Shangri La adalah sebuah kota di provinsi Yunnan, China Selatan yang berada diketinggian 3200 meter dpl (kurang lebih setinggi gunung Lawu), cukup untuk membuat sedikit pusing bagi mereka yang tak terbiasa ketinggian. Menuju kesini rute paling efisien adalah memakai pesawat ke Kunming lalu dilanjutkan dengan kereta api ke Lijiang kemudian lanjut lagi dengan bis. Maskapai budget seperti AirAsia terkadang membandrol tiket promo untuk rute Kuala Lumpur (KUL) – Kunming (KMG) sekitar 1,3 juta pp.
Kota kecil diatas awan ini awalnya bernama Zongdian atau Gyalthang dalam Bahasa Tibet. Sebuah novel karya James Hilton tahun 1933 berjudul Lost Horison, menjadi inspirasi untuk membuat kota itu berganti nama menjadi Shangri La. Entah benar tempat itu yang dimaksud oleh penulisnya atau bukan, Shangri La menjadi magnet para turis karena kekhasan kota tuanya. Namun kota tua dengan bangunan kayu yang berdempetan ini dilanda bencana di tahun 2014 ketika kebakaran hebat menghanguskan sebagian besar bangunannya. Sedikit saja bagian dari kota tua yang tersisa dari malapetaka itu, dan kini sebagian wajah Shangri La tak beda jauh dengan kota-kota yang berkembang secara modern.
Masih ada secuil kota tua yang tersisa, dan kini dilestarikan sebagai heritage dari Shangri La. Berkunjung kesini akan seperti kembali ke kehidupan masa lalu dimana jalanan dari batu dan bangunan dari kayu seakan membuat waktu tak bergerak sejak berabad lampau. Sisi kota yang modern, sebaliknya sangat identik kota-kota yang dibangun di China yang mengedepankan efisiensi ketimbang nilai artistik dimana jalan-jalan yang lebar berkombinasi dengan bangunan kotak-kotak dengan model yang sama.
Beberapa bangunan tampak lebih mencolok dibanding lainnya, seperti terminal bis yang tampak megah di ujung Utara jalan Changzeng Road. Sebuah proyek besar juga sedang dalam pengerjaan di selatan kota yaitu stasiun kereta yang akan menghubungkan Shangri La dengan Lijiang. Proyek yang direncanakan selesai sebelum 2020 ini akan membuat Shangri La semakin mudah diakses turis. Hingga kini hanya lewat udara dan jalan aspal yang mulus yang membawa turis ke Shangri La. Tiket bis dari Lijiang ke Shangri La adalah sebesar 63 CNY.
Bila berkunjung ke Shangri la setidaknya dua tempat yang dipromosikan secara popular adalah kota tua (Old Town) di sebelah Selatan dan Songzanlin Monestry yang terletak di Utara. Memasuki Old Town tak dipungut biaya, sebaliknya memasuki area biara akan dikutip tiket cukup mahal yaitu 115 NY (sekitar Rp 230.000,-). Kedua tempat ini cukup mudah untuk diakses yaitu dengan memakai bis no 3 yang menghubungkan keduanya. Bagi para backpacker yang memiliki anggaran ketat, mengunjungi biara ini akan cukup memerlukan pertimbangan. Walau merupakan ikon kota Shangri La, beberapa biara Budhis yang indah lainnya bisa dikunjungi dengan biaya minimum, baik didalam maupun diluar kota.
Sebenarnya hal menarik lainnya dari kota yang sejuk ini adalah budayanya dimana akulturasi etnis mewarnai setiap aspek kota. Rumah makan halal tak sulit dijumpai di Shangrila, biasanya ditandai dengan tengkorak kepala Yak didepan toko. Terkadang ada lebih dari tiga rumah makan halal di sebuah jalan. Perpaduan etnis Tibet dan Han, agama Budha dan Islam membuat atmosfer kota yang unik. Dipercaya bahwa kota ini adalah jalur perdagangan kuno yang menghubungkan China dengan Asia Tengah.
Shangri La berada dalam bayang-bayang pegunungan bersalju disekitarnya. Maka tak heran suhu disini sejuk –beku bila dimusim dingin- dimana bahkan di musim panas pun kasur-kasur di hotel menggunakan lapisan penghangat. Di musim dingin, mutlak perlu membawa baju hangat bila berkunjung kesini. Rumah-rumah makan dilengkapi dengan penghangat ruangan karena suhu dimalam hari bisa sangat turun walau dimusim panas. Beberapa kuliner tampak berbasis ternak sapi Yak, seperti butter tea milk dan aneka olahan daging Yak. Rasa susu Yak ini bagi saya tak terlalu jauh beda dengan susu sapi, justru yang memberi kesan adalah yoghurt merk Dali Ranch yang banyak dijual di toko. Botol berukuran 243 ml seharga 6 yuan ini wajib dicoba penggemar yoghurt. @districtonebdg