Tidak ada yang istimewa sebenarnya dengan gunung ini, selain dengan lingkungannya yang gersang, apalagi saat ini kaki gunung itu seperti layaknya padang pasir yang tandus dan panas tergerus buldozzer dari sebuah proyek pembangunan perumahan.
Gunung Geulis yang mempunyai ketinggian 1281 mdpl memang merupakan wilayah gersang, panas terpapar matahari,,,Pagi itu tepat pukul 08.00, saya bersama beberapa rekan yang tergabung dalam komunitas Sadaya Geulis Hiker (SGH) yang terdiri dari ibu-ibu tangguh, mulai meniti langkah menapaki area proyek berdebu dan gersang menuju kaki gn. Geulis, wilayah Jatiroke, Jatinangor Sumedang.
Kesejukan pagi kurang terasa di wilayah itu, hanya suhu panas dan tebaran debu terhembus angin yang bebas bertiup tanpa terhalang pepohonan yang kami rasakan.
Setelah sedikit melakukan peregangan, kami pun bergerak hingga tiba pada sebuah tegalan bertanah merah dan berdebu yang merupakan
pusat dari proyek perumahan yang sedang digarap. Di mana-mana terlihat bedeng pekerja bangunan dan beberapa truck pengangkut pasir hingga bulldozer. Suasana layaknya pegunungan tidak kami rasakan yang justru di tempat yang dinamakan ‘Gunung’. Yang terasa justru kita seperti berada di area perindustrian,,,sungguh ironis.
Setelah melewati area lapang proyek, kami mulai memasuki ladang penduduk yang mengering dan berujung pada hutan semak dan sekunder. Di sini kami mulai sedikit merasakan kesejukan dan keriangan di antara anggota rombongan pun mulai tercipta. Hal ini terlihat dari raut wajah anggota rombongan yang memperlihatkan kesumringahnnya disertai gurauan-gurauannya.
Pada sebuah persimpangan saya memutuskan untuk istirahat sejenak sambil menunggu beberapa anggota rombongan yang masih tercecer di belakang. “Batur mah minggu pagi teh jalan-jalan ka mall bari ngopi, ieu mah kekebulan jeung kukurusukkan kieu” celoteh salah satu anggota rombongan yang kemudian disambut tawa yang lain. Celetukan-celetukan penuh canda mulai terdengar.
Usai istirahat, kami mulai menapaki jalan menanjak yang dikelilingi hutan bamboo yang daunnya mengering hingga berwarna keemasan.
Track yang kita lalui merupakan jalur counturing, memutar mengarah menuju puncak.
“Beban hidup tuh dah berat, koq ditambah berat gini” kembali celotehan terdengar saat dirasa jalur semakin menanjak dan kembali tawa pun terdengar hingar. Celotehan penuh canda memang merupakan
alat penghibur yang efektif disaat fisik sudah mulai terkuras sehingga kita bisa me
nikmati perjalanan tanpa merasa bosan atau lelah, atau setidaknya lelah kita teralihkan.
Setelah beberapa menit saya berjalan, yang kebetulan posisi saya di depan rombongan,,,tidak terlihat seorang pun ibu-ibu anggota rombongan saat menoleh ke belakang,,,
beberapa menit saya tunggu, anggota rombongan tidak kunjung terlihat, hingga saya memutuskan untuk berbalik arah menyusul mereka.
Dan tampak di antara sekelompok rerimbunan pohon mereka sedang duduk santai sambil mengeluarkan cemilan,,,”Bentar kang, buka arisan dulu,,” ujar Rully salah satu anggota rombongan,,,’oaaalllaaah dasar ibu-ibu’ gumam saya sambil nyengir,,,
Seperti umumnya karakter medan pegunungan, menjelang puncak kita disuguhi track yang lebih menanjak dan sedikit lebih terjal dari sebelumnya,,,’Ayo kamu bisa!! Kamu bisa!! ‘ teriak Cila menyemangati diri sendiri sambil mendokumentasikan lewat video ponselnya .
Sekitar pukul 10.00 WIB, akhirnya kami menjejakkan kaki di puncak Gn. Geulis. Setelah bersibuk ria berselfi di sana-sini khas ibu-ibu, kami pun membuka perbekalan,,,inilah kelebihan mendampingi ibu-ibu,,,logistic terjamin, perut pun tenang,,,dan kami pun menyantap perbekalan diselingi gurauan-gurauan penuh gelak tawa.
Bagi seorang hiker seringkali destinasi bukanlah hal utama yang membuat sebuah perjalanan bisa dinikmati, tapi yang lebih penting adalah kawan seperjalan yang bisa membuat nyaman adalah factor penting. Mungkin padang Sahara yang maha gersang sekali pun akan bisa dinikmati apabila teman seperjalanan kita comfortable, gurauan-gurauan penuh satire terbungkus gelak tawa akan menjadi obat pengalih rasa bosan dan lelah.
Matahari semakin terik saat kami tiba kembali di kaki gunung, di tegalan pusat proyek perumahan yang panas dan berdebu. Kami langsung disambut kejutan yang menggelikan, karena jalan penghubung antara desa terakhir dengan tegalan di kaki gunung yang tadi pagi kami lalui sudah hilang digerus bull dozer. Kami pun melipir jalan agak memutar menuju desa terakhir,,,hmm serasa cerita dongeng Alice in wonderland versi padang tandus,,,,