Categories : ASEAN Countries Backpacker

 

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 12 jam dari Oudomxay, pukul 04.00 pagi kami tiba di kota Vang Vieng. Selama perjalanan, bus yang kami tumpangi seringkali berhenti, dan yang menarik ternyata hal tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada penumpang yang ingin muntah. Setiap kali bus berhenti, penumpang berjajar dan muntah.

 

Pagi itu, suasana sangat sepi, tidak ada seorang warga pun yang kami temui, hanya beberapa kendaraan yg sedang terparkir di sisi jalan. lalu Kami berjalan untuk mencari penginapan. Akhirnya kami menemukan penginapan Sisombat Guest House, dengan menekan bel, penjaga guest house yg sepertinya baru saja terbangun langsung menawarkan sebuah kamar double bed seharga 50.000 k- (LAK/Lao Kip). Setelah beberapa malam sebelumnya kami tidur di dalam bus, malam ini kami bisa tidur diatas kasur.

Pagi hari kami bertanya pada petugas guest house tentang lokasi dan akses menuju central city. Dia mengatakan bahwa central city berada tidak jauh dari guest house, dan cukup berjalan kaki untuk mencapainya. Ketika kami menanyakan peta kota, penjaga guest house tersebut mengatakan bahwa kami bisa mendapatkannya di central city dan dia sendiri tidak memilikinya.

Lalu, kami keluar dari guest house untuk mencari makan dan melihat keadaan kota Vang Vieng, saat kami keluar dari guest house didepan kami terlihat bentangan tebing andesit memanjang dari utara ke selatan yang konon menurut penjaga guest banyak digunakan untuk paket-paket wisata gua (caving) dan rock climbing.

Setelah sarapan -dengan biaya 15.000 k-, kami berjalan kaki menuju central city of Vang Vieng yang menurut penjaga warung tempat kami makan letaknya tidak terlalu jauh dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Benar saja, kurang dari 10 menit kami telah tiba di central city of Vang Vieng.

Sesampainya di central city, terlihat di depan ada Laos tourism information. Tetapi ketika kami masuk ke sana, untuk mencari informasi tentang kota ini, kantor tersebut tutup dan tidak ada seorang pun yang bisa kami temui. Di dekat kantor tersebut terdapat penyewaan motor dan sepeda, lalu kami memutuskan untuk menyewa sepeda tersebut untuk berkeliling kota dengan biaya 10.000 k per satu unit sepeda sampai pukul 19.00, di tempat penyewaan sepeda ini pula kami mendapatkan peta kotaVang Vieng dengan cuma-cuma.

Sepanjang jalan di central city, terdapat banyak sekali guest house dan restaurant juga turis-turis asing yang berkeliaran. Seperti kota-kota wisata lainnya di Laos, turis di sini didominasi oleh turis-turis yang berasal dari Eropa. Sekilas, Vang Vieng tampak seperti Bali atau Pangandaran dengan luas wilayah yang lebih kecil tetapi minus pantai.

 

Wisata alam dan petualangan

Kota ini menawarkan banyak paket wisata, terutama wisata alam bebas. Di sini para wisatawan bisa mencoba beberapa objek wisata seperti cave, waterfall, rock climbing, dan tubing. Lokasi-lokasi wisata tersebut jaraknya bervariasi dari central city, dari yang paling dekat yaitu 4 km sampai terjauh 14 km. Untuk mencapai lokasi tersebut, para wisatawan bisa menggunakan tuk-tuk yang banyak tersedia di sini.

Kota Vang Vieng dikelilingi oleh deretan pegunungan yang di sekitarnya terdapat banyak gua dan tebing. Di sisi sebelah barat kota ini terdapat sebuah sungai yang digunakan untuk wisata tubing dari bagian utara sungai sampai ke selatan. Di sisi timur, terdapat hutan yang bisa digunakan untuk wisata cycling and motorbike, untuk rock climbing sendiri lokasinya adalah di Padeng Hill Climb di sebelah Barat kota Vang Vieng melewati sungai.

Masyarakat kota Vang Vieng rata-rata bekerja dalam sektor pariwisata dengan menjual paket-paket wisata, membuka restorant, guest house, penjual cindera mata, atau menyediakan transportasi untuk akses-akses ke lokasi-lokasi wisata. Karena banyaknya wisatawan asing yang datang ke kota ini, masyarakat kota Vang Vieng cukup banyak yang bisa berbahasa inggris, tidak seperti di Oudomxay, di sini kami cukup mudah dalam berkomunikasi.

Untuk masalah harga, paket-paket yang ada tidak dapat ditawar untuk diturunkan harganya, seperti kejadian yang kami lihat di internet cafe, saat salah seorang penjaga internet marah-marah kepada salah satu turis asing yang mencoba menawar biaya telepon yang telah ia gunakan, “Its not about your sucking money!!”, begitu kata-kata yang keluar dari mulut penjaga ‘warnet’ yang marah tersebut.

 

Malam di Vang Vieng

Vang vieng merupakan salah satu kota tujuan wisata di laos. Kota Vang Vieng dapat ditempuh melalui Viantiene menggunakan bus selama 5 jam perjalanan. Seperti kota-kota lainnya di Laos, pusat kota Vang Vieng tidaklah terlalu besar. Namun Vang Vieng memiliki keunggulan pada ekowisata dan wisata petualangannya. Ketika siang, para wisatawan tidak banyak yang melakukan aktivitasnya di pusat kota. Mereka lebih memilih untuk berwisata ke tebing-tebing alam di sekitar kota atau melakukan penelusuran gua.

Langit mulai mendung saat senja datang di Vang Vieng, lampu-lampu di pusat kota mulai terlihat gemerlapnya. Semakin mendekat ke pusat kota, di lokasi yang saat siang sepi itu, sayup-sayup terdengar musik-musik pengiring malam. semakin banyak wisatawan berkulit putih lalu-lalang di pusat kota. Cafe-cafe yang berdiri di sepanjang jalan utama kota pun semakin bersemangat saat malam. Berlatar belakang dinding-dinding tebing nan gagah, kota Vang Vieng mulai memperlihatkan geliat hidupnya.

Menarik melihat kuliner yang disajikan restoran dan pedagang di sepanjang jalan pusat kota. kebanyakan, restoran-restoran di tempat ini menyajikan masakan-masakan khas masyarakat barat. The Rising sun, Jungle bar restourant, dan Vang vieng steak house, merupakan sebagian dari banyak restoran yang khusus menyajikan masakan ala barat. Para pedagang ecerannya pun tidak mau kalah. Makanan-makanan seperti sandwich, pizza, burger pun menjadi komoditas perdagangan yang menggiurkan bagi mereka.

Di sudut lain di pusat kota, seorang ibu tampak asik menonoton TV. Ibu itu tidak banyak kerjaan memang, karena restorannya sepi dari pengunjung. Menyadari kehadiran kami, ibu itu langsung tersenyum dan berbicara dalam bahasa Laos. Kami langsung menimpali dengan bahasa inggris, agar dia tahu kami tidak mengerti apa yang diucapkannya. “Can we look the menu?” Setelah melihat menu kami memesan “two soup noodle with chicken”. Restoran tradisional ini memang kalah laris dengan restoran lain yang menghidangkan makanan ala barat di Vang Vieng. Namun dengan hidangan dua mangkuk bakmi di meja membuat Vang Vieng tidak kehilangan rasa Laosnya. Satu lagi kami teringat tentang Laos,”Do you have beer Lao?” Ibu itu mengangguk. “Oke,We buy one”.   (Hidayat Adiningrat, 2011)

 

 

foto/internet

 

 

 Posted on : February 14, 2017
Tags :