Ngabuburit di Serlok Bantaran Cikapundung

Setelah hampir dua tahun tidak kesini,  hari Rabu tanggal 27 April 2022 kami kembali berkesempatan mampir ke Serlok Bantaran di tepi sungai Cikapundung tepatnya daerah Babakan Siliwangi. Berhubung bulan puasa,  sekalian ngabuburit dengan refreshing ditepi sungai.

Sebetulnya tak selama itu juga mengabaikan sungai Cikapundung namun beberapa tahun ini memang lebih sering mengunjungi camp Cika-Cika yang bertempat lebih ke hulu. Menjalin silaturahmi dengan berbagai komunitas pelestari sungai memang mengasyikan.

Serlok Bantaran berlokasi di pinggir sungai, bangunan yang didominasi kayu dan bambu itu, memiliki penampungan mata air, pembenihan ikan lokal dan pembibitan bambu. Setidaknya sudah ada 4 jenis ikan lokal dan 18 jenis bambu yang dibudidayakan di sana.

Dari jejak digital nama Serlok Bantaran baru muncul pada tahun 2018, walau tempat ini sudah berdiri mungkin sejak 2014 kalau tidak salah. Demikian juga komunitas-komunitasnya juga sudah lebih lama lagi namun dengan berbagai dinamika yang ada kini bangunan apik di tepi sungai Cikapundung ini lebih dikenal dengan nama Serlok Bantaran.

Pemkot Bandung bersama komunitas Serlok Bantaran diketahui kini tengah menata sentra kegiatan pengembangan “Urban Biodiversity – Sungai Cikapundung”.

Restorasi Ekosistem Cikapundung Pada Hari Lingkungan Hidup

Restorasi ekosistem dapat mengambil banyak bentuk misal menanam pohon, menghijaukan kota, membangun kembali kebun, mengubah pola makan atau membersihkan sungai. Restorasi bertujuan membentuk generasi yang bisa berdamai dengan alam.

Tema hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun 2021 adalah Restorasi Ekosistem dimana Pakistan bertindak sebagai tuan rumah global pada tanggal 5 Juni. Pada hari Lingkungan Hidup Sedunia ini sidang umum PBB  meluncurkan deklarasi Dekade PBB tentang Restorasi Ekosistem.

Restorasi ekosistem dapat mengambil banyak bentuk misal menanam pohon, menghijaukan kota, membangun kembali kebun, mengubah pola makan atau membersihkan sungai. Restorasi bertujuan membentuk generasi yang bisa berdamai dengan alam.

Salahsatu cara keberpihakan kita pada lingkungan hidup adalah aktif pada kegiatan kesukarelawanan lingkungan. Siapa pun dapat menjadi sukarelawan. Kita bisa mengikuti kegiatan pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia dengan memunguti sampah atau pada acara-acara yang digelar di sekitar.

Pada hari Lingkungan Hidup Sedunia  kali ini, komunitas D1VA Adventure for Women dan Cika-Cika Cikapundung Cikalapa memperingatinya dengan kegiatan bantuan sembako dan bersih-bersih sungai Cikapundung di sekitar PLTA Dago. Kerjasama serupa juga dilakukan tiga bulan sebelumnya yaitu pada tanggal 22 Maret saat memperingati Hari Air.

Dedengkot komunitas D1VA, Tanti,  mengatakan bahwa bantaran sungai merupakan ruang hijau, bukan tempatnya untuk menampung sampah. Hal ini diamini oleh Ety,  aktifis komunitas Cika-Cika yang mengajak warga sekitar Cikapundung untuk selalu menjaga kelestarian sungai. @districtonebdg

 

Uniknya Favela Babakan Siliwangi di Cikapundung Trail

Favela adalah bahasa Portugis untuk daerah kumuh dan berkonotasi pada perumahan kumuh yang menempel di pebukitan kota-kota besar di Brasil terutama di Rio de Janeiro.  Warga yang hidup di kawasan favela berpenghasilan rendah sehingga hanya bisa menempati rumah-rumah yang sempit berdesakan. Meskipun demikian konturnya yang di pebukitan menjadikan favela sangat unik. Ekspose media juga telah menjadikang favela mendapat tempat yang khusus dalam aspek wisata kota di Ro de Janeiro. Turisme telah mempengaruhi kehidupan favela atau justru sebaliknya? Yang jelas semakin banyak kreatifitas seni dan budaya yang tumbuh dari kawasan kumuh ini, dan pada gilirannya memperkuat daya tarik favela sebagai lokasi tujuan wisata kota.

Kriminalitas berkembang dalam budaya favela yang kumuh, namun tata kota pemerintah Rio de Janeiro sudah tak bisa memungkiri keberadaannya. Daripada gusur menggusur yang akan membawa banyak masalah, pemerintah kota lebih memilih membangun berbagai fasilitas antara lain kereta gantung untuk memberi kehidupan lebih baik bagi warga favela. Kriminalitas yang berkembang tetap diperangi dengan program yang disebut pasifikasi.

Di beberapa kota di Indonesia seperti Malang dan Yogyakarta juga telah berkembang kreatifitas untuk mengubah kawasan kumuh menjadi destinasi wisata seperti di Kampung Pelangi, Yogyakarta dan Kampung Warna-warni, Malang. Pada dasarnya setiap kota pasti memiliki kawasan kumuh, namun kemudian tergantung kreatifitas warga dan pemerintah untuk membalikkan kekumuhan itu menjadi daya tarik wisata.

Kawasan Babakan Siliwangi  terletak di bantaran sungai Cikapundung, merupakan daerah yang padat penduduk sehingga rumah-rumah seperti bertumpuk. Kawasan ini terlewati dalam Cikapundung trail, sehingga entah sudah berapa kali kami lewat sini. Kala pertama melewatinya, yang teringat adalah favela-favela di Rio de Janeiro, Brasil yang malah menjadi ikon kota itu. Lalu ketika kota-kota seperti Yogyakarta dan Malang telah mulai merevitalisasi kampung-kampung kumuhnya menjadi lokasi wisata tanpa menggusur, menjadi tantangan warga kota Bandung untuk berbuat serupa. @districtonebdg

 

foto – Lia Budiman

Prasasti Thailand di Curug Dago

PS IMG_8378 resize

Prasasti Curug Dago berada dalam kawasan hutan lindung dan daerah perbukitan, di Kampung Curug Dago, Desa Ciumbuleuit, Kecamatan Cidadap, berada di 1310 m di atas permukaan air laut. Dua prasasti terletak ± 10 km di sebelah timurlaut dari pusat kota Bandung, di tebing Sungai Cikapundung tidak jauh dari air terjun Curug Dago dalam kondisi insitu dan utuh. Lokasi prasasti dapat ditempuh melalui Jalan Ir. Juanda/Dago turun di Dago Tea House (Teehuis)/Balai Pengelolaan Taman Budaya dan dari lokasi itu dilanjutkan dengan berjalan kaki menuruni tangga beton sampai ke lokasi prasasti.

Menurut S.A. Reitsma dan W.H. Hoogland (1922, Gids Van Bandoeng En Omstrcken) kedua prasasti tersebut erat kaitannya dengan kunjungan keluarga Kerajaan Siam (Thailand) ke Bandung, yakni Raja Chulalongkorn serta Pangeran Prajatthipok Paramintara, yang masing-masing merupakan raja ke V dan VII dari Dinasti Chakri. Tujuan penulisan kedua prasasti di Curug Dago yang memuat nama kedua nama raja dan pangeran itu yaitu merupakan penghormatan terhadap ke dua tokoh tersebut, lengkap dengan penulisan inisial, angka tahun serta catatan usia kedua tokoh. Memang ada tradisi yang menyatakan bahwa pada umumnya apabila seseorang raja Thai menemukan tempat panorama yang indah, maka biasanya di tempat tersebut sang raja melakukan semadhi dan kadangkala menuliskan nama atau hal lainnya yang dianggap penting.

IMG-20140909-000191621736_10203691249175162_8378994216117020087_n

Objek budaya Prasasti Curug Dago berada di bawah Air Terjun (Curug) Dago yang telah dikembangkan sebagai salah satu objek wisata pada kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda yang dikelola oleh Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Ir. H.Juanda, Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat. Lokasi Prasasti Curug dago menempati salah satu area sebelah selatan dari Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda. Untuk pengunjung berkendaraan roda 4 dapat diparkirkan di Komplek Taman Budaya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat yang berjarak ± 1,2 km dari lokasi objek.

Di sisi kanan air terjun terdapat dua bangunan bercat merah. Itulah tempat semedi dan prasasti raja Thailand. Dari teras atas untuk ke bawah memang perlu berhati-hati. Selain terjal, jalan berbatu itu sangat licin karena tersiram oleh deburan air terjun Curug Dago atau dari tetesan air dari tebing di sebelah kanannya.

Sampai di tempat persemedian, sambil ditemani suara deburan air menghunjam dan melemparkan butiran-butiran lembut air, kiranya kita boleh mereka-reka, gerangan apakah yang membuat tempat itu menjadi tempat semedi dua raja dari Thailand. Jawabannya, barangkali sama dengan motivasi anda datang ke Bandung.

See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=91&lang=id#sthash.lMSiDIp2.dpuf