Sekitar pukul delapan pagi kami tiba di sebuah wilayah di kaki gunung Manglayang tepatnya di daerah Baru Beureum. Wilayah ini merupakan salah satu jalur pendakian menuju puncak bayangan Manglayang. Mobil kami parkir di dekat warung yang belum lagi buka.Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, kami segera menyusuri jalur pendakian. Harum tanah basah dan cipratan embun pagi segera menyambut kami.
Tanjakan terjal langsung memberi ucapan selamat datang, rombongan mulai menapaki jalur terjal ini, banyak medan yang mengharuskan kami melaluinya dengan merayap.
Gunung Manglayang di wilayah Bandung Timur Jawa Barat walaupun tidak sepopuler gunung-gunung di Jawa Barat lainnya seperti Gn Gede atau Ciremai tapi Manglayang mempunyai medan yang cukup terjal yang cocok untuk para pendaki pemula atau yang baru memulai kembali sekedar untuk melatih otot kaki dan nafas.
Satu hal yang membuat saya kagum adalah Daniel, seorang anak berusia 11 tahun dalam rombongan kami. Dia begitu tangguh menyusuri medan. “Tengsin atuh urang mun katingali ngaplek mah.” Pikir saya hehehehe. Daniel adalah salah seorang dari rombongan yang kami pandu dalam rangka ecoturism yg diselenggarakan District One.
Setelah dua jam kami menyusuri medan yg terjal & licin akibat hujan malam sebelumnya, akhirnya kami tiba di puncak bayangan Manglayang. View kota Bandung dari puncak ini seolah menyambut kami. Sejenak kami istirahat, membuka perbekalan sambil menikmati pemandangan yg menyejukkan mata, panas & aroma kopi hitam menemani kami bercengkrama bersama anggota rombongan. Saya hirup udara di sekeliling sedalam dalamnya…sudah lama rupanya paru-paru ini tidak merasakan pure oksigen.
Akhirnya sebelum matahari tertutup mendung, kami bersiap untuk segera turun ke Baru Beureum. Kami harus turun untuk menghindari hujan, karena jalur yg kami lalui akan bertambah licin saat hujan.Setiba di baru Beureum aroma masakan yg dimasak dari tungku kayu bakar dari warung tradisional menyambut kami, sungguh aroma yg khas pedesaan.

Sebuah desas-desus tentang keberadaan reruntuhan benteng di sekitar Lembang membangkitkan insting untuk mencarinya. Selama ini kami hanya mengetahui sebuah bunker tua di daerah Gunung Putri, yang biasa dilalui jalur offroad trayek Sukawana-Gn Putri. Keberadaan benteng ini tentu mengusik rasa penasaran.
Selepas ladang, jalur hiking mendaki bukit menuju hutan pinus. Belum lama berjalan di antara pepohonan pinus tiba-tiba Warid menunjuk tangannya ke atas. Sebuah elang besar tampak terbang tak terlalu tinggi dari pohon pinus. Waah..bukan main, sudah lama tak melihat elang besar terbang begitu dekat diatas kepala. Kalau tak salah dua tahun lalu kala hiking di gunung Geulis, Jatinangor.
Benar saja, kopi yang diroasting tradisional, gula aren dan air mendidih membuat rasanya juara. Belum lagi view yang menakjubkan dan hawa segar pegunungan. Setelah beberapa kali sesapan, setiap orang tenggelam dalam sensasi rasa kopinya. Mabuk pada pesona alam, enggan untuk mengingat mereka harus kembali ke kota. Seperti meneguk anggur kehidupan.


MELIPIR punggungan bukit Manglayang dari bumi perkemahan Batu Kuda, Cileunyi ke arah Baru Beureum, Jatinangor merupakan jalur hikingnya yang sepi, indah dengan variasi medan yang beragam dan pemandangannya eksotis, sehingga bisa membuat ketagihan penyuka hiking. Jalan kaki dalam acara






Desa Sukawana menjadi kawasan perkebunan teh paling dekat yang bisa dicapai dari kota Bandung, sekitar 20 kilometeran dari pusat kota. Meski arealnya tidak seluas di Bandung Selatan, suasana perkebunan tehnya tak kalah indah dibandingkan Pangalengan dan Ciwidey. Suasana perkebunan teh sangat asri, apalagi semakin mendekati perbatasan hutan. Kabut dan gerimis senantiasa datang dan pergi. Gunung Burangrang akan tampak mengundang, seolah tak jauh dari jangkauan lengan.


