Prasasti Thailand di Curug Dago

PS IMG_8378 resize

Prasasti Curug Dago berada dalam kawasan hutan lindung dan daerah perbukitan, di Kampung Curug Dago, Desa Ciumbuleuit, Kecamatan Cidadap, berada di 1310 m di atas permukaan air laut. Dua prasasti terletak ± 10 km di sebelah timurlaut dari pusat kota Bandung, di tebing Sungai Cikapundung tidak jauh dari air terjun Curug Dago dalam kondisi insitu dan utuh. Lokasi prasasti dapat ditempuh melalui Jalan Ir. Juanda/Dago turun di Dago Tea House (Teehuis)/Balai Pengelolaan Taman Budaya dan dari lokasi itu dilanjutkan dengan berjalan kaki menuruni tangga beton sampai ke lokasi prasasti.

Menurut S.A. Reitsma dan W.H. Hoogland (1922, Gids Van Bandoeng En Omstrcken) kedua prasasti tersebut erat kaitannya dengan kunjungan keluarga Kerajaan Siam (Thailand) ke Bandung, yakni Raja Chulalongkorn serta Pangeran Prajatthipok Paramintara, yang masing-masing merupakan raja ke V dan VII dari Dinasti Chakri. Tujuan penulisan kedua prasasti di Curug Dago yang memuat nama kedua nama raja dan pangeran itu yaitu merupakan penghormatan terhadap ke dua tokoh tersebut, lengkap dengan penulisan inisial, angka tahun serta catatan usia kedua tokoh. Memang ada tradisi yang menyatakan bahwa pada umumnya apabila seseorang raja Thai menemukan tempat panorama yang indah, maka biasanya di tempat tersebut sang raja melakukan semadhi dan kadangkala menuliskan nama atau hal lainnya yang dianggap penting.

IMG-20140909-000191621736_10203691249175162_8378994216117020087_n

Objek budaya Prasasti Curug Dago berada di bawah Air Terjun (Curug) Dago yang telah dikembangkan sebagai salah satu objek wisata pada kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda yang dikelola oleh Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Ir. H.Juanda, Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat. Lokasi Prasasti Curug dago menempati salah satu area sebelah selatan dari Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda. Untuk pengunjung berkendaraan roda 4 dapat diparkirkan di Komplek Taman Budaya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat yang berjarak ± 1,2 km dari lokasi objek.

Di sisi kanan air terjun terdapat dua bangunan bercat merah. Itulah tempat semedi dan prasasti raja Thailand. Dari teras atas untuk ke bawah memang perlu berhati-hati. Selain terjal, jalan berbatu itu sangat licin karena tersiram oleh deburan air terjun Curug Dago atau dari tetesan air dari tebing di sebelah kanannya.

Sampai di tempat persemedian, sambil ditemani suara deburan air menghunjam dan melemparkan butiran-butiran lembut air, kiranya kita boleh mereka-reka, gerangan apakah yang membuat tempat itu menjadi tempat semedi dua raja dari Thailand. Jawabannya, barangkali sama dengan motivasi anda datang ke Bandung.

See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=91&lang=id#sthash.lMSiDIp2.dpuf

Jejak Ahli Indonesia di Angkor Wat

mcdermott-gallery-panoramas-of-angkor

Memasuki komplek candi Angkor kita akan merasa kembali ke masa silam. Candi-candi Angkor berserak dalam suatu kompleks candi yang sangat luas dengan periode pembangunan yang berbeda-beda. Komplek candi ini terdiri dari ratusan struktur bangunan dari abad 8 hingga ke-14 yang menceritakan perjalanan bangsa Khmer. Beberapa candi yang paling sering dikunjungi adalah Angkor Wat, Angkor Thom, Bakong, Banteay Srei, Bayon, Preah Khan dan Ta Prohm. Selain candi-candi itu masih banyak komplek candi lain yang letaknya tersebar hingga puluhan kilometer jauhnya, sehingga mustahil rasanya mengeksplorasi semua keindahan itu dalam waktu yang singkat.

Candi Angkor Wat yang sering kita dengar bukanlah satu-satunya candi purba di Angkor, melainkan hanya satu diantara sekian banyak candi peninggalan kerajaan Angkor. Sejarah Angkor dimulai pada masa kekuasaan raja Jayavarman II tahun 790-835 disaat bangunan pertama mulai didirikan yaitu candi Rhong Cen. Pembangunan candi-candi terus dilanjutkan di kawasan sekitarnya oleh para penerus tahta kerajaan. Candi Angkor Wat sendiri dibangun pada masa raja Suryavarman II bertahta yaitu pada tahun 1113-1150. Pembangunan candi yang terakhir diperkirakan dilakukan pada masa raja Srinravarman yang bertahta tahun 1295-1307 yaitu candi Ta Phrom, Preah Pithu dan Preah Palilay.

Komplek candi Angkor bisa dikelompokkan ke dalam beberapa wilayah berdasarkan sebaran lokasinya yaitu Central Angkor, Eastern Angkor, Northeastern Angkor, East Baray, West Baray, Ruluos dan Banteay Srei. Kawasan Central Angkor merupakan yang paling populer dan paling sering dikunjungi wisatawan dimana disini terdapat candi Angkor Wat dan Angkor Thom.

Sebuah fakta yang menarik adalah terlibatnya ahli-ahli arkeologi dari Indonesia dalam upaya merekontruksi candi-candi Angkor. Saat ditemukan oleh Henri Mouhot, seorang penjelajah Perancis, pada tahun 1863 komplek candi ini dalam keadaan rusak parah. Namun baru kemudian pada tahun 1908 sebuah lembaga yang didirikan oleh kolonial Perancis yaitu Ecole Francaise d’Extreme Orient dibawah pimpinan Jean Comaille mulai melakukan pemugaran dan konservasi komplek candi ini. Di tahun 1930, penerus Comaille yaitu Henri Marchal bertandang ke Jawa untuk mempelajari teknik-teknik yang dilakukan oleh ahli-ahli purbakala Hindia Belanda dalam melakukan pemugaran candi di Jawa. Teknik pemugaran ini kemudian dibawa ke Angkor dan mulai diterapkan dalam rekontruksi candi Banteay Srei.

Hingga kini ahli-ahli pemugaran candi dari Indonesia kerap masih dilibatkan dalam pemugaran candi Angkor dalam suatu kerjasama internasional. Badan kerjasama ini dinamakan International Coordinating Commite, didirikan di tahun 1993 disponsori oleh UNESCO. Kontribusi para ahli dari Indonesia ini dikenal salah satunya dalam pemugaran gapura istana kerajaan candi Angkor Thom. Badan lain yang didirikan oleh pemerintah Kamboja untuk melakukan pemugaran candi adalah APSARA (Authority for the Protection of the Sites and Administration of the Region of Angkor).

Wisatawan yang ingin mengunjungi Angkor harus terlebih dahulu menuju kota Siem Reap. Tidak susah menuju ke kota tua ini karena sudah ada penerbangan langsung dari berbagai kota seperti Singapura, Kuala Lumpur dan Bangkok. Bagi yang lebih suka melakukan perjalanan darat, Siem Reap juga bisa dicapai dari Bangkok (12 jam ) atau Phnompenh (enam jam). Selain lebih hemat, perjalanan memakai bis malam antar negara akan menjadi pengalaman tersendiri bagi yang belum pernah merasakannya. Bila ingin merasakan sensasi lebih, kita dapat menumpang kapal motor menyusuri sungai Tonle Sap dari Phnompenh menuju Siem Reap. Perjalanan menyusuri sungai ini memakan waktu enam jam.

Kini lebih dari satu juta wisatawan mengunjungi kota Siem Reap setiap tahunnya, dimana Angkor Wat merupakan tujuan utamanya. Daya tarik utama Siem Reap memang komplek candi kuno Angkor Wat, bahkan mayoritas turis yang datang ke Kamboja adalah untuk mengunjungi Angkor Wat. Tarif masuk Angkor Wat cukup mahal yaitu USD 20 untuk satu hari, USD 40 untuk tiga hari dan USD 60 seminggu (2012). Bila ketahuan tak memiliki tiket masuk maka dikenakan denda USD 100. Waktu terbaik mengunjungi candi Angkor Wat adalah menjelang matahari terbit sehingga kita bisa mengabadikan sunrise dan menjelang sore kala cuaca telah teduh.

Wisatawan yang mengunjungi Angkor akan dihadapkan pada sebuah dilema, antara mengeksplorasi komplek candi yang luas dan mendalami sejarah ratusan tahun ke belakang dengan waktu kunjungan yang lama. Atau hanya akan sekejap saja melintasi berbagai komplek candi yang penuh nuansa magis itu karena keterbatasan waktu. Rata-rata kunjungan turis di Angkor Wat adalah 2-3 hari, niscaya dirasakan masih prematur dalam mengeksplorasi keseluruhan komplek candi yang menakjubkan ini. @bayubhar

Reruntuhan Benteng Misterius di Pasir Ipis

IMG-20151021-02030Sebuah desas-desus tentang keberadaan reruntuhan benteng di sekitar Lembang membangkitkan insting untuk mencarinya. Selama ini kami hanya mengetahui sebuah bunker tua di daerah Gunung Putri, yang biasa dilalui jalur offroad trayek Sukawana-Gn Putri. Keberadaan benteng ini tentu mengusik rasa penasaran.

Pada tanggal 21 Oktober 2015, tim survey Bar, Bais, Imam dan Oscar pun meluncur ke Lembang menuju rumah kenalan baru kami yaitu Warid di kampung Cisarani, desa Cikahuripan. Jalan menuju rumahnya diwarnai dengan tanjakan yang tajam dengan jalan yang tak terlalu lebar. Mungkin akan lebih baik bila memakai motor, pikir kami.

Pukul 10:15 hiking dimulai dari belakang rumahnya, melewati ladang dan kebun. Musim kemarau tampak jelas membuat petani disini kesulitan. Beberapa bak penampung air tampak sudah lama kering, banyak lahan dibiarkan tak ditanami karena sulit air. Selain pertanian disini juga tampak beberapa kandang sapi perah. Mereka menyetorkan susu sapi ke koperasi susu di Lembang.

IMG-20151021-02010Selepas ladang, jalur hiking mendaki bukit menuju hutan pinus. Belum lama berjalan di antara pepohonan pinus tiba-tiba Warid menunjuk tangannya ke atas. Sebuah elang besar tampak terbang tak terlalu tinggi dari pohon pinus. Waah..bukan main, sudah lama tak melihat elang besar terbang begitu dekat diatas kepala. Kalau tak salah dua tahun lalu kala hiking di gunung Geulis, Jatinangor.

Jalan setapak di antara pepohonan pinus menghantarkan kami ke perbatasan dengan hutan primer, yang disebut daerah Leuweung Poek. Dari perbatasan dengan hutan ini, reruntuhan benteng tak jauh lagi. Sebuah ajakan dalam basa Sunda untuk melestarikan hutan tertulis di papan triplek yang sederhana, terpaku pada batang pohon pinus.

“Duluh Galuh Pakuan Pajajaran. Salemah sabasa sabudaya. Sacai satradisi saturunan Eyang Siliwangi. Hayu urang jaga riksa jeung mumule leuweung sareng lemah cai na. Mugia janten ibadah.”

Warid menunjukkan sebuah tembok yang memanjang, sudah berlumut dan sebagian terkubur didalam tanah. Ia sendiri kurang tahu sejarah benteng ini. Namun tebakan kami, reruntuhan ini merupakan bagian dari sistem perbentengan yang terintegrasi dengan bunker Belanda di Gunung Putri, dibangun untuk melindungi kota Bandung bila diserang dari arah Subang.

Hanya satu jam perjalanan untuk sampai kesini, kami tak berniat meneruskan lebih jauh lagi karena tujuan utama hanya sampai benteng. Dari segi kewilayahan, kemungkinan termasuk ke dalam kampung Pasir Ipis, desa Jayagiri.

Di teras benteng yang tak terlalu luas, pemandang hutan Leuweung Poek terbentang di depan. Sebuah view yang pantas untuk menikmati bekal yang dibawa. Warid membongkar backpacknya, mengeluarkan kompor Trangia dan kopi.

Ieu kopi meser di Cibareubeuy,” ujarnya,” teras ku abdi disangray dina katel taneuh nganggo suluh. Disangray dugi aroma na kaluar, teras ditumbuk nyalira. Abdi mah hoyong rasa kopi nu alami.

Wah, tentu rasanya mantap. Ia lalu mengeluarkan gula merah, dari pohon aren. “Raosan nganggo gula aren batan gula bodas,” lanjutnya.

IMG-20151021-02016Benar saja, kopi yang diroasting tradisional, gula aren dan air mendidih membuat rasanya juara. Belum lagi view yang menakjubkan dan hawa segar pegunungan. Setelah beberapa kali sesapan, setiap orang tenggelam dalam sensasi rasa kopinya. Mabuk pada pesona alam, enggan untuk mengingat mereka harus kembali ke kota. Seperti meneguk anggur kehidupan.

Wow..pedo kieu kopi na,” gumam Bar takjub.
Enya..lekoh pisan..” jawab Bais.

Sayang waktu kami tak banyak, setelah sepeminuman kopi rombongan pun bergerak mengevakuasi diri. Masih terdapat beberapa spot menarik di sekitar sini bila melanjutkan perjalanan 1-2 jam lagi, misalnya air terjun ke arah Sukawana, perkemahan Jayagiri atau bunker gunung Putri.

Megahnya Komplek Candi Angkor Wat

Angkor-WatWisatawan yang ingin mengunjungi Angkor harus terlebih dahulu menuju kota Siem Reap. Tidak susah menuju ke kota tua ini karena sudah ada penerbangan langsung dari berbagai kota namun bagi yang lebih suka melakukan perjalanan darat, Siem Reap juga bisa dicapai  dari Bangkok (9 jam ) atau Phnompenh (6 jam). Selain lebih hemat, perjalanan memakai bis  antar negara akan menjadi pengalaman tersendiri bagi yang belum pernah merasakannya. Bila ingin merasakan sensasi lebih, kita dapat menumpang kapal motor menyusuri sungai Tonle Sap dari Phnompenh menuju Siem Reap. Perjalanan menyusuri sungai  ini memakan waktu enam jam.

Tarif masuk Angkor Wat cukup mahal yaitu USD 20 untuk satu hari, USD 40 untuk tiga hari dan USD 60 seminggu. Bila ketahuan tak memiliki tiket masuk maka dikenakan denda USD 100. Waktu terbaik mengunjungi candi Angkor Wat adalah menjelang matahari terbit sehingga kita bisa mengabadikan sunrise dan  sore hari untuk mengabadikan sunset.

Komplek candi Angkor bisa dikelompokkan ke dalam beberapa wilayah berdasarkan sebaran lokasinya yaitu Central Angkor, Eastern Angkor, Northeastern Angkor, East Baray, West Baray, Ruluos dan Banteay Srei. Kawasan Central Angkor merupakan yang paling populer dan paling sering dikunjungi wisatawan dimana disini terdapat candi Angkor Wat dan Angkor Thom.

Memasuki komplek candi Angkor kita akan merasa kembali ke masa silam. Candi-candi peninggalan kerajaan Khmer ini berserak dalam suatu kompleks candi yang sangat luas dengan periode pembangunan yang berbeda-beda.  Komplek candi ini terdiri dari ratusan struktur bangunan dari abad 8 hingga ke-14 yang menceritakan perjalanan bangsa Khmer. Beberapa candi yang paling sering dikunjungi adalah Angkor Wat, Angkor Thom, Bakong, Banteay Srei, Bayon, Preah Khan dan Ta Prohm. Selain candi-candi itu masih banyak komplek candi lain yang letaknya tersebar hingga puluhan kilometer jauhnya bahkan hingga perbatasan Thailand. Mustahil rasanya mengeksplorasi semua keindahan itu dalam waktu yang singkat.

Wisatawan yang mengunjungi Angkor  akan dihadapkan pada sebuah dilema, antara mengeksplorasi  komplek candi yang luas dan mendalami sejarah ratusan tahun ke belakang dengan waktu kunjungan yang lama. Atau hanya akan sekejap saja melintasi berbagai komplek candi yang penuh nuansa magis itu karena keterbatasan waktu. Rata-rata kunjungan turis di Angkor Wat adalah 2-3 hari, niscaya dirasakan masih prematur dalam mengeksplorasi keseluruhan komplek candi yang menakjubkan ini. @districtonebdg