Langsung turun pada hari yang sama dari puncak gunung menuju kota Kinabalu yang terletak di tepi pantai membuat saya sedikit “jetlag”. Maklum saja saat jam enam pagi masih berada di puncak gunung berketinggian 4.095 meter diatas permukaan laut, jam enam sore sudah berada di bibir pantai. Suhu yang dingin berubah menjadi gerah, kostum tebal berlapis pun berganti dengan kostum pantai.
Untuk aklimatisasi yang mumpuni sebaiknya memang sebelum mulai mendaki atau sehabis turun dari pendakian para turis menginap dulu di villa atau guest house yang banyak terdapat di resort Sutera Sanctuary Lodge di Timpohon (1.700 mdpl) yang merupakan tempat awal pendakian menuju gunung Kinabalu. Namun daripada menghabiskan dana jutaan rupiah menginap di resort, lebih baik kami memilih dormitory bertarif Rp 60.000-an per orang yang tersebar di kawasan backpacker kota Kinabalu. Di kota Kinabalu kita selalu bisa mencari rental van untuk mengantar menuju Timpohon Gate dan dua hari kemudian kembali menjemput di sana usai pendakian.
Dormitory adalah sebuah kamar yang diperuntukan bagi banyak orang, terdiri dari bereberapa ranjang susun, jadi semacam asrama. Kamar yang kami tempati memiliki empat ranjang susun yang memuat delapan orang, dengan kipas angin dan AC. Kamar terletak dilantai dua, bersama dengan empat kamar lainnya. Dilantai ini tersedia sebuah meja makan dan empat kamar mandi yang terdiri atas dua shower dan dua shower plus toilet. Mengingat Kinabalu sebuah kota yang banyak dikunjungi oleh turis maka tersedia banyak kamar maupun hotel di kota ini dengan harga bervariasi. Kita tak perlu khawatir tak mendapat akomodasi, namun sebaiknya melakukan reservasi agar tak repot mencari tempat menginap saat tiba karena penerbangan Air Asia dari CGK mendarat disini pada malam hari.
Kota Kinabalu merupakan ibukota dari Sabah, yang merupakan negera bagian Malaysia yang terletak di pulau Kalimantan. Negara bagian Sabah berbatasan darat dengan Brunei dan Indonesia dan berbatasan laut dengan Brunei dan Philipina. Kota Kinabalu mudah dicapai dari Indonesia karena ada penerbangan langsung dengan maskapai Air Asia dari Cengkareng, dan bila kita bisa mendapatkan hargat tiket economy promo maka biaya perjalanan tak akan memberatkan. Bisa pula melalui provinsi Kalimantan Timur, yaitu lewat kota Tawau lalu melanjutkan dengan perjalanan darat namun tentu saja memakan waktu yang lebih lama.
Kota Kinabalu terletak di pinggir pantai, sehingga terdapat beberapa spot pantai yang menarik untuk dikunjungi. Lautnya bersih dan biru dengan kapal-kapal layar maupun pesiar tampak di pelabuhannya. Suasana malam hari di sekitar pantai merupakan hal yang wajib dilakukan sembari menikmati kuliner sea food. Pusat kota sendiri merupakan pertokoan yang modern, dengan kombinasi toko-toko pedestrian di sekitarnya. Beberapa obyek wisata yang menarik di kota ini antara lain Jesselton Point, Atkinson Clock, Observatory Tower, Tun Mustapha Building dan musium. Beberapa obyek wisata menarik yang terdapat diluar kota juga ditawarkan oleh agen-agen wisata seperti Park and Poring Hotspring atau Wetland Center. Bila masih penasaran, dari kota Kinabalu bisa melanjutkan perlancongan ke Brunei yang berjarak sekitar lima jam perjalanan darat.
Walau Kota Kibanalu banyak menawarkan kenyamanan bagi turis, namun satu-satunya endulgence yang saya coba disini adalah massage yang banyak terdapat di pusat kota. Tarifnya bervariasi mulai dari RM 20 hingga yang paling lux. Bukannya mulai menjadi pejalan hedonis namun memang seluruh badan pegal-pegal seusai turun dari pendakian gunung Kinabalu, jadi semata-mata pertimbangan praktis saja. Lagipula masih tertinggal beberapa lembar RM yang hanya akan menjadi kertas tak berguna bila besok pulang ke tanah air. Jadi istilahnya membuang-buang RM hehe..
Mencari tempat bersantap yang pas gampang-gampang susah disini, karena kami menginap daerah pecinan. Awalnya fast food Burger King dan KFC yang terletak tak jauh dari dormitory selalu menjadi tujuan makan, sebelum menemukan rumah makan halal seperti RM Sri Rahmat yang menyediakan masakan Melayu.
Toh, walau sudah menemukan masakan Melayu namun citarasanya belum sreg menurut ukuran kami. Setelah berkeliling-keliling akhirnya ketemu juga yang cocok rasanya, murah dan pelayannya lancar berbahasa Indonesia yaitu : warteg! Ya jelas saja, semua pegawainya orang Jawa yang bekerja disana. Namanya saja rumah makan Jawa. Klop..!
“Mas, bayarnya pake ini aja ya,” ujar rekan kami Tomy menyodorkan uang rupiah limapuluh ribuan.
“Lha ndak bisa to mas,” kata pelayannya senyum-senyum.
“Sampeyan Jawanya dari daerah mana?” tanya Tomy lagi.
“Dari Lamongan, mas,” kata si mas.
Lalu mereka berdua ngobrol dalam bahasa Jawa yang tak saya mengerti, maklum bahasa Jawa bukan bahasa ibu saya. Sayangnya, kami baru menemukan rumah makan sejenis warteg ini di hari akhir di kota Kinabalu jadi hanya sempat makan sekali disana.
Kota Kinabalu memang bukan metropolitan modern seperti Kuala Lumpur yang memiliki menara Petronas yang menjulang dan pusat perbelanjaan yang aduhai. Namun kita akan mendapatkan suasana berbeda yang tak kalah menariknya karena kotanya tertata apik dan didesain untuk menyambut turis internasional. Wisata alam merupakan andalan pariswisata disini dengan gunung Kinabalu sebagai ikonnya, namun city tour pun banyak ditawarkan kepada wisatawan dengan harga mulai dari RM 80. Selain itu wisata alam lain seperti hiking, arung jeram dan wildlife sanctuary. Walau anda tak datang untuk mendaki gunung Kinabalu, yakinlah bahwa trip wisata disini tetap akan seru. @districtonebdg