud suara mesin pesawat terbang mungkin teh”  ” Lalu saya bilang ke Jule, “Jul, ternyata itu suara pesawat terbang kata Adlan ” karena memang saat bersamaan ada suara menggaung  yang merambat di atas kami, bergemuruh seperti suara mesin pesawat. Jule tampak tenang mendengarnya. Kami pun melanjutkan perjalanan kembali dengan tenang.

Setelah melewati curug Cisaronge lagi, jalur setapak pun mulai terbuka terang. Lalu saya mendekat ke Riris . Riris berujar,  “Tadi denger suara aneh gak teh? Kayak suara gergaji kayu, tapi cuman dua kali, terus seperti suara mesin, tapi masa iya juga itu suara mesin gergaji, bingung suara apa, tapi mirip gitulah, aku sih diem aja, gak mau mikir macem-macem”.

Desi pun menimpali “Desi juga denger, tapi diem aja gak berani ngomong,  berdoa aja terus dalam hati”

Setelah tiba di Cibihak, grup depan yang rupanya tidak mendengar suara tersebut  langsung nyebur mandi menikmati segarnya air curug. Sementara kami grup belakang lebih senang membuka bekal kami, memasak air panas, menyeduh kopi, dan membuat perapian. “Kita bikin perapian, biar dia tidak mendekat” Adlan berinisiatif.

Setelah beres kami berjalan pulang ke saung sawah tempat kami memesan liwet untuk makan siang (tepatnya makan sore karena kami  makan jam 4 sore, hahaha). Di sana saya baru mengabarkan perihal kejadian saat tadi di lereng ke teman-teman yang berada di grup depan. Juga memberithau pada pemilik saung apa yang kami alami. Saya bilang padanya sepertinya terlalu beresiko kalo membawa turis hiking ke Curug Cisaronge.

Menurut pemilik saung pula kami tahu kalo wilayah ini bukan perlintasan pesawat terbang. Waduh, tambah kacau sih ini. Untungnya kami sudah di berada di lokasi penduduk.

Dalam perjalanan pulang, di mobil tidak hentinya membicarakan pengalaman luar biasa ini.  Iseng-iseng di You Tube kami search suara macan, OMG ternyata yang kami dengar persis sekali dengan suara macan tutul.  Semakin kami yakin apa yang kami dengar adalah suara si  raja hutan.

Alhamdulillah, kami semua baik-baik saja. Saya masih kagum terhadap teman-teman D1VA yang bisa tetap tenang dan tidak panik.  Sama halnya saya pun saat itu merasa tenang, dalam hati saya merasakan  bahwa dia hanya ingin memberitahu bahwa itu wilayah territorinya, tolong jangan dimasuki.

It will be our unforgetable hiking experience . Begitulah, hiking di hari Imlek, disambut suara pemilik shio 2022 di tempat favoritenya, curug  Cisaronge. Ada yang tau kira-kira ini pertanda apa?hehehe

Bandung, 4 Februari 2022

Penulis,

Tanti Brahmawati

Merayap ke Kawah Saat, Bersimpuh ke Gunung Sepuh

Tak lama setelah ditemukan Junghuhn tahun 1837 belerang yang berlimpah di Kawah Putih gunung Patuha dieksploitasi oleh pemerintah kolonial Belanda. Pabrik belerang Zwavel Ontgining Kawah Putih didirikan di dekat kawah. Belerang yang ditambang kemudian diangkut menggunakan kereta. Belanda membangun rel kereta dari Kawah Putih hingga Ciwidey lalu ke Bandung.

Konon asal mula nama Gunung Patuha ini bermula dari kata sepuh yang dalam bahasa Indonesia disebut Pak Tua. Lambat laun, kata Pak Tua berubah menjadi Patuha. Masyarakat luas baru bisa menikmati keindahannya sejak tahun 1987 setelah Perhutani mengembangkannya menjadi objek wisata.

Mulanya wisata alam Kawah Putih merupakan objek wisata rintisan dengah harga tiket sangat terjangkau, namun kini menjelma menjadi salahsatu obyek wisata alam dengan tiket termahal di Jawa Barat. Ironis ya.

Saat trip ke Kawah Saat ini dilakukan bulan November 2021, tiap peserta total harus merogoh kocek  untuk tiket masuk sebesar 65ribu rupiah (via Kawah Putih),  terdiri dari tiket masuk 27rb, kendaran ontang-anting pp 27rb dan wahana Sunan Ibu 11rb. Belum parkir mobilnya loh ya.. Bila ingin lebih hemat, bisa lewat Punceling yang mematok tiket 15rb atau Cipanganten tiket 10rb, namun dijamin akan lebih menguras tenaga. Yo wis ges.. toh kini sudah bukan masanya lagi mencari capek tapi cari rute terpendek untuk menghemat kalori.

Nah bila ingin mendaki gunung Patuha,  harus siap dengan cuaca yang cepat berubah. Matahari bersinar terang  bukan jaminan sejam kedepan tak akan diguyur hujan. Kabut datang dan pergi,  seringkali tebal menyelimuti. Sejak beranjak dari kawasan Kawah Putih,  trek yang dilalui merupakan hutan basah, aroma belerang kadang tercium dengan kuat bila arah angin menuju trek. Bila cuaca buruk jangan memaksakan untuk ke puncak,  cukuplah sekitar Kawah Saat saja.

Gunung Patuha dengan Kawah Putihnya mempunyai tempat tersendiri dihati saya, setelah pertama mendakinya tahun 1992. Sebuah life changing, yang membangunkan karakter. Saya yakin beberapa orang yang berada disana saat itu,  merasakan hal yang sama. Ehh..malah ngelantur

Walau tak terlalu sering kesana juga, saya cukup hapal medannya dan bisa mengatakan bahwa gunung Patuha tak hanya Kawah Putih bahkan sayang bila hanya ke Kawah Putih saja. Banyak tempat indah disana yang kini makin mudah dicapai oleh siapapun seperti Sunan Ibu, Sunan Rama dan Kawah Saat.

Tentu saja, pihak pengelola telah menambahkan wahana-wahana wisata baru disekitar Kawah Putih seperti sunrise point, jembatan ponton, skybridge dan sebagainya yang akan terus bertambah. Namun bila dibanding kharisma gunung itu sendiri, berbagai wahana buatan sungguh tak berarti. Bukalah hati maka kita akan terpesona merasakan sebuah aura kekuatan maha dari sang alam yang menjalari seluruh tubuh. @districtonebdg

Curug Mandala Eksotis Ditengah Perkebunan Teh

Menurut cerita yang berkembang bahwa penamaan curug Mandala berasal dari nama Patih Mandala yang melakukan “moksa”, meninggal dunia tanpa meninggalkan jasad. Beliau yang sering bertapa di lokasi curug, suatu hari menghilang tanpa meninggalkan jejak sama sekali.

Curug Mandala  berada di Kawasan Perkebunan Teh Nusantara VII Ciater. Tepatnya di Kampung Panaruban, Desa Cicadas, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang. Bila dari arah Lembang,  rute menuju kesini sama seperti hendak menuju ke tempat Pemandian Air panas Ciater, bedanya sebelum tugu pemandian arahkan kendaraan ke kiri menuju Panaruban atau bisa parkir di pabrik PTN Ciater.

Akses menuju curugnya hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua saja, itupun akan terkesan maksakeun karena harus melalui jalan koral yang rusak. Asa lebar, lebih baik titipkan motor di parkiran.

Bila kita memilih berjalan kaki , yang tak sampai sejam, justru akan menikmati pemandangan perkebunan teh yang hijau menyegarkan terhampar luas sepanjang perjalanan. Sesekali akan tampak burung elang mengangkasa seperti menyambut.

Fasilitas yang tersedia di area Curug Mandala Panaruban terdiri dari area parkir yang cukup luas, toilet, warung makanan dan minuman, saung sederhana, mushala, dan area camping.

Agak disayangkan,  pengelola mengijinkan mobil offroad masuk ke area wisata hingga menyeberang sungai menuju arah curug Sadim. Selain bisa membahayakan pengunjung lain dan menghalangi jalur setapak menuju curug bawah, juga membuat jalan yang sudah rusak itu semakin ambyar. Cik atuhlah.

Paniisan Abah Danu, Rest Area Ideal ke Curug Cileat

Bagi kamu penyuka curug alias curug hunter di wilayah sekitar Bandung,   rasanya curug Cileat di Subang salah satu yang wajib dikunjungi. Bisa dibilang treknya merupakan kombinasi curug Siliwangi dan curug Cibareubeuy, bener ga sih.

Paniisan Abah Danu sendiri merupakan sebuah area bukaan lahan kebun dan pesawahan yang terletak antara desa dan curug Cileat. Lokasinya strategis untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke curug. Disini juga bisa digunakan untuk camping karena lahannya luas.

Sekedar informasi, lokasi tepat Curug Cileat ini berada di Desa Cibago Kecamatan Cisalak, Subang kurang lebih 40 km dari pusat kota Bandung. Cek point paling gampang adalah Indomaret Cimanggu di jalan cagak. Darisitu tinggal mengikuti jalan desa Mayang diseberangnya, sekitar lima kilometer. Terdapat parkiran yang cukup luas di buntu jalan desa, jadi tak perlu khawatir sempitnya parkiran seperti di curug Wangun.

Menuju Paniisan Abah Danu dibutuhkan kurang lebih satu jam dari desa, tergantung irama kaki. Suasana perjalanan dimulai dengan melewati persawahan warga dan aliran aliran sungai kecil. Kemudian masuk area hutan dengan jalan menanjak. Karena wilayah ini merupakan pertemuan hutan dan pesawahan jangan heran bila bertemu kawanan kerbau di jalan setapak. Bila sudah demikian, tunggu saja sampai yang punya jalan lewat hehe..

Sepanjang perjalanan akan melalui 3 curug sebelum ke curug Cileat. Nah bila sudah melewati curug ketiga yaitu curug Cimuncang artinya sudah dekat dengan saung Paniisan Abah Danu. Suasana disini teramat syahdu dengan pemandangan landscape yang indah. Jangan heran bila sudah disini rasanya akan malas untuk pulang. @districtonebdg

Curug Cibangban, Lembang Belum Banyak Yang Tahu

Desa Cikidang Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat, merupakan desa pemekaran dari 3 desa, desa Cikidang, Desa Wangunharja, dan Desa Langensari. Ketiga desa hasil pemekaran sejak tahun 1976 tersebut berasal dari satu desa yaitu Desa Cikidang.

Potensi menonjol yang dimiliki desa Cikidang ini adalah Pertanian dan Peternakan. Sebagian penduduk banyak yang menggantungkan hidupnya dengan mata pencahariannya pada pertanian dan peternakan. Beberapa tahun kebelakang potensi lainnya di desa ini adalah wisata alam, antara lain wisata alam Puncak Eurad dan Giri Wening, tempat rekreasi yang berada di kawasan Perum Perhutani.

Keberadaan curug yang ilusif ini mulai terendus team survey sekitar lima tahun yang lalu ketika mencari curug Luhur di daerah Cibodas namun pencariannya tak dilanjutkan lagi. Baru pada tahun 2021 ini membuat trip kesana.

Curug Cibangban memang  belum banyak diketahui orang,  namun merupakan mutiara tersembunyi yang menjanjikan. Akses menuju curug bisa dari Cikidang maupun Suntenjaya, sehingga menjadi cukup dilematis akan dikelola siapa. Namun turis tentu tak mempermasalahkan hal itu. Mereka lebih antusias pada aktivitasnya.

Bila dari Cikidang maka akses ke curug dimulai dari jalan desa Pasir Buluh menuju hutan pinus. Sekitar 2,5 jam kemudian kita akan bisa mencapai curug tersembunyi ini. Sebuah surga tersembunyi ditengah hutan. @districtonebdg

Selain Ubi, Cilembu juga Punya Curug Cirengganis

Diakses dari kebun pembibitan Kareumbi, pengunjung bisa menikmati sejuknya udara pegunungan khas Desa Cilembu serta mendengar lembutnya suara angin yang menggoyang pohon-pohon pinus serta merdunya suara gemercik air sungai. Sejatinya kebun pembibitan ini bukan tempat wisata komersil, namun dengan kunjungan yang memperhatikan konservasi tentunya akan disambut.

DESA Cilembu di Sumedang  dikenal sebagai pengasil ubi dengan cita rasa tinggi. Namun, selain terkenal dengan ubinya, Cilembu ternyata kini mempunyai air terjun perawan nan cantik alami yaitu curug Cirengganis. Lokasinya berada di Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang.

Diakses dari kebun pembibitan Kareumbi, pengunjung bisa menikmati sejuknya udara pegunungan khas Desa Cilembu serta mendengar lembutnya suara angin yang menggoyang pohon-pohon pinus serta merdunya suara gemercik air sungai. Sejatinya kebun pembibitan ini bukan tempat wisata komersil, namun dengan kunjungan yang memperhatikan konservasi tentunya akan disambut.

Untuk mencapai kebun pembibitan , jika berangkat dari Jatinangor dan dari pintu tol Cileunyi, kamu  bisa mengambil jalan ke arah Sumedang lalu belok ke kanan tepat setelah kantor Pegadaian Tanjungsari. Atau menuju arah Garut lalu belok kiri arah Cimanggung,  cek poin nya Alfamart.

Trek melipir bukit ini cukup family friendly sehingga bisa jadi ajang hiking keluarga. Rute hiking ke curug dilalui sekitar 1,5 jam mengikuti aliran air yang jernih. Walau dilalui saat kemarau dijamin keteduhan senantiasa menaungi dan hawa sejuk terasa dari kelembaban hutan. Pastikan kamu mengenal jalur supaya tidak nyasar dipercabangan. @districtonebdg

 

Terhanyut Aroma Pinus di Giri Wening

Wisata hutan pinus Giri Wening seluas 430,2 Ha berada di kawasan hutan milik Perum Perhutani di Desa Cikidang, Lembang. Tempat dan pemandangan alamnya sangat indah dan cocok untuk dinikmati. Harum pepohonan konifer langsung tercium di hidung begitu sampai di parkiran.

Berbagai fasilitas telah tersedia seperti tempat bermain anak, mushala, kamar mandi, camping ground hingga jembatan mini yang cocok sebagai lokasi swafoto. Dari segi akses juga gak susah, pake mobil sedan juga bisa cuma harus disiapin kendaraan yang fit karena nanjak-nanjak. Rekomendasi sih lewat Dago Giri biar lebih cepat.

Tempat ini tak jauh dari Puncak Eurad yang sudah lebih dahulu populer. Kelebihan dari Giri Wening adalah parkirannya yang lapang hingga tak perlu khawatir tak kebagian lapak parkir.  Karena tak jauh dari Puncak Eurad,  tentunya bisa sekalian main ke dua tempat sekaligus khan.

Jalur hiking darisini cukup banyak bisa ke Batu Belang,  Puncak Eurad,  Cikole bahkan curug Cibangban yang makan waktu tiga jam perjalanan. Karena banyak percabangan,  pastikan kamu mengenal baik jalurnya.  @districonebdg