Di hari terakhir di kota Kinabalu, Tomy bersikukuh mencari masakan Indonesia. Toh, walau ada rumah makan Melayu namun citarasanya belum sreg menurut ukuran kami. Setelah berkeliling-keliling akhirnya ketemu juga yang cocok rasanya, murah dan pelayannya lancar berbahasa Indonesia yaitu : warteg! Ya jelas saja, semua pegawainya orang Jawa yang bekerja disana. Namanya saja rumah makan Jawa. Klop..!
“Mas, bayarnya pake ini aja ya,” gurau Tomy seusai makan seraya menyodorkan uang rupiah limapuluh ribuan.
“Lha ndak bisa to mas,” kata pelayannya senyum-senyum.
“Sampeyan Jawanya dari daerah mana?” tanya Tomy lagi.
“Dari Lamongan, mas,” kata si mas.
“Nanti kalo sudah selesai kerja disini mau pulang atau jadi orang Malaysia?” tanya Tomy.
“Ya pulang toh mas wong anak istri masih di Jawa,” ujarnya. Ternyata si mas ini bukan termasuk TKI yang rentan dari sisi nasionalisme.
Warga negara Indonesia yang mencari rejeki di Kinabalu, dan Sabah umumnya cukup banyak. Dibanding pekerja lain dari Bangladesh, Nepal dan Vietnam para majikan di Malaysia lebih menyukai tenaga kerja asal Indonesia (TKI) karena faktor kesamaan budaya, bahasa dan agama yang merupakan kelebihan yang menyebabkan keperluan akan TKI formal sebagai primadona dalam pemenuhan kebutuhan pekerja asing di Sabah.
Menurut catatan Konjen di Kinabalu, WNI legal yang tinggal di Sabah sebanyak 208.792 orang. Sementara untuk TKI ilegal tercatat 217.367 WNI tidak berdokumen. Hingga kini, sudah ada pemutihan TKI ilegal dengan keluarganya melalui pemberian paspor sekitar 200 ribu orang. Ada sekitar 45 ribu anak-anak TKI dan keluarganya yang buta huruf di Sabah, tutur Soepoeno yang tiap minggu turun berdialog dengan TKI di Semenanjung Sabah.
Banyaknya TKI bermasalah disebabkan pintu-pintu masuk dan ke luar ilegal di sepanjang perbatasan Kaltim-Sabah. Rata-rata 2.000 orang per hari masuk ke Tawau dari Kalimantan Timur. Mereka masuk wilayah Malaysia tanpa izin dan tinggal melebihi waktu yang ditentukan. Selain itu juga melanggar kontrak kerja dan izin kerja. Meskipun memiliki paspor sah yang dikeluarkan oleh pewakilan negara masing-masing tetapi tidak dilengkapi izin keluar-masuk wilayah Malaysia.
Di Sabah, ada 4 (empat) masalah utama TKI, yaitu masalah dokumen keimigrasian, pendidikan, perkawinan siri, dan gaji yang rendah. TKI di Sabah sangat rentan dari sisi nasionalisme kebangsaan Indonesia. Dari penelitian yang pernah dilakukan terhadap para pekerja di perkebunan sawit di Sabah, 63 persen responden memilih akan menjadi warga negara Malaysia bila ada kesempatan.
@districtonebdg