Thakhek merupakan sebuah kota kecil dengan bangunan-bangunan tua didalamnya. Suasana kota ini akan mengingatkan kita pada suasana kota kecil di Indonesia 20 puluh tahun lalu. Hanya saja kendaraan yang berseliweran lebih maju dari kota-kota di Indonesia dimana kendaraan double cabin seperi Isuzu D-Max dan Ford Ranger banyak ditemui. Salah satu ciri khas kota ini yaitu pada landmark bangunannya maupun dari segi kulinernya seperti roti Perancis yang dijajakan mulai dari restoran hingga kios-kios di pinggir jalan. Suhu disini cukup ramah walau matahari bersinar terik pun masih terasa ada sejuk yang menyelinap.
Bila menilik kembali sejarahnya, Prancis menjajah Vietnam, Laos dan Kamboja pada paruh kedua di abad ke-19. Pada tahun 1887 Perancis menggabungkan wilayah Vietnam dan Kamboja untuk menciptakan sebuah koloni yang dikenal dengan French Indochina, Laos sendiri tergabung dalam koloni ini pada tahun 1893. Perancis memberikan kemerdekaan penuh pada tahun 1953 sebagai monarki konstitusional, the Kingdom of Laos. Berakhirnya perang Indochina pertama (1946-1954), mendukung status independen Laos yang mengakibatkan adanya penarikan koloni Perancis di negara tersebut.
Suasana kota Thakhek tidak berbeda jauh dengan kota-kota lainnya di Laos. Aktivitas masyarakat di kota tidak terlalu banyak. Kebanyakan warga Laos hidup selain dari pekerjaan di pemerintahan adalah dari bertani dan membuka toko-toko di pinggir jalan. Tempat yang dijadikan pusat aktivitas bagi para turis adalah pasar makanan di pinggir sungai Mekong. Menjadi suasana yang menakjubkan ketika menyantap makanan di pinggir sungai Mekong, lalu memandang seberang sungai yang langsung berbatasan dengan kota Nakhon Panom, yang masuk ke dalam wilayah Thailand.
Terlihat perbedaan yang cukup signifikan antara kota Thakhek di Laos dan kota Nakhon Panom di Thailand. Saat siang mungkin hanya gedung-gedung di Nankhon Panom yang menjadi pembeda antara dua kota di dua negara ini. Namun ketika beranjak malam, kegemerlapan kota Nangkhom Panon, berbanding terbalik dengan kesenyapan dan keremangan cahaya di Thakhek. Laos dan Thailand seakan berlomba membuat gedung bertingkat di pinggir sungai Mekong, namun toh akhirnya negara yang paling kuat ekonominya yang menang.
Thailand lebih maju di bidang ekonomi, namun tentang keamanan, Laos sepertinya lebih unggul. Menarik saat kami melihat kecelakaan motor di jalanan. Bukan kecelakaan yang menarik, namun perilaku masyarakat kota Thakhek sesaat setelah terjadi kecelakaan. Masyarakat Laos adalah masyarakat yang taat pada hukum dinegaranya. Jadi ketika terjadi kecelakaan, mereka tidak saling adu ngotot, mereka biarkan motor yang telah hancur berantakan itu dijalanan, menunggu polisi datang. Sedangkan dua pengendaranya, meskipun salah satu ada yang salah, namun mereka hanya berbincang biasa. Tidak saling ngotot, hal yang tidak saya lihat di Indonesia.
Menurut Bapak Edi, warga Indonesia yang sudah empat tahun tinggal di Thakhek, masyarakat Laos memang taat akan hukum. “Meskipun wanita cantik berpakaian seksi masuk ke hutan sendirian, sepertinya akan aman-aman saja di Laos ini”, katanya sambil tertawa. Namun demikian, bukan masyarakat yang paling berbahaya di Laos, tapi bom-bom yang tersebar luas dimana-mana.
“Dulu saat perang Vietnam, Amerika membombardir kawasan Laos bagian Selatan, karena pasukan Vietnam ada yang menyerang basis Amerika di Vietnam selatan melalui Laos. Dan di antara bom-bom yang dilepaskan itu banyak yang tidak meledak, hanya tertanam di tanah.” tutur Pak Edi. Hal tersebut juga yang akhirnya menjadi masalah serius bagi pertanian di Laos, karena hingga saat ini sudah banyak petani yang menjadi korban bom yang akhirnya meledak di lahan pertaniannya. (2011)
penulis : Alfia Fitri Khairunissa, foto : Maya Rara Tandirerung