Menjelajah Skull Island di Waduk Saguling

Kong: Skull Island adalah film petualangan mengusung monster fantasi Holywood yang box office tahun 2017. Bercerita tentang para ilmuwan, tentara dan petualang bekerja sama untuk menjelajahi sebuah pulau misterius, putus hubungan dari peradaban dan harus menjelajahi habitat Kong, sang monster gorila.

Tentu saja perjalanan sekitar bulan Februari 2021 ini tak sedang mencari King Kong dihabitatnya, namun memang bila diperhatikan beberapa bentukan gua yang sebagian terendam air itu menyerupai kepala tengkorak. Cukup spooky juga.

Beberapa informasi menyebutnya dengan Sirtwo Island, atau pulau Sirtu (pasir batu) merujuk kepada kegiatan penambangan pasir dan batu. Namun sebagian masyarakat bahkan tak tahu perihal nama tersebut. Bisa jadi nama tersebut lebih populer dikalangan pegiat wisata. Ah tapi biar keren kita sebut saja Skull Island hehe.. karena bentukan bebatuannya mirip kepala tengkorak.

Terletak di kampung Cikereti, Desa Saguling dan masuk ke dalam wilayah Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. Lokasinya bersebelahan dengan DAM Saguling. Dari tempat tambat perahu, bisa diakses dengan menggunakan perahu yang telah disewakan pemiliknya. Diperlukan waktu kurang lebih 30 menit untuk mengelilingi pulau tersebut, namun dalam kegiatan wisata bisa lebih dari tiga jam.

Semakin mendekati pulau akan terlihat goa-goa yang berjajar, menempati batas genang waduk , beberapa saling terhubung. Sebagian goa telah tererosi oleh air danau, sehingga sebagian sudah hilang di bawah gelombang air, dan sebagian lagi tinggal menunggu waktu saja. @districtonebdg

Citarum Dibendung Sanghyang Kenit Muncul

Kehadiran arena wisata baru Sanghyang Kenit ini memang berdampak positif bagi warga,  namun ada yang terpinggirkan.  Para pegiat rafting tak lagi bisa beraktifitas di keliaran arusnya dengan leluasa. Mereka tak lagi bisa merasakan megahnya arus Citarum dan ruh kekuatan sang sungai yang legendaris ini.

Setelah mengisi perut di warung nasi pertigaan Cisameng,  Boas memastikan arah “Ti dieu ka arah luhur pan? ”

“Lain,  ka handap,” ujar Bar.

“Har.. saapal urang ka Kenit mah ti arah Sanghyang Poek.. kaluhur heula ti dieu, ” sanggah Boas yang pernah ke beberapa kali ke Sanghyang Kenit melewati jalur Sanghyang Poek.

“Terus we ka handap engke aya jalan ka kiri.. leuwih deukeut tidinya ” jawab Bar kalem.

“Yakin? ” tanya Boas masih belum percaya.

“Geus peureum urang daerah dieu mah, ” cetus Bar yang pernah longmarch dari Rajamandala ke Ciwidey dan kenyang menimba ilmu pada keliaran arus sungai Citarum.

“Anjay….” Boas tak kuasa lagi membantah.

 

Dibendungnya aliran Sungai Citarum Purba ke PLTA Rajamandala, membuat air yang melewati Sanghyang Kenit mendangkal. Arus sungai yang deras menjinak, hanya menyisakan air sungai yang mengalir tenang di antara bebatuan purba. Kehadiran PLTA Rajamandala yang baru beroperasi pada Mei 2019 itu menyerap tenaga kerja dari warga setempat. Di samping itu fasilitas jalan untuk menunjang wisata daerah pun dikembangkan.

Ada pesona “surga” tersingkap di balik pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Rajamandala di Cisameng, Rajamandala Kulon, Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Namanya Sanghyang Kenit. Meskipun terbilang baru, namun antusiasme masyarakat untuk mengunjungi tempat wisata ini cukup tinggi.  Ada beberapa aktivitas seru yang bisa dilakukan di tempat ini, diantaranya adalah susur sungai,  susur goa, berburu spot foto, atau hanya sekedar berkeliling lokasi wisata dan menikmati keindahan alamnya.

Saat ini pengelolaan Sanghyang Kenit berada di tangan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Cisameng, Rajamandala Kulon. Kehadiran PLTA Rajamandala juga memberikan energi baru untuk memutar roda ekonomi warga setempat.

Kehadiran arena wisata baru Sanghyang Kenit ini memang berdampak positif bagi warga,  namun ada yang terpinggirkan.  Para pegiat rafting tak lagi bisa beraktifitas di keliaran arusnya dengan leluasa. Mereka tak lagi bisa merasakan megahnya arus Citarum dan ruh kekuatan sang sungai yang legendaris ini. @districtonebdg