Lupakan Tahura, Ini Tempat Hiking Terbaik dekat Bandung

Bagi yang suka hiking, Tahura di kawasan Dago adalah jawaban untuk kesumpekan rutinitas kota. Hiking, running atau sekedar healing disinilah tempatnya. Tapi, sebentar… ada yang lebih recommended loh.

Mereka yang lebih menyukai trek alami dengan segera akan jatuh cinta pada Patahan Lembang. Lokasinya yang tak terlalu jauh dari Tahura, masih kawasan Dago Pakar, menjadi tempat ini sangat terjangkau dari kota. Jadi kenapa tidak coba kesini?

Menuju Patahan Lembang, dari Tahura tinggal meneruskan arah ke Tebing Keraton. Parkir di area Tebing Keraton, nah tinggal dimulai hikingnya. Jangan masuk ke Tebing Keraton ya, melainkan mengikuti jalan setapak kearah hutan.

Kami membagi area hiking Patahan Lembang ini menjadi dua yaitu upper track dan lower track. Kali ini yang dimaksud adalah patahan Lembang upper track. Sementara untuk lower track biasanya dimulai dari Cibodas jalur nya disekitar tepian sungai Cikapundung.

Patahan Lembang upper track ini belum banyak yang tahu sehingga jalurnya relatif sepi. Sepanjang trek kita akan melewati kebun kopi dan hutan pinus. Berjalan di punggungan bukit membuat kita memiliki view yang luas kearah Lembang.

Maskapai Vietnam Mulai Nimbrung di Jagat Asia Tenggara

Berbekal pengalaman bertempur di kandang sendiri dengan Jetstar dan AirAsia, maka setelah Covid-19 reda maskapai Vietjet dari Vietnam makin pede unjuk gigi di jagat Asia Tenggara. Bukan berbekal pramugari berbikini seperti kala mencuri pasar Thailand, tapi tiket promo dan flight direct yang jadi andalan Vietjet menggoyang pasar Indonesia. Jauh hari sebelum ekspansi ke Indonesia, Vietjet  juga sudah meramaikan penerbangan ke kota-kota utama seperti Bangkok dan KL.

Sedikit mengenai Vietjet, maskapai ini adalah maskapai penerbangan milik swasta pertama yang didirikan di Vietnam dengan menyasar segmen budget. Jelas berbeda dari Vietnam Airlines yang merupakan maskapai full service milik negara, seperti Garuda kalo disini.

Sebagai milisi budget, kaum backpacker tentu lebih melirik Vietjet. Tapi sebetulnya Vietnam Airlines ini juga harga tiketnya kompetitif bila dibanding maskapai full service lain dan memiliki rute langsung Jakarta dari dulu. Cukup recomended bagi mereka yang terbiasa terbang manja pakai Garuda. Tapi karena kita backpackere jadi harap maklum.

Di Indonesia, awalnya Vietjet hanya membuka flight direct Vietnam ke Denpasar hingga saya terpaksa flight dulu ke DPS dari Bandung demi menghindari tarpak di Changi atau KLIA. Lalu setahun ini membuka direct flight ke Jakarta.. syukurlah, bye bye tarpak.

Dulu sekali memang ada juga AirAsia yang direct Jakarta ke Vietnam tapi sudah punah. Mungkin saat itu rute langsung Indonesia- Vietnam tak terlalu menggiurkan bagi maskapai Malaysia, namun bagi maskapai Vietnam menghubungkan negaranya yang  berpenduduk lebih dari 100 juta orang dengan Jawa-Bali yang berpenduduk juga segituan jelas sebuah pasar yang gurih. Maskapai Indonesia minggir dulu.

Namun namanya tiket murah pasti banyak peminat. Jadi jangan kaget antrian chek in Vietjet puanjaaang bingit, mengingatkan pada lampu merah Samsat Kiaracondong. Ini juga alasan saya enggan pakai Vietjet dari Vietnam, ogah antrian biadab. Vietjet lebih cocok untuk menuju Vietnam, bukan dari Vietnam.

@districtone

Banh Mi Sarapan Andalan Backpacker di Vietnam

Banh mi (roti)  adalah makanan khas Vietnam yang dibuat dari roti baguette. Makanan khas Vietnam ini menjadi hasil adaptasi dari kuliner Perancis karena dulunya negara Vietnam pernah dijajah oleh Perancis. Ini bisa dilihat dari penggunaan roti baguette khas Perancis.

Menu ini cukup bersahabat dengan dompet dibanding kuliner khas Vietnam lainnya kalau tidak jauh lebih murah.  Menu andalan backpacker ini paling murah sekitar 15000 – 20000 VND di kaki lima. Tapi bisa berlipat harganya di restoran atau dengan isian yang mewah.

Banh mi biasa diisi dengan irisan acar kubis, wortel, daging, daun ketumbar dan cabai. Namun saya lebih sering memilih sarapan roti dengan telur setengah matang. Pilihan ini juga cukup populer sebenarnya bagi masyarakat Vietnam, disebut banh mi op la. Jadilah banh mi opla sambil menyeruput ca phe den nong ( kopi hitam panas) menu  setia  di Vietnam.

Mendaki Gunung Patuha via Cipanganten

Perjalanan dimulai sekitar jam 10 pagi saat cuaca cerah matahari berseri-seri. Namun semua maphum bahwa cuaca gunung Patuha bisa berubah cepat. Walau jalan ke Geothermal kini sudah hotmix, kami berjalan kaki saja dari jalan raya. Dari Geothermal, kampung Cipanganten hanya sepelemparan batu. Alhasil sesudah satu jam berjalan dari dari jalan raya sampailah di Cipanganten. Tenaga dari bubur ayam tadi pagi di pasar Sederhana sudah tercecer dijalan aspal perkebunan teh.

Sejenak dadasar  di warung lalu mulai melahap tanjakan batu sepanjang dua kilometer. Tenaga dari indomie warung pun memudar di ujung tanjakan yang berupa hamparan kebun teh. Darisini cuaca asli gunung Patuha mulai menyambangi, hujan tipis dan kabut tebal menyelimuti kaki gunung.

Setengah jam kemudian tiba di view deck Sunan Ibu, namun kabut tebal menghalangi pemandangan ke arah Kawah Putih.  Sebagian orang mungkin menyesali kabut yang menutupi gunung ini namun kami seperti dipertemukan teman lama. Memeluk hangat dalam dingin.

Perjalanan dilanjukan ke puncak ditengah serinai gerimis yang makin membulir tetesannya.  Menjelang puncak flysheet dibuka lalu sejenak masak sambil bernostalgia.  Hujan,  kabut, letih dan lapar..  satu persatu elemen dari masa lalu merasuk membangkitkan memori yang megah.

Mendaki gunung Patuha via Cipanganten bagai sebuah penebusan terhadap komersialisasi alam. Rute yang bersahaja dan sunyi ini merupakan sebuah jalur yang layak diperjuangkan bagi mereka yang jatuh cinta pada Kawah Putih namun tak ingin terlalu dekat untuk mengotorinya

Puncak Patuha hanya sepelemparan batu dari tempat bivak,  tak berapa lamapun kami sampai disini.  Lalu lanjut ke Sunan Rama, dan turun via jalur yang berbeda ke arah Kawah Putih. Jalur turun ini terletak tak jauh dari petilasan. Sekitar jam lima sore sudah tiba di kawasan wisata Kawah Putih,  tinggal menunggu angkot untuk turun ke parkiran bawah.

@districtonebdg

Maju Kena Mundur Kena di Jalur Ngarit : Tahura ke Tebing Keraton

Tidak ada setapak ataupun penanda. Kami semua menerobos tanaman perdu, termasuk tanaman pulus yang seakan-akan mematai-matai kami, mengintai sepanjang perjalanan. Bahkan batang-batang pohon seperti memberikan PHP alias harapan palsu, terlihat kuat untuk dipegang dan mudah diraih, tetapi kenyataannya ketika dipegang, tanah begitu rapuh, sehingga seringkali kami ikut tergelincir ataupun jatuh bersama pohon yang kami jadikan pegangan.

Sebenarnya saya sudah ingin melupakan rute hiking menuju Tebing Keraton dari arah Tahura, malah sudah mendeklarasikan diri tidak ingin lagi mengalami hiking dengan rute trek seperti itu lagi (lihat cerita hell pass).
Tetapi takdir mempertemukan kami dengan salah satu guide lokal (?) di Tahura, kala itu kami ingin sedikit demi sedikit menuntaskan Ekspedisi Cikapundung 2022 yang diinisiasi oleh komunitas perempuan D1VA.

Perkenalan terjadi saat kami mengunjungi Curug Omas dan Curug Cikapundung yang menjadi bagian jalur ekpedisi Cikapundung. Saat itu beliau mengatakan bahwa ada trek hiking dari Maribaya menuju Tebing Keraton. Krrrk…krrrk…mata saya langsung membelalak…ingat beberapa tahun ke belakang. “Wait pak…jadi gimana treknya” saya mencoba membuka pertanyaan. “Ya agak nanjak terus, masuk hutan”. “Bapa yakin hafal rutenya?” “Hafal neng, kan bapa yang buka jalurnya juga” beliau meyakinkan.

Saya pun berdiskusi dengan Melly, Jule, dan teman-teman lain. Mereka sepakat untuk menjajal trek made in si bapa ini lalu mulai mengagendakan jadwal hiking pada hari Minggu, 18 Desember 2022. Beberapa teman batal ikut karena ada keperluan lain. Jadilah kami be-3. Saya, Melly, dan Jule.

Dengan mantap, pagi-pagi jam 8 kami berkumpul di Sekejolang untuk bertemu dengan guide di Warung bu Aah. Kami pun berjalan menuju Curug Cikapundung, dan beliau menunjukkan arah ke sebelah kiri menuju ke arah lereng Tebing Keraton.

Pada saat masuk jalur hutan tersebut, perasaan saya sudah kacau, dimulai dengan mendengar keterangan yang berbelit-belit mengenai trek dari guide, lalu terkesan menakuti-nakuti bahwa di sini ada ular piton dan banyak lebah bersarang. Mengenai binatang-binatang liar ini sih saya percaya, karena hutannya terlihat memang jarang terjamah manusia. Dan waktu terakhir jajal jalur hellpass di 2016 memang saya melihat sarang lebah yang luar biasa besar tepat di bawah tebing keraton.

Setelah hiking kurang lebih 30 menit, lebih tepatnya climbing sih ini, pemandangan tampak berbeda. Batu-batu besar berlumut mendominasi trek saat itu. Trek bikin jengkel mulai menghantui ketika jalan yang kita lalui sepertinya bukan merupakan jalur. Tidak ada setapak ataupun penanda. Kami semua menerobos tanaman perdu, termasuk tanaman pulus yang seakan-akan mematai-matai kami, mengintai sepanjang perjalanan. Bahkan batang-batang pohon seperti memberikan PHP alias harapan palsu, terlihat kuat untuk dipegang dan mudah diraih, tetapi kenyataannya ketika dipegang, tanah begitu rapuh, sehingga seringkali kami ikut tergelincir ataupun jatuh bersama pohon yang kami jadikan pegangan.

 

Suasana pun tambah tegang hati bimbang ketika si bapak tidak memberikan jawaban pasti ke arah mana kita harus melangkah. “Ke kiri atau ke kanan ya neng?” beliau malh balik bertanya. Jule yang sepanjang perjalanan terus mengomel akhirnya tidak tahan untuk tidak berkomentar “Lha, kan bapa guide nya, kenapa nanya ke saya?”
Lalu dia menerangkan bahwa jalurnya tertutup pohon-pohon tumbang, sehingga ia harus meraba-raba kembali jalannya.

Drama terpeleset, kaki tertahan di kemiringan, jadi santapan selama satu jam perjalanan. Ah melelahkan sekali. Lereng semakin miring dan tanah semakin rapuh, kami menghela nafas sejenak. “Cape kesel, sumpah!” Jule mulai ngacapruk lagi.
“Pa naha ieu mah jalurna sieun kieu” Melly mulai ragu karena tertahan di kemiringan tidak bisa naik lagi. “Gak ada pijakan, mau naik kemana, tidak ada pegangan juga.” Melly dalam posisi telungkup kesulitan bergerak memang sementara saya dan Jule pun hampir jumpalitan di lokasi tempat saya tertahan.

Saya berbisik ke Jule yang juga sedang berusaha untuk mencari pijakan yang lebih kuat. “Jul, ini mah kita harus mengandalkan diri sendiri, ini kita gak bisa bergantung sama dia, liat deh bapaknya juga kepayahan”
“Eh Jul tarik aku uy mau tergilincir ke lereng” saya minta tolong Jule yang sudah sampai duluan ke area dekat pohon yang kuat.

 

Saya pun menelepon Pa Bayu yang survey tahun 2016 itu untuk meminta saran, duh untung ada sinyal setrongg….”Ini sih hiking edan lagi’ saya bilang. “Sudah balik kanan aja, masih jauh itu”, ia menyarankan.
Guide sepertinya enggan untuk turun, seperti halnya saya dan Jule yang sudah di atas. Tapi Melly yang posisi di bawah gimana? Dia tertahan di posisinya kesulitan naik, mencari pegangan pun susah.

Saya ngobrol lagi sama guide nya, “Pak kemungkinan berapa menit lagi ini sampe?” beliau dengan wajah ragu hanya menjawab “sedikit lagi”’….saya bisa membaca kecemasan di wajahnya… mulai ngomong ngalor ngidul….tidak meyakinkan….. ah sudah…..skip…skip…
Saya berusaha tenang ”Pa istirahat dulu lah, makan permen dulu, ngerokok dulu lah pak”
Kalo saja bapanya bisa meyakinkan kami bahwa treknya sudah dekat dan aman, mungkin kami bisa sedikit push Melly bantu naik. Tapi …krkkk..krkk..krrk…tiba-tiba bapak guide nya nanya ke saya…”Neng cobi eta ka rerencangan eneng eta nu nelp taroskeun kira-kira udah berapa perjalann lagi?” harrrrrr…ari bapak….mulai tambah capek karena gagal paham.

Akhirnya saya suruh beliau ngomong aja ke pa Bayu …”Pak, jadi gini aja, kalo jalurnya udah bagus, udah bapa tata lagi, dibebereslah, nanti bisa dicoba lagi, sekarang udah jam 12 siang lebih mending balik lagi aja, khawatir keburu hujan tambah beresiko” saran pa Bayu.

 

Setelah melakukan telp. Saya dan Jule termenung, gimana kita baliknya? Wkwkkwkw…susah banget mau turun. Tapi harus kita lalui juga ini. Haduh serba salah. Kayak film Warkop aja ‘Maju Kena Mundur Kena’
Bapak guide (abal-abal) sepertinya enggan turun juga. Lanjut naik aja neng, udah dikit lagi kok.
Lanjut ke mana pak, Jule yang mulai hilang kesabaran “Udahlah bapak jangan banyak wacana….” Ya ampuuun…jadi kumaha ini teh atuuuuh….
Okay udah kita balik aja, saya pun akhirnya tegas memutuskan. Jalur ini bahaya…not recommended.

“Pa lain kali jangan nawarin trek ini ke tamu, ini menurut saya not recommended” nasihat kami.

Sedikit demi sedikit dengan kesabaran bercampur kecemasan akhirnya bisa turun ke pijakan yang tidak terlalu miring.
Ketika batu-batu besar dan jalur air telah dilewati, jalanan mulai agak bersahabat wajah si bapa mulai berbinar kembali lalu bercerita kalo trek ini sering dipake trail running Tahura, “Bapa sering bawa tamu asing ke sini, ada yang bikin video, kalo jatuh teh pada ketawa-ketawa….pada nyampe ke atas tamu-tamu bapa…bla…bla…bla…”

Krkrkk….krrkkk…. Jule yang dengernya malah bernyanyi ‘’’Segala yg kau ucap bohong, semuanya omong kosong, tak perlu lagi percaya, kau hanya pura-puraaaa”
Lalu mang guide bertanya ke Melly, “ini tadi kita lewat jalan sini kan ya”….harrrrr yang kesekian kali …

What an experience. Setelah turun ke curug Omas kami pun bersih-bersih. Lalu ada seorang bapa yang sedang duduk di warung berkomentar.

“Neng, ngapain ke sana, itu mah jalur ngarit bapa”

Hatchiiii….langsung bersin …
Yasudah!

 

Penulis : Tanti Brahmawati

 

Benteng Gunung Puteri Lembang Tempat Eksekusi Tentara KNIL

Saat Jepang melancarkan invasi ke Jawa Barat pada Perang Dunia II , target utamanya adalah terlebih dahulu menguasai pangkalan udara Kalijati, Subang yang saat itu difungsikan sebagai basis angkatan udara terbesar Belanda. Setelah Kalijati dikuasai baru mereka merangsek kearah kota Bandung.

Sebetulnya Belanda pun sudah mengantisipasi ancaman dari arah Utara ini dari jauh-jauh hari dengan membangun benteng-benteng pertahanan melindungi Bandung antara lain di Pasir Ipis dan Gunung Puteri, Lembang. Saat serbuan menuju Bandung datang bulan Maret 1942, pertahanan Belanda di Ciater yang dilengkapi meriam dan satu brigade pasukan KNIL coba menghadang gerak maju pasukan Jepang pimpinan Kolonel Shoji ini.

Namun Jepang yang didukung pesawat-pesawat tempur yang sudah berpangkal di Kalijati tentu diatas angin. Walau laga ini berat sebelah pertempuran hidup mati di Ciater itu berlangsung sengit selama tiga hari yang berakhir setelah Belanda mundur karena kehabisan amunisi.

Pasukan KNIL yang tersisa mengevakuasi diri ke arah Cimahi melewati rute Benteng Gunung Putri yang kemudian dilanjutkan ke Benteng Pasir Ipis, perkebunan teh Sukawana, Parongpong lalu Cisarua. Sementara itu sebagian tentara KNIL yang tertangkap digiring ke sebuah puncak bukit disekitar benteng Gunung Putri untuk dieksekusi.

Saat kembali mengunjunginya bulan November 2022, suasana benteng hampir tak berubah dari belasan tahun lalu saat pertama kesini. Demikian pula dengan auranya, ditemani kabut yang datang dan pergi kita dapat membayangkan kengerian dibulan Maret 1942 ketika sisa-sisa tentara KNIL dibantai oleh pasukan Jepang disini. Tak ada salahnya mendoakan ketenangan bagi mereka. @districtonebdg

Disruptive Pasar Ransel Outdoor di Indonesia

Dulu carrier yang berkualitas yahud masihlah jarang, amat susah mendapat akses ransel branded dari luar negeri. Kalaupun ada harganya sering tak terjangkau para backpackere.

Tentu kita bisa maklum karena kala itu industri ransel baru menggeliat dan belum mampu memenuhi tuntutan kualitas dari pegiat petualangan yang aktif. Merk Jayagiri memang sudah ada sejak ’78 namun seperti tak serius hingga muncul sempalannya Alpina sekitar ’85. Pebisnis Eiger menyusul ditahun ’89 seterusnya Avtech ’91dan Consina 2001 yang keduanya berangkat dari pegiat seperti juga Alpina. Juga Rei eh salah Arei (hehe) konon didirikan 2005 tapi mungkin baru sepuluh tahun kemudian dikenal publik. Banyak merek lain juga bertebaran seperti Boogie, Giant, Cartenz dll tapi sekitar itulah sejarah kasarnya.

Selain brand lokal yang saling berebut pasar, masuk juga brand ternama seperti Deuter yang dipasarkan toko Tandike. Segelintir brand luar juga dipasarkan oleh beberapa toko namun karena harganya yang tinggi tidak terlalu mengganggu pasar. Juga ada yang sporadis memasarkan merek The North Face hasil bocoran pabrik atau membuatnya sendiri dengan meniru model aslinya. Teknik hit and run ini hanya membuat ceruk mikro di pasar.

Namun sejak 2011 dunia ransel outdoor di tanah air guncang dengan merembes masuknya merk-merk branded yang terjangkau. Pasar kontraksi hebat dan debat panas di Kaskus antar konsumen yang mulai melek merk global. Bila konsumen giat berdebat, produsen geram berikut panik, beberapa dengan berbagai cara coba menghadang serbuan barang dari luar ini, terutama dari Vietnam. Hasilnya nol, tak ada gunanya melawan pasar yang berkekuatan seperti black hole.

Merk asing seperti Jack Wolfskin, 5.11 , Quechua, Millet, Osprey dan sebagainya yang baru terdengar disini, masuk deras bersama merk yang sudah familiar seperti Deuter dan The North Face. Legiun brand luar masuk seperti tsunami dan didukung geliat market place tak siapapun yang bisa menghadangnya.

Bisa dibilang Jack Wolfskin termasuk brand yang paling awal menggebrak bahkan menjadi market killer pasar yang ada. Beragam kategori dilayani brand asal Jerman ini dengan tipe yang langsung disuka pasar : carrier dengan tipe Denali, semi carrier ada Highland trail atau Mountaineer dan daypack tersedia Moab, Fastrack dan sebagainya.

Brand-brand lain seperti Millet, Berghaus dll segera menyusul masuk hingga perlahan kepopuleran JW memasuki masa jenuh, namun selama beberapa tahun pasar tak akan pernah lupa perkasanya JW yang mendapatkan momentum dari kurang inspiratifnya model brand lokal.

Masuknya brand luar disertai makin gencarnya e-commerce alias market place, menjadi momok pasar outdoor konvensional. Para pemain besar kala itu yang merasa berada di zona nyaman gagal mengantisipasi. Bahkan pemimpin pasar seperti Eiger dipaksa koprol merubah strateginya bila tak ingin keterusan sempoyongan seperti toko flagship andalannya Outlive di bilangan Setiabudi, Bandung yang akhirnya karam seperti kapal induk Jepang Yamato dalam pertempuran Midway.

Berbeda dengan pasar konvensional yang dikuasai pemain besar, dalam pasar yang baru pemain kelas UMKM mendapat porsi yang besar. Mereka bisa bergerak lincah di market place tanpa terikat berbagai legalitas. Brand-brand lokal penguasa pasar yang didominasi pemodal besar kini kalah taring dengan UMKM kelas ecek-ecek yang kini dimudahkan punya link ke brand luar.

Walau pasar berubah, brand lokal tetap akan memiliki segmen yang besar di pasar karena harga yang lebih murah. Mereka juga telah berusaha keras meningkatkan kualitas produknya sehingga kita bisa optimis tetap bisa tumbuh.

Namun bila bicara fashion tentu mereka harus bersikap rendah hati.. yep, reality bites. Lihat saja di tempat-tempat yang populer seperti Alun-alun Suryakencana, danau Ranu Kumbolo atau Segara Anak yang tak ubahnya catwalk brand-brand luar yang kuat seperti Osprey, TNF, JW dan sebagainya. Bahkan penguasa pasar lokal katakanlah Eiger akan seperti mengusung misi bunuh diri bila ingin menyaingi kekuatan brand equity global dari REI atau Patagonia misalnya.

Maha benar Osprey dengan segala torsonya

@districtonebdg

Gunung Bendera Si Mungil yang Ramah Didaki

Kondisi geografis Bandung yang dikelilingi pegunungan membuat bumi Parahyangan punya lumayan banyak gunung cantik. Tak terkecuali ke arah Barat melewati kawasan pertambangan batu kapur menuju Cianjur. Namun apakah medan pendakian gunung di Bandung ramah didaki, itu hal lain. Nah jangan khawatir, ada gunung Bendera bagi yang enggan melahap banyak tanjakan terjal.

Gunung Bendera termasuk gunung mungil yang cantik yang ramah bagi pendaki pemula. Terletak di kawasan karst Padalarang, mendaki gunung ini  tak perlu peralatan khusus, cukup pastikan fisik dan stamina dalam kondisi prima. Puncak tertingginya yang sering disebut Puncak Rindu hanya setinggi 1403 mdpl. Kalau mendaki gunung Gede maka ini baru turun dari angkot di basecamp Cibodas atau Gunung Putri 😀

Aksesnya pun cukup mudah karena terletak hanya sepelemparan batu dari Kota Baru Parahyangan. Namun tak ada area parkir yang memadai bila membawa kendaraan, cuma tersedia lahan sempit untuk parkiran motor.

Medan pendakian gunung Bendera melewati perkebunan dan pebukitan semak sehingga bila dari jauh seperti bukit-bukit Teletubbies. Medan yang terbuka membuat waktu terbaik hiking kesini adalah saat cuaca teduh yaitu pagi dan sore hari. Disini juga banyak dijadikan tempat camping untuk menyongsong sunrise dan citylight.

Sebuah aktifitas menarik yang bisa dilihat disini adalah kegiatan perajin coet batu. Walau terletak agak melipir dari trek, cukup sepadan untuk melihat kearifan lokal yang akan memperkaya wawasan petualangan.

Sepertinya pilihan terbaik kesini adalah memakai angkutan umum. Dari stasiun Padalarang ada angkot trayek gunung Bentang yang bisa dinaiki. Turun saja di daerah Gantungan lanjut jalan kaki atau ojek. Atau minta diantar saja oleh angkotnya ke Gantungan pojok agar semakin mendekati tempat mulai pendakian.

 

Ongkos Termurah dari Bandung ke Bandara Soekarno-Hatta? Pakai Kereta Aja

Titik kritis untuk menuju Bandara Soekarno-Hatta adalah stasiun Manggarai, karena darisini terdapat kereta menuju Bandara. Nah, bila dari Bandung maka tinggal bagaimana caranya menuju hub comuter yang ramai ini.

Relasi terpendek menuju stasiun Manggarai dari stasiun kereta jarak jauh adalah dari stasiun Jatinegara. Jadi bila naik kereta dari Bandung turunlah di stasiun Jatinegara lalu lanjut comuter ke stasiun Manggarai. Lain halnya bila memakai kereta lokal dari Purwakarta yang terkoneksi ke comuter di stasiun Cikarang, maka tinggal lanjut saja ke stasiun Manggarai.

Mari berhitung berbagai alternatif memakai kereta dari Bandung menuju Bandara Soekarno Hatta:

1. KA Lokal

JALUR PURWAKARTA

Bandung – Purwakarta 8.000

Purwakarta – Cikarang 4.000

Cikarang – Manggarai 4.000

Manggarai – Bandara SH 30.000 / 70.000

 

JALUR SUKABUMI

Bandung – Padalarang 5.000

angkot Padalarang-Cipatat 7.000

Cipatat – Sukabumi 5.000

Sukabumi – Bogor 45.000 (termurah)

Bogor – Manggarai 5.000

Manggarai – Bandara SH 30.000/70.000

Bila dari Bandung, memakai jalur Sukabumi ini kurang efisien dibanding yang lain karena lebih memutar dengan banyak transit. Lebih cocok untuk yang memang pergi dari Cianjur dan Sukabumi.

 

2. KA Jarak Jauh

KA Serayu 63.000

KA Cikuray 45.000

KA Argo Parahyangan 150.000 (termurah)

turun di stasiun Jatinegara

Jatinegara – Manggarai 3.000

Manggarai – Bandara SH 30.000 / 70.000

Catatan : Keberangkatan kereta Bandara dari Manggarai dengan tiket 30.000 hanya di jam-jam tertentu

Jadi bila jadwal keberangkatan pesawat  match dengan ketibaan kereta Bandara dari stasiun Manggarai dengan tiket 30.000 maka akan didapat tiket termurah.

Sebagai perbandingan tarif bis & travel Bandung – Bandara SH sbb:

– Bis Primajasa 150.000

– Travel 175.000 s.d 200.000

namun perhitungkan pula biaya taxi bila keberangkatan bis/travel dari Bandung yang biasanya lewat tengah malam. Sementara untuk ke stasiun kereta masih bisa memakai angkot atau ojek karena belum terlalu larut bahkan bila memakai KA Serayu malam.

Menghindar Wisata Mainstream di Yogyakarta? Coba ke Candi Plaosan Lor

Candi Buddha Plaosan Lor, berada di Kabupaten Klaten. Ketika sampai, sekilas saya menyangak seperti candi Hindhu, tapi kemudian ketika dilihat-lihat lagi ternyata  memang ada beberapa stupa yang menandakan adanya pengaruh Buddha. Ini karena Plaosan Lor dibangun oleh Ratu Sri Kahulunan, putri Raja Samarattungga yang memeluk agama Buddha dan kemudian menikah dengan Rakai Pikatan yang memeluk agama Hindu.

Saat ini candi Plaosan masih melakukan restorasi, malah di beberapa spot sedang dilakukan eskavasi oleh adik -adik mahasiswa jurusan Arkeologi dari UGM. Sepertinya ini bakalan menjadi komplek candi yang luas dan cantik. Banyak pemburu foto berkunjung ke sini menunggu momen yang tepat agar mendapatkan view yang instragamable.

Bila beruntung, teman-teman akan mendapatkan momen terindah saat matahari terbenam, dimana kemegahan candi berbaur dengan warna sunset

Masuk ke sini tiketnya masih murah, 10rb untuk dewasa, anak-anak 5rb.

Untuk mencapai ke sini juga sangatlah mudah. Bila teman-teman melakukan backpackingan, bisa menggunakan moda tranportasi bis ‘Trans Jogja’ tujuan Halte Prambanan. Jangan khawatir tersesat, dari halte manapun teman-teman memulai perjalanan, petugas Trans Jogja akan menuntun teman-teman sampai halte yang dituju. Tiketnya murah hanya Rp. 3.500,- saja, dan ini merupakan tilet terusan.

Dari halte Prambanan menuju Plaosan Lor,  bisa disambung dengan taksi online atau bentor. Bila naik bentor cukup merogoh Rp. 25.000,- sekali jalan… atau PP Rp. 50.000,-.

Selamat mencoba 🤗

Penulis : Tanti Brahmawati