Hiking kali ini sedikit berbeda dengan sebelum-sebelumnya, tidak ke gunung melainkan menuju lokasi curug (air terjun) yang tersembunyi di dalam hutan. Curug Siliwangi berada di dalam area wisata alam Gunung Puntang, Banjaran. Terdapat beberapa curug didalam hutan gunung Puntang, namun yang mereka tuju adalah yang terjauh dengan jarak dari bumi perkemahan sekitar 3,5 kilometer. Kali para veteran yang bergabung dalam misi hiking adalah Erfan, Bais, Bar, Asnur, Boas, Nurlaela, dan Kang Ferry. Boas yang memiliki sanak family di Banjaran didaulat menjadi danop (komandan operasional) dari kegiatan hiking kali ini. Ia membawa serta dua saudara iparnya yaitu Dadan dan Candra.
Sejak awal yang dikhawatirkan dalam acara hiking di awal bulan April ini adalah curah hujan. Karakter jalan setapak di gunung Puntang yang sering menyebrangi sungai-sungai kecil di dalam hutan akan semakin menantang bila curah hujan semakin tinggi. Namun walau intensitas hujan masih tinggi hingga bulan ini, semangat tak menjadi surut. Pukul 10.30 mereka memulai hiking, setelah sebelumnya berpesan kepada ibu penjaga warung untuk menyiapkan nasi liwet untuk dinikmati sepulang dari curug.
Dua jam berlalu di dalam hutan, sudah empat kali mereka menyeberangi sungai kecil dengan yang terdalam sepaha orang dewasa. Belum tampak ada tanda-tanda curug, namun gemuruh sudah berdentuman di langit tanda hujan besar akan segera mengguyur. Benar saja, tak lama kemudian hujan besar mengguyur deras. Rombongan berhenti sejenak untuk melindungi diri dengan raincoat. Kamera tv yang dibawa Erfan terpaksa diistirahatkan dan dibungkus dengan plastic untuk melindunginya dari air. Rimbunnya hutan masih menahan curahan debit air yang luar biasa dari langit, namun setapak di dalam hutan berubah menjadi selokan. Walau dilapis raincoat, basah tak akan terhindarkan.
Sejam kemudian barulah mereka tiba di Curug Siliwang yang sempurna tersembunyi di dalam hutan. Boas segera mengeluarkan flysheet dan membuat tempat berteduh darurat, selain untuk sedikit menjinakkan guyuran hujan juga agar kamera tv bisa dioperasikan. Sayang sekali bila curug yang megah ini luput didokumentasikan karena cuaca buruk, karena factor cuaca sudah harus dipertimbangkan sejak awal. Peralatan masak pun dikeluarkan dan bahan-bahan masakan disiapkan. Tak berapa lama aroma indomie dan parafin tercium, mengingatkan semua orang pada aroma diklat. Kopi panas dan asupan makanan ini segera memberi tambahan semangat bagi rombongan yang sedang kedinginan.
Tak banyak yang dapat didokumentasikan dalam hujan deras, namun setidaknya beberapa footage terselamatkan. Tim segera packing untuk kembali ke warung. Kini yang dikhawatirkan adalah debit sungai yang airnya sedingin es, semoga arusnya tak terlalu deras untuk diseberangi. Syukurlah dengan perjalanan ekstra hati-hati walau arus sungai semakin deras dapat dilalui dengan lancar. Perjalanan pulang ke pangkalan ini dilalui dengan jatuh bangun, setiap orang bergiliran jatuh merasakan licinnya jalur setapak yang luber oleh air hujan.
Pukul empat sore barulah rombongan sampai kembali di warung tempat mereka memulai hiking. Rupanya empunya warung sudah mempersiapkan nasi liwet pesanan satu panci besar. Goreng tahu, jengkol dan ikan asin yang masih panas tampak terhidang pula. Tak ketinggalan sambal dadakan dan lalab segar menyemarakkan suasana. Setelah melewati perjalanan yang cukup menguras tenaga, sambutan ini benar-benar sebuah ending yang manis.