Taman Buru Masigit Kareumbi (TMBK) telah ada sejak tahun 1976 namun pada perkembangannya pernah mengalami kerusakan akibat penggundulan hutan sebagian wilayahnya. Sedikit demi sedikit reboisasi kawasan ini mulai menampakkan hasil. TBMK populer disebut oleh masyarakat sekitar sebagai Blok KW (Kawasan Wisata) dan merupakan batas timur wilayah Bandung. Memiliki luas 12.420,70 hektar, TBMK secara administratif berada di Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut dan Kabupaten Sumedang, namun sebagian besar area berada di Garut dan Sumedang.
Kala berkunjung ke Kareumbi, yang sedang hangat diperpincangkan di Cicalengka adalah tewasnya 40 orang karena miras oplosan. Tema itulah yang menjadi bahan obrolan sepanjang jalan dengan supir angkot warna kuning trayek alun-alun Cicalengka-KW ini.
Bisa dibilang, survey ke Kareumbi ini terbilang amat lambat, bahkan ini merupakan upaya kedua setelah survey pertama hanya sampai stasiun Cicalengka lalu pulang lagi. Benar-benar kurang niat… yah namanya juga anggaran cekak hehe. Kali ini kami lebih bertekad, salah satunya karena hampir kehabisan tempat juga untuk disurvey di Bandung Utara. Males ah kalo ke Bandung Selatan, maceet…jadilah tempat-tempat yang bisa diakses kereta jadi pilihan. Dari stasiun kereta naik angkot ke alun-alun Cicalengka lalu naik angkot lagi ke Kareumbi.
Setelah turun dari angkot, jarak ke pintu masuk hanya sekitar 300 meter jadi berjalan saja dalam keteduhan hutan. Tiket masuknya Rp7.500,- lebih murah dari kebanyakan tiket wisata alam Perhutani di sekitar Bandung yang rata-rata Rp 10.000,- .
Gerimis turun tak lama sesampai di pos tiket, kamipun melipir ke kantin dekat pintu masuk. Menyeruput kopi sambil menunggu hujan reda. Kantinnya luas bernuansa kayu, cukup menyenangkan bila dijadikan sebagai tempat kongkow juga.
Setelah hujan reda barulah sedikit bereksplorasi antara lain ke kandang rusa dan rumah pohon. Atraksi utama di Kareumbi ini adalah rumah pohon ditengah hutan, yang menurut kami lebih cocok disebut pondok kayu. Karena letaknya pun bukan diatas pohon 😀 . Sewa rumah pohon ternyata tidak murah juga mulai dari 500ribu , nah bagi yang mau melewatkan malam dihutan dengan murah meriah sebaiknya camping saja. Rumah pohon cukup dijadikan arena instagram saja.
Kawasan rumah pohon memiliki area lapang cukup luas yang dikelilingi pepohonan besar. Lumut yang tumbuh dipepohonan menunjukkan tuanya hutan disini. Kita akan mendapat sebuah kesan berada di suatu masa lalu, mungkin masa jurrasic park. Hati-hati dengan T-Rex yang bisa muncul dengan tiba-tiba 😀 . Disini kami sempat berkenalan dengan Bella, si cantik jinak yang merupakan primadona Kareumbi. Liat saja fotonya..imut kan?
Hutan di kawasan Kareumbi tampak cukup terjaga keasriannya, sekilas mengingatkan pada kawasan gunung Puntang. Sejak turun dari angkot tadi pepohonan besar telah menyambut, dan semakin kedalam tampaknya akan semakin lebat. Sinar matahari tampak kesulitan menembus rapatnya atap hutan. Bisa dibayangkan bila hari sudah gelap yang ada hanya kegelapan total. Namun saya tak merasa asing disini.
Sayangnya kala akan pulang angkot sudah tak ada, padahal baru jam 2 siang. Terpaksalah memakai jasa ojek hingga ke stasiun kereta. Dalam perjalanan ojek pulang saya menanyakan lokasi daerah-daerah sekitar Kareumbi seperti Pangragajian, Kubang dan Cilejet. Waktu kecil pernah kesana.
“Eta mah tebih deui. ti Tanjungwangi aya belokan teras we mun ka Pangragajian.. pami Kubang komo Cilejet mah perbatasan Garut, tebih keneh” jawab ojek.
Hmm..barangkali itu yang membuat saya tak merasa asing di Kareumbi, ada memori masa kecil yang kembali mengenali aroma hutan itu. @districtonebdg