Categories : ASEAN Countries Jalan Jalan

 

SANYO DIGITAL CAMERA

Sebuah ruangan seperti barak yang berkapasitas 10 ranjang bertingkat ditunjukkan oleh resepsionis hotel.  Kapasitas 20 orang tempat tidur itu kebanyakan telah  diisi oleh orang India. Terdapat dua kamar mandi terpisah diluar, dengan sebuah teras kecil yang berfungsi sebagai tempat untuk merokok. Setelah melihat fasilitas menginap seharga 15 dollar per malam itu, seorang calon tamu langsung melengos pergi meninggalkan hotel mencari tempat lain.

“Kumaha arek meuting di dieu?” tanya Dudung.

“Dimana we lah sare mah,” ujar Bar santai.

“Hmm..hayu wae..” Asnur mulanya agak ragu  tapi setuju juga.

Diluar kebiasaan tidur di bandara Changi kala transit, kali ini mereka memang bermaksud menginap di kota. Baru esok pagi jadwal penerbangan lanjutannya. Sebetulnya untuk menghemat uang akomodasi, protapnya adalah menginap di bandara. Namun terkadang protap itu juga dilanggar demi mendapat gambaran tentang kota yang dikunjungi. Walau sekedar melihat-lihat saja bisa dengan tour gratis yang disediakan dari Changi, namun jelas suasananya akan berbeda dengan langsung berjalan kaki di kota.  The swiftest travell  is he who goes on foot, seperti kata Thoreau.

“Sakali-sakali mah kudu jalan-jalan ka kota ngarah apal,” ujar Bar bersikeras.

Menuju ikon kota Singapura yang terkenal  seperti Marina Bay dan Merlion Park mudah saja dari Changi. Mereka tinggal naik MRT (mass rapid transit) East West Line turun di Stasiun City Hall atau Rafless Place. Setelah puas motret-motret sejenak  di Merlion Park, mereka hanya melihat-lihat dari jauh saja  Marina Bay sebagai ikon kota ini.

“Ciak heula diditu,” ujar Dudung yang perutnya  keroncongan menunjuk restoran McDonald di luar stasion CityHall. ‘Ciak’ adalah istilah mereka bila sudah terlalu lapar. Karena penerbangan Tiger Airways pagi dari Bandung, mereka tak sempat mengisi perut. Walau agak terlambat disebut sarapan, masih keburu juga mendapatkan paket breakfast yang agak ekonomis yaitu sebuah burger dan kopi. Setelah energi terisi, mereka kembali naik MTR East West Line yang sama dan turun di stasiun Bugis. Di daerah sinilah mereka bermaksud mencari tempat untukmenginap, sekaligus megunjungi beberapa spot yang menarik di kawasan Little India.

Beberapa tempat yang menarik di kawasan ini antara lain Mustafa Center, sebuah mall yang buka 24 jam dengan suasana bernuansa India di sekitarnya. Mesjid Sultan, salah satu mesjid besar di Singapura dengan sejarah yang panjang  juga terdapat disini. Jangan lupa persiapkan  lidah India bila ingin hang-out disini, karena rumah makan becitarasa India paling banyak terdapat disini, seperti nasi biryani dan roti cane.

Setelah orientasi medan sehari  itu di Singapura, mereka berkesimpulan destinasi utama disini  dapat terbagi ke dalam empat wilayah yaitu sekitar Merlion park,  Little India, Orchard Road dan Sentosa. Mau selfie di patung Merlion turun di City Hall, mau makan nasi biryani di Little India turun di Bugis, untuk sosialita shopping turun di Orchard, sementara Sentosa adalah pulau tersendiri yang terpisah dari daratan utama. Dari empat kawasan destinasi itu hanya Merlion Park dan Little India yang mereka rasa perlu dikunjungi kali ini. Bagi mereka yang lebih penting adalah menanamkan mental map tentang Singapura kepada alam bawah sadar masing-masing. Bila diperlukan, sewaktu-waktu kesadaran itu tinggal dipanggil lagi andai salah satu dari mereka kembali travelling kesini.

“Moal ka Ochard jeung Sentosa?” tanya Dudung.

“Ah moal, nu penting mah geus ka ormed kota na,” sahut Bar. Pada dasarnya mereka memang tak terlalu gampang terpesona dengan landscape kota namun mudah tersentuh oleh keindahan alam. Uhuk..uhuk, yang jelas memang tak cukup SGD di dompet untuk dibelanjakan, hanya tersisa receh buat bergerak dari stasion MTR ke stasion MTR lainnya.

Saat bangun pagi keesokan harinya, tampak muka Asnur sedikit kusut. Seperti kurang bisa beraklimatisasi dengan suasana hotel.

“Teu tibra sare..,” keluh Asnur resah  ,”orang India nu di kasur luhur kerek na mani tarik.”

Yang lebih biasa backpackeran senyum-senyum saja. Mereka sudah jarang terganggu tidur pulasnya oleh keributan apapun. Hanya udara dingin yang menusuk kulit yang bisa mengganggu tidur.

“Kalem..engke deui mah tarpak na di Changi we kawas biasa,”ujar Dudung.

“Enya, leuwih tibra sare di Changi,” Asnur mengakui ,”bae distelling jam 3 subuh oge.”

 Posted on : May 29, 2015
Tags :

Facebook Comments