Jalur Cikole Treetop menuju desa Cibeusi, Subang merupakan jalur hiking yang indah, entah kita akan menuju curug Cibareubeuy atau Gunung Lingkung. Saya pribadi lebih menyukai jalur gunung Lingkung karena walau kita tak akan menemukan atraksi air terjun atau desa wisata seperti jalur ke curug Cibareubeuy, trek hutan disini indah dan sepi..
“Palih dieu oge aya curug di tengah leuweung mung tacan dibuka kangge umum,” ujar mang Entoy pemilik warung di kaki gunung Lingkung suatu waktu sambil menunjuk ke sebuah punggungan bukit di belakangnya. Setiap rombongan yang melewati jalur ini pasti akan berhenti di warung milik Pa Entoy, tak lain untuk menikmati minuman lahang yang segar karena baru diambil dari pohon kawung (nira).Informasi dari mang Entoy itu kerap mengiang dibenak kami sejak melewati pesanggrahannya sebulan yang lalu kala sedang survey jalur disitu.
Menjelang tahun 2015 tergelincir, jalur ini pun kembali disambangi untuk mencari keberadaan curug dikawasan kaki gunung Lingkung ini. Setidaknya sudah ada dua curug yang terdata yaitu curug Cibareubeuy yang telah biasa kami datangi dan curug Cinta Wedana atau Curug Wayang yang terletak sekitar 500 meter dari curug Cibareubeuy. Geografis curug Cinta Wedana atau curug Wayang ini terdiri dari lima undakan air terjun, cukup indah tapi masih dalam tahap renovasi sebagai kampung wisata kedua setelah Kampung Senyum.
Singkat kata, setelah melewati jalur yang sama di gunung Lingkung seperti sebelumnya kami kembali tiba di tempat pesanggrahan mang Entoy. Air lahang panas menyambut kedatangan rombongan yang lelah setelah melewati tanjakan baeud di gunung Lingkung. Tambahan energy dari air gula alami ini kembali memompakan tenaga ke tubuh kami.
Seperti di Kampung Senyum, disini pun tersaji nasi liwet untuk mengisi perut yang mulai mengerang sejak terlewatinya jam makan siang. Namun sebaiknya kita memesan nasi liwet sehari sebelumnya karena tak setiap saat bisa disediakan.
Setelah melewatkan makan siang dengan nasi liwet, mang Entoy dengan bersemangat menunjukkan jalan menuju curug yang berada tak jauh dari petilasannya. Setelah berjalan sepuluh menit kami tiba di puncak sebuah curug, yaitu curug Cipangulaan. Kita hanya bisa mengeksplore di sekitar hulu curug ini saja, karena terlalu beresiko untuk turun kebawah yang berupa jurang curam. Namun sekedar mengabadikan foto disini pun sungguh sebuah pemandangan landscape yang menakjubkan.
Setelah puas mendokumentasikan curug Cipangulaan, kami bergerak menuju satu lagi curug di kaki gunung Lingkung. Jalurnya sama dengan jalur turun ke desa, namun kemudian belok kanan saat ada persimpangan pertama. Dari persimpangan ini sebuah jalur melingkar di hutan pinus membawa rombongan sampai di curug Cisarua. Lokasinya berada tepat di jalur setapak, jadi kita berjalan melewati aliran air dari curug yang berupa undak-undakan ini. Mirip dengan curug Cinta Wedana, hanya lebih lebar. Curug ini lebih ramah untuk dijadikan ajang foto dibanding curug Cipangulaan sebelumnya.
Rute pulang dari curug Cisarua akan bertemu dengan rute turun dari warung, yaitu desa adat Cimulya. Menurut hikayat, keberadaan rumah disini tetap terjaga sebanyak tigabelas rumah, tak boleh lebih ataupun kurang.
Selesailah sudah survey mencari curug di kaki gunung Lingkung kali ini. Setidaknya sudah empat curug yang kami tahu keberadaannya disekitar sini, dan kami yakin masih banyak curug-curug indah lainnya di sekitar sini.