Hari masih gelap ketika kami dibangunkan oleh kondektur local bus jurusan Thakek-Pakse. Dia memberitahu kami bahwa kami telah sampai di Kota Pakse. Bis tersebut seharga 60.000 kip/orang dan dipesan langsung di terminal Thaekek. Hari itu sekitar pukul 05.30, kami turun dan melihat sekeliling. Ini adalah pertama kalinya kami menginjak kota ini. Hari itu tanggal 2 Desember 2011, hari ketiga kami berada di Laos.
Hal yang pertama kami pikirkan adalah penginapan. Tanpa ragu-ragu kami memanggil tuktuk (angkutan umum khas Laos) dan menyuruh sopirnya untuk mengantarkan kami ke penginapan yang sesuai dengan kantong kami. Setelah kami tiba di salah satu penginapan yang tidak terlalu mahal tetapi nyaman, kami segera merebahkan badan dan tertidur sampai tengah hari karena perjalanan panjang yang kami lalui dari Vientiane ke Thakek dan dari Thakek ke Pakse.
Setelah cukup beristirahat, kami mencari makan siang dan pilihan kami jatuh kepada rumah makan di depan penginapan. Karena teman saya seorang Muslim maka, kami makan makanan yang mengandung ayam. Aman. Kemudian, kami memulai berkeliling kota dengan berjalan kaki dan diteruskan dengan menyewa motor. Kota Pakse merupakan ibu kota dari Propinsi Champasak. Kota ini tidak terlalu besar tetapi juga tidak terlalu kecil. Banyak terdapat guest house dan hotel di pusat kota serta banyak wisatawan yang berkeliaran. Pakse merupakan kota persinggahan bagi wisatawan-wisatawan yang ingin melakukan perjalanan wisata di kawasan selatan negara Laos. Dari Pakse ada beberapa kawasan pariwisata andalan di wilayah Selatanyang dapat diakses dengan mudah seperti Bolaven Plateau, 4000 island (Si Phan Don), Wat Phou dan lain-lain. Beberapa di antaranya menyediakan perjalanan wisata menyusuri Sungai Mekong dengan menggunakan perahu.
Di Pakse hampir setiap guest house atau hotel berhubungan langsung dengan travel agent yang menyediakan trip-trip wisata sehingga sangat mudah untuk mengunjungi kawasan pariwisata yang diinginkan. Wisatawan hanya tinggal bilang mau ke mana dan kapan, maka resepsionis akan segera menelpon travel agent dan kita akan dijemput pada waktu yang telah ditentukan. Pembayaran dapat dilakukan langsung di guest house atau hotel. Selain itu, jika kita datang ke warung internet atau tempat penyewaan motor maka petugas akan memberikan kita peta kota kepada wisatawan agar mudah untuk berkeliling kota. Keren!
Sepanjang barat Kota Pakse dilalui oleh Sungai Mekong. Sore itu kami menyebrangi sungai Mekong melalui sebuah jembatan yang disebut Lao-Japan Bridge. Disebut demikian karena jembatan tersebut merupakan jembatan yang dibangun oleh pemerintah Jepang sebagai tanda persahabatan dengan pemerintah Laos. Selain jembatan tersebut, ada beberapa bangunan di Laos yang dibangun oleh pemerintah Jepang. Jika dari Kota Thaekek setelah menyebrangi Friendship Bridge maka di seberangnya adalah wilayah Thailand, berbeda dengan menyeberang Lao-Japan Bridge. Setelah menyeberang, maka daerah seberang Sungai Mekong tersebut masih merupakan wilayah negara Laos. Daerah perbatasan Laos dan Thailand masih sekitar 68 km lagi dari jembatan.
Pada malam hari, suasana Kota Pakse hampir mirip dengan Kota Vientiane karena banyak wisatawan asing yang memenuhi jalan, rumah makan dan kafe-kafe. Tetapi hal tersebut hanya sampai sekitar pukul 23.00 karena pada tengah malam, jalanan mulai sepi dan hanya terlihat beberapa pemuda yang duduk di depan rumah mengitari meja untuk mengobrol sambil meneguk bir. Hal ini bisa dibilang sebuah tradisi di Laos.
penulis+foto : Maya Rara Tandirerung
Siang itu pusat kota Vang Vieng seperti biasa merupakan tempat yang santai, tidak ada yang tergesa. Turis asing banyak yang hanya sekedar minum dan menyaksikan acara televisi di cafe-cafe yang tersedia. Beberapa lainnya berjalan-jalan dari satu toko ke toko lainnya. Jalanan masih tenang, Sampai satu saat ketenangan pusat kota terganggu…BRAAKKK !!. Terdengar suara benturan cukup keras. Lokasinya hanya beberapa toko dari tempat kami duduk. Suasana menjadi riuh rendah, dan orang-orang berkumpul di tempat terdengarnya benturan. Ternyata ada turis asing yang menggunakan motor, menabrak motor lainnya yang sedang terparkir.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 12 jam dari Oudomxay, pukul 04.00 pagi kami tiba di kota Vang Vieng. Selama perjalanan, bus yang kami tumpangi seringkali berhenti, dan yang menarik ternyata hal tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada penumpang yang ingin muntah. Setiap kali bus berhenti, penumpang berjajar dan muntah.
“Aya naon kitu di Guangzhou?” tanya Dunga pertama ketika diajak ke kota itu.
Perjalanan backpackeran di Indochina akan dihadapkan kepada banyak pilihan dimana kelima negara yang berbatasan darat yaitu Thailand, Myanmar, Laos, Kamboja dan Vietnam memiliki keunikan masing-masing. Maka untuk menghapus kegalauan pilihan yang beragam itu mengapa tidak melakukan lintas negara sekalian. Kemudahan melintas perbatasan antar negara yang tak memerlukan visa memungkinkan pemegang paspor ASEAN keluar masuk disini.
Indochina adalah wilayah yang terletak antara India dan China, maka darinamanya saja wilayah tersebut dipengaruhi oleh budaya kedua negara besar tersebut. Hingga kini wilayah ini terpengaruh oleh dinamika diantara kedua kutub Asia itu dalam banyak hal ; politik, budaya, iklim, ekonomi dll. Sejak kebijakan bebas visa antar negara ASEAN diberlakukan, maka tujuan traveling ke negara-negara tetangga di Indochina semakin terbuka luas. Myanmar lah yang terakhir membebaskan visa untuk pemegang paspor negara ASEAN. Maka lengkaplah sudah bebas visa bagi pemegang paspor Indonesia untuk leluasa bepergian di wilayah Indochina.
Terdapat beberapa perbatasan darat Kamboja dan Thailand, namun yang paling populer adalah melalui Aranyaprathet di Thailand ke Poipet di Kamboja. Menuju kota kecil Aranyaprathet, dari Bangkok bisa menggunakan kereta atau bis. Kali ini (21/11/2016) kami memilih menumpang kereta ekonomi dari stasiun Hua Lamphong. Bila mendarat dari bandara Don Mueang, menuju stasiun kereta ini tinggal naik bis menuju stasiun MRT Mochit lalu memakai MRT hingga perhentian terakhirnya di Hua Lamphong. Atau lebih mudah lagi, memakai kereta langsung ke Hua Lamphong. Stasiun kereta Don Mueang terletak disamping bandara. Transportasi yang maju dan terintegrasi di Bangkok memudahkan perjalanan-perjalanan menjelajahi Indochina.
Luang Prabang adalah sebuah kota yang menjadi destinasi andalan bagi industri wisata di Laos. Kota ini ramai oleh para wisatawan, baik domestic maupun – terutama- mancanegara. Sekilas dapat dinilai bahwa turisme adalah andalan utama pemasukannya sehingga Luang Prabang menjadi sebuah kota yang sadar wisata. Kota tua ini banyak dihiasi oleh bangunan bangunan khas Eropa, karena memang Laos adalah bekas jajahan Perancis. Wajar jika kota ini telah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO.








