Categories : ASEAN Countries Backpacker

 

IMG-20160121-02913IMG-20160124-02969

Sekitar pukul 11 waktu setempat, pesawat Nok Air dari Bangkok yang saya tumpangi mendarat mulus di Yangon International Airport. Agak aneh juga mencocokkan perbedaan waktu yang hanya setengah jam dengan WIB/Bangkok.  Sekilas bandara yang bercorak etnik ini mengingatkan kepada bandara Soekarno Hatta di tanah air. Tak ada brosur atau map kota Yangon yang bisa ditemukan, sehingga saya hanya mengandalkan ulasan buku Lonely Planet bajakan keluaran 2011.

Seorang supir taxi yang berpengalaman segera menangkap gelagat kehadiran orang asing. Bersarung dan menguyah sirih, ia langsung menyapa,”Taxi?”

Setelah mengatasi keterkejutan dengan banyaknya orang bersarung yang berlalu-lalang di bandara internasional, sayapun menyambut tawarannya, “How much?”

“Fiften dollar..the city is far from here..”

“10 dollar ok?”  menurut buku Lonely planet keluaran 2011 itu tarif  taxi harusnya tak lebih dari 8 dollar, namun itu lima tahun lalu. Sekarang 2016  bisa jadi sudah naik, lagipula keberadaaan supir taxi yang bisa berbahasa Inggris ini bisa membantu mengorek informasi lainnya. Sebuah taxi sedan yang cukup bersahaja pun mengantar saya ke pusat kota, tak ada argo dan tanpa AC. Ditengah jalan, supir menepikan kendaraannya sejenak.

“Wait a minute..” katanya, lalu segera keluar. Rupanya ia membeli minuman dulu. “Very hot..” katanya santai.

“Do you have a map of Yangon?” tanya saya diperjalanan.

“Yes sure,” ia segera membuka laci dan memberikan beberapa map wisata dan komersial. Lumayan juga, map-map ini yang tak saya didapatkan di bandara.

Setelah mempelajari map kota saya lalu minta diantar ke stasiun kereta karena berencana melihat jadwal kereta untuk melanjutkan perjalanan ke Mandalay. Namun sebagai orientasi medan, memintanya melewati jalan tempat keberadaan pagoda Shwedagon dan pasar Bogyoke. Ternyata Bogyoke market terletak tak jauh dari Yangon Railway Station, sehingga setelah ormed di stasiun kereta saya berjalan kaki saja kearah Bogyoke. Mestinya, di daerah keramaian ini banyak hotel dan penginapan.

IMG-20160124-02996IMG-20160124-02968

Bogyoke Market terletak di distrik Pabedan, merupakan pasar ikonik di kota Yangon mungkin seperti Ben Thanh market di Ho Chi Minh  yang menjadi sasaran turis membeli oleh-oleh. Di seberang Bogyoke, merupakan jalan-jalan perniagaan. Toko, rumah makan, hotel, kelontong dan lain sebagainya. Ke arah sanalah saya berencana mencari tempat bermalam. Karena menganggap hal yang enteng, saya kerap tak melakukan booking dahulu di situs booking internet seperti Agoda atau booking.com . padahal apa susahnya ya?

Sebelum melanjutkan mencari hotel, saya mengisi perut dulu di retoran KFC yang tampaknya satu-satunya di kota ini. Meski telah berjanji menyantap makanan local kota ini, tapi hey ini baru hari pertama di kota yang asing, tak ada salahnya ormed dahulu kuliner kotanya sebelum benar-benar menyelam ke dalam lautan gatronomi lokal. Hari ini saya masih menahan diri dengan mengapungkan selera dalam perahu lidah internasional.

Ternyata pilihan untuk memilih citarasa internasional di hari pertama ini merupakan pilihan tepat, karena dari balkon retoran cepat saji ini, view kearah Bogyoke merupakan bonus yang sempurna. Saya merekomendasikan turis untuk mampir kesini, bukan demi citarasa ayam goreng nya namun untuk bersantai seraya memandang kemeriahan suasana pasar ikonik di Yangon ini

Setelah.memulihkan tenaga dengan hidangan paket dua ayam, satu nasi dan segelas coke seharga 4200 kyat (sekitar 50rb) tibalah saatnya menelisik jalan-jalan di distrik Pabedan ini. Tak terlalu sulit karena jalanan kecil-kecil ini merupakan blok-blok yang parallel, dan akhirnya sebuah hotel backpacker didapat dengan tariff 12 dolar termasuk breakfast. Bagi saya ini cukup memadai karena hari ini dan besok hanya akan jalan-jalan orientasi medan dengan sasaran utama Bogyoke market, Shwedagon Paya, dan stasiun KA untuk memesan tiket ke Mandalay besok sore. Setelah pulang dari Mandalay nanti, jalan-jalan di kota Yangon ini akan dilanjutkan.

Distrik Pabedan (Pabedan Township) sepertinya merupakan tempat persinggahan pertama para turis backpacker sebelum pergi lebih jauh. Tak heran karena stasiun kereta berada disini, demikian pula banyak bangunan heritage dan bagunan pagoda yang menjadi ikon kota Yangon. Selain itu pluralitas keberagamaan tampak nyata disini, setidaknya lima buah mesjid besar berdiri disini demikian pula gereja dan katedral menyemarakkan bangunan ibadah selain pagoda-pagoda. Bila hanya memiliki waktu sehari saja di kota  tak ada salahnya melewatkan waktu disini saja, barangkali distrik ini bisa mewakili gambaran kita akan Yangon.

 Posted on : February 12, 2016
Tags :

Facebook Comments