Masih tentang Curug Cibareubeuy, masih tentang wilayah Gn. Lingkung, masih tentang air terjun, memang tidak membosankan.
Pepatah mengatakan “Banyak jalan menuju Roma”. Kami pun mengungkapkan “Banyak jalan menuju Curug Cibareubeuy”. Setelah dua minggu yang lalu kami gagal menemukan jalur menuju Curug Cibareubeuy dari arah Bumi Perkemahan Cikole, maka pada hari Rabu 25 November kemarin, kami mencoba kembali mengeksplore jalur tersebut.
Kami bertiga, saya, Bayu Bharuna dan Arman Norval berbekal serpihan info seadanya, mengandalkan insting dan GBS (Global Bacot System) yang saya kira lebih efektif untuk menjelajahi jalur yang ternyata jarang dijamah orang, kami mencoba memuaskan kepenasaranan untuk menguak jalur menuju Curug Cibareubeuy yang konon lebih eksotis daripada jalur Wates itu.
Sesaat sebelum memulai pergerakan, usai memarkirkan kendaraan, kami mencoba berbasa basi dengan seorang Polhut & petugas parkir di Bumi Perkemahan Cikole. “Wah, rada sesah jalanna kang ti dieu mah, seueur jalur anu matak nyasabkeun, jalur nu ka curug jarang kaliwatan”. Ujar sang Polhut saat mengetahui kami akan menuju Curug Cibarebeuy. “Akang pan tiluan, ngke pas di leuweung tong asa-asa we mun mendakan jalur, malah sok nyasab mun kitu” lanjutnya. Hmmm…kembali mitos-mitos seputar Gn. Lingkung diungkapkan…
Tapi apapun itu, tekad kami sudah bulat untuk terus menyusuri jalur yang membuat kami semakin penasaran. Tak ada petunjuk jelas selama di perjalanan yang menunjukkan arah menuju curug selain rambu-rambu pesepeda menuju Ds, Cibeusi.
Beberapa kali kami berhenti untuk mencoba orientasi medan, meraba jalur. Hingga akhirnya kami berpapasan dengan para mountain biker…”Kang, pami ka cibareubeuy ka palih dieu?” teriak saya pada seorang leadernya…”Sanes kang, kalangkung…uih deui kang, ku abdi diantosan di pas belokkanna”. Sahutnya. Kami pun berbalik arah hingga bertemu dengan sang leader mountai biker yang sedang menunggu. Dan ternyata belokan itulah tempat kami berhenti sebelumnya, saat mengira-ngira kalau itu jalur kita cari. Setelah diberi petunjuk oleh sang leader, kami pun mulai meniti jalur.
Rupanya jalur yang dilalui ini memang jarang dijamah oleh para hiker, semak dan alang-alang hampir menutup rapat jalan setapak walaupun di beberapa tempat kami menemukan bivak alam yang sepertinya bekas kegiatan pelatihan kepecintalaman.
Jalur yang kecil dengan turunan curam kami lalui, hingga kami menemukan sebuah sungai di sebuah lembah yang membelah dua punggungan bukit. Setelah kami membasuh tubuh dengan kesegaran sungai yang jernih itu, kami pun melanjutkan perjalanan melintasi sungai menuju jalur yang menanjak hingga tiba di sebuah tempat yang beratap batu, layaknya batu gantung, orang sekitar menyebutnya batu ringgit. Dan tempat inilah yang menurut beberapa info merupakan patokan sudah dekatnya tujuan kami menuju curug.
Usai melawati batu ringgit, kembali kami melahap turunan curam yang tersaji hingga akhirnya kami tiba tepat di warung Pak Rosyid sang kuncen Kampung Senyum, Curug Cibareubey yang langsung menyambut kami dengan hangat, sehangat kopi lahang pak Aceng & Liwet ikan asin yang merupakan santapan wajib saat kami tiba di kampung senyum.
Kunjungan kami yang kesekian kalinya ke Curug Cibareubeuy kali ini kami gunakan untuk mengeksplore curug Cibareubeuy 2, atau dikenal dengan nama curug Cinta Wedana atau Curug Wayang yang terletak sekitar satu kilometer dari Kampung Senyum.
Curug Cinta Wedana atau curug Wayang ini terdiri dari lima undakan air terjun, cukup indah tapi masih dalam tahap relokasi sebagai kampung wisata kedua setelah curug Cibareubeuy.
Usai menyantap hidangan liwet khas Pak Rosyid dan minuman kopi lahang khas pak Aceng yang juga merupakan kuncen kampung senyum, kami pun melanjutkan perjalanan pulang dengan melalui area pesawahan desa Cimulya menuju desa Cibeusi, Ciater.
Perjalanan dengan medan yang variatif ini diakhiri dengan hujan lebat saat kami berada dalam Elf menuju Cikole tempat kami memarkirkan kendaraan…
Dalam benak kami rencana untuk mengeksplore jalur lain di wilayah Cikole, Gn. Lingkung dan Wates sudah terplanning malah sebelum kami menuntas perjalanan pulang…hmmm, memang bertualang adalah hal yang mengasyikan, selalu ada saja alasan untuk kembali berburu udara segar….