Sepanjang Jalan Koral dari Sukawana ke Cikole

Meski tidak seluas di Bandung Selatan, suasana perkebunan teh Sukawana tak kalah indah dibandingkan Pangalengan dan Ciwidey. Bahkan karena letaknya dekat dari kota, Sukawana memiliki point lebih.

Kabut dan gerimis senantiasa datang dan pergi. Tampak gagah gunung Burangrang diseberang lembah dan Gunung Tangkuban Parahu didepan menunggu pinangan. Kopi seduh arabika yang senantiasa tersedia di warung Ma Onah menjadi tandem ideal saat cuaca syahdu.

Jalan koral terhampar jauh dari Sukawana ini menuju Cikole dan Gunung Putri, sekitar tiga jam jalan kaki. Hanya yang cukup aral saja melakoni hiking jalur panjang ini. Nah itulah kami yang kurang kerjaan hehe

Secara tradisional jalan batu rusak ini merupakan jalur off-road, hingga kinipun tetap demikian. Namun kini lebih ke off-road komersial daripada hobby. Konvoy Land Rover bisa menjadi atraksi hiburan saat merayapi trek ini.

Beberapa tempat wisata alam akan dilewati jalur hiking ini yaitu berturut-turut Talaga Warna, Nyawang Bandung, Cikahuripan lalu disekitar pertengahan jarak Sukawana – Cikole kita bisa beristirahat di puncak Jayagiri yang legendaris. Mau sampai sini pun sebenarnya sudah cukup jauh, tapi kalo masih penasaran silahkan lanjut ke Cikole atau Gunung Putri. Kagok edan 😁

Di Jayagiri kita bisa mampir ke lorong lumut yang hits itu. Walau jalur puncak Jayagiri ke lorong lumut terhalang resort Jungle Milk sialan sehingga terpaksa melipir lebih jauh. Bila sudah berjalan sejauh ini memang sayang bila tidak diteruskan sedikit lagi ke lorong lumut, biar tidak penasaran saja toh.

@districtonebdg

Menjelajah ke Cukang Rahong

Saat musim kemarau tiba beberapa bulan yang lalu, kami berkesempatan untuk mengunjungi Sanghyang Heuleut dan Sanghyang Poek. Minggu berikutnya lalu bergerak lebih ke atas lagi, yaitu ke Green Canyon Cikahuripan. Lokasinya sangat indah, namun karena dirasa “kurang berkeringat” dari sini kami bergerak lebih jauh lagi, yaitu ke Cukang Rahong dan Cukang Binbin.

Walau yakin dengan pengalaman tim, namun tidak demikian dengan abah pemilik warung. Beliau serta merta mengutus kakak beradik Kang Hendra dan Kang Budi menemani kami menuju Cukang Rahong.

” Bilih aya nanaon, ” pesannya. Kami manut saja. Sekitar satu jam kemudian dalam cuaca panas ngajeos, tim pun sampai ditujuan setelah meliuk-liuk melewati medan sungai kering dengan bebatuan “sagarede bangsat” kalo istilah para surveyor DO yang memang sering hiperbol.

Diantara tebing beralaskan dasar sungai, kamipun rehat membuka bekal berupa buah alpukat yang tadi dibeli di warung parkiran. Walau cuaca ngajeos, dalam keteduhan tebing sungai dan aliran jernih sisa kemarau ini, sebuah dahaga akan petualangan di Citarum Purba terpuaskan dengan penuh kesegaran.

Aliran sungai Citarum yang dibendung untuk keperluan power house telah membuat beberapa aliran sungai Citarum ini surut, sehingga yang dulunya Cukang (jembatan) kini sudah tidak ada tapi kita bisa melihat jejaknya dengan mengunjungi Grand Canyon Cikahuripan Rajamandala dimana ada beberapa Cukang di sini. Teman-teman tinggal menengadah ke atas sana, lihat tebing di sisi kiri kanannya, bayangkan pada tahun puluhan tahun lalu disana pernah terdapat jembatan yang menghubungkan tebing-tebing tinggi tersebut, sementara jalur setapak yang kita lalui adalah dasar sungainya.

Maka ketika mengunjungi tempat ini, imaji kita mungkin akan berkeliaran membayangkan masa Citarum purba, atau mungkin malah jadi teringat film Flinstone. (2019)

 

Penulis : TB