Bangkok memang kota yang beruntung memiliki sungai sekelas Chao Phraya. Keberadaanya merupakan nadi transportasi , ekonomi dan pariwisata bagi masyarakat Bangkok. Dari saat saya masih di angkasa hendak landing, sudah terlihat guratan sungai Chao Phraya berkelok kelok membelah kota Bangkok yang panjangnya sekitar 372 KM ini. Perkenalan pertama dengan sungai ini terjadi keesokan harinya, ketika hendak melakukan Bangkok City Tour , yaitu di dermaga Ratchawong yang mengantarkan kami, grup Sadaya Geulis Hikers, ke Wat Arun.
Lalu lintas air dengan tarif murah ini memang digandrungi masyarakat Bangkok, terbukti dengan selalu penuhnya kapal-kapal yang berisi muatan penumpang. Aktivitas rutin masyarakat yang hilir mudik berbaur dengan para wisatawan yang selalu membawa kamera sangatlah terlihat kontras. Tapi memang inilah yang membuat unik.
Perjalanan dengan boat di Chao Phraya menuju Wat Arun ini seperti memandangi wajah tua kota Bangkok di sisi lain. Rumah-rumah kumuh padat berjejal sepanjang tepian sungai, sempat terlintas di pikiran apakah penduduknya juga membuang limbah rumah tangganya ke sungai ini? Lalu apa yang terjadi setelahnya?
Saat di dermaga saya sempat memperhatikan air sungai yang beriak di sekitar perahu, ikan- ikan besar berebut makanan yang ditaburkan oleh salah seorang masyarakat yang kemudian berdoa di depan ikan-ikan tersebut. Saya yakin Chao Phraya begitu dicintai masyarakat Bangkok walaupun saya yakin juga banyak pengujung mungkin berpikiran sama yang menyayangkan kawasan kumuh di tepiannya.
Malam harinya, setelah bergumul dengan peluh di Subway dariHualamphong lalu berganti MRT diSilom, kami pun dipertemukan dengan dermaga menuju Asiatique the Riverfront. Darisini tersedia kapal gratis menuju Asiatique. Sebuah keberuntungan bagi kami bisa menjelajah sungai Chao Phraya di malam hari. Ogah berjejal di MRT lagi, pulangnya kami berencana menggunakan tuktuk saja darisini.
Banyak penumpang, turis-turis yang datang berpasangan, seakan tidak ingin melewatkan menikmati malam romantis di Chao Phraya. Kontras dengan suasana di siang hari, tidak ada aktivitas rutin yang sibuk, tidak juga terlihat deretan rumah kumuh yang berjejal, yang ada hanya gemerlap lampu dari gedung pencakar langit yang mewah dan remang lampu kapal dinner cruise yang lalu lalang, menambah suasana menjadi heartwarming dan sedikit romantically.
Saya berdiri di tepian kapal menjauh dari teman-teman saya, memperhatikan riak air dan merasakan semilir angin malam. Yang terdengar hanya suara mesin boat dan riak-riak air yang lantang bersuara. Sedalam apakah sungai ini, bagaimanakah perasaanya? Saya pun terhanyut seakan ikut merasakan riak-riak yang bergejolak yang terpendam di kedalaman sana.
@BrahmaTanti
26.11.2018