“Masih banyak babi hutan di sekitar sini,” cerita Atin yang sudah turun temurun tinggal di kawasan perkebunan kina Bukittunggul. Ia lalu berbagi pengalamannya mengusir babi-babi yang sering menyatroni perkebunan warga. Namun bila gerombolan babi terlalu banyak, ia pun tak mau ambil resiko, lebih baik menyingkir. Babi hasil buruan penduduk biasanya dijual ke penampung di sekitar Lembang.
“Kadang jam empat sore pun babi-babi itu sudah turun. Mereka memakan umbi-umbian seperti ubi dan kentang yang ditanam di perkebunan,” ujar Atin.
“Babi hutan banyak berkeliaran di sekitar gunung Kasur dan gunung Pangparang,” lanjutnya seraya menunjuk ke arah perbukitan di sebelah Timur.
Siang itu Atin dan para pekerja lain baru selesai memanen kina di kawasan Sanggara, kini mereka akan mengirimnya ke pabrik untuk digiling. Karena truk terlalu penuh dimuati karung-karung kina, beberapa pekerja perkebunan termasuk Atin ikut menumpang jip Landrover yang kami kendarai menuju ke arah pabrik.
Menyusuri perkebunan kina di kawasan Bukittunggul bisa menjadi alternatif refreshing bagi mereka yang suntuk dengan kesibukan kota besar. Kawasan ini terbilang masih asri karena jarang dikunjungi wisatawan, bahkan banyak warga Bandung sendiri yang belum mengetahui keberadaan “Bandung outback” yang hanya berjarak sejam dari jalan Dago yang sangat populer di kota ini. Sehingga kawasan ini seperti keindahan yang tersembunyi.
Kawasan perkebunan Bukittunggul memiliki topografi berbukit dengan ketinggian tempat 1.200 – 1.650 meter dpl. Luas areal konsesi kebun kina di Bukittunggul adalah seluas 3.656 Ha tersebar di lima Afdeling yaitu Bukittunggul, Bungamelur, Cikembang, Puncak Gedeh, Cibitu. Tanaman pokok yang dikelola PTP VIII ini adalah komoditi kina (Cinchona succirubra) seluas 2.268 Ha namun pada beberapa lokasi ada juga komoditi Kayu Putih (Eucalyptus da Jabon ). Dahulu disini hanya ada perkebunan, namun sekarang manajemen PTP VIII sudah mengembangkan pula agrowisata yang dapat dinikmati khalayak umum antara lain : Situ Sangkuriang, Curug Batu Sangkur, camping ground, penangkaran rusa dan fasilitas outbond seperti flying fox.
Menurut legenda, nama Bukittunggul berasal dari mitos Sangkuriang yang marah karena upayanya meminang Dayang Sumbi gagal, perahu yang hampir jadi ditendang sehingga terbalik lalu kemudian menjadi gunung Tangkuban Perahu. Sisa pangkal pohon yang ditebang berupa tunggul berubah menjadi gunung Bukittunggul. Sementara menurut geologi, pegunungan di kawasan ini merupakan gunung-gunung parasit yang terbentuk setelah letusan gunung Sunda purba yang dahsyat.
Kawasan ini cukup kaya akan rute-rute perjalanan yang sedap dipandang mata, sehingga akan butuh seharian untuk blusukan mencoba semuanya. Kali ini rute yang kami lalui adalah menyusuri perkebunan kina dari arah Patrol – Bukittunggul – Sanggara – Gunung Kasur- Palintang. Kawasan agrowisata curug, danau, dan outbond terlewati sepanjang perjalanan ini, sehingga memaksa rombongan berhenti berkali-kali untuk mengabadikan pemandangan yang indah atau sekedar merasakan sensasi alam.
Pemandangan yang tersaji cukup variatif dengan berbagai vegetasi yang berbeda. Tak berapa lama setelah meninggalkan Patrol ambil jalan yang belok kiri berupa tanjakan terjal maka kita akan memasuki perkebunan sayuran dan kandang sapi perah. Lalu suasana alam berganti dengan hutan pinus yang teduh dan asri. Sangat berharga meluangkan waktu disini, mencoba menghirup udara segar yang beraroma pinus.
Rombongan lalu beranjak meninggalkan kawasan hutan pinus dan mulai memasuki perkebunan kina. Tak berapa lama kami melewati sebuah lembah terbuka tempat mengalir sungai kecil dimana kita akan dipaksa mengabadikan pemandangan yang indah disekitar. Bukit-bukit hijau yang didominasi perkebunan kina selanjutnya setia menemani hingga sampai di perbatasan hutan gunung Sanggara. Di kawasan Sanggara ini masih terasa suasana hutan yang perawan dimana pepohonan besar banyak ditumbuhi lumut yang menandakan bahwa hutan hujan tropis masih lestari disini. Sesekali suara burung dan lutung terdengar dari dalam hutan. Kita dapat merasakan dingin dan jernihnya air sungai di dalam hutan. Bila anda penggemar hiking, silakan mencoba mendaki puncak Sanggara yang berketinggian 1.900 meter dpl yang akan memakan waktu sekitar dua jam dari jalanan koral.
Setelah sejenak berhenti di tepi hutan untuk menikmati suasana hutan tropis, rombongan jip bergerak meninggalkan Sanggara dengan menyusuri lereng bukit kina yang berkelok-kelok hingga tiba di kawasan agrowisata Bukittunggul dimana terdapat curug, danau, dan camping ground. Terdapat warung yang menyediakan hidangan makan siang bagi perut yang lapar. Kamipun melewatkan makan siang disini. Ditemani pemandangan gunung Bukittunggul dan Palasari, makan siang terasa nikmat sekali.
Setelah perut terisi, semua bersemangat melanjutkan perjalanan menuju gunung Kasur. Perjalanan tak jauh beda, berliku-liku melipir bukit dengan pepohonan kina di kiri dan kanan. Di sebuah tanah lapang yang luas di gunung Kasur kita dapat mengabadikan pemandangan indah, sebuah panorama kecantikan alam Bandung dari arah yang lain. Gunung Palasari tampak begitu dekat dan Bukittunggul melambai-lambai.
Selanjutnya perjalanan dilanjutkan menuju desa Palintang, berangsur-angsur perkebunan kina pun berakhir dan suasana pedesaan mulai terasa. Selesailah perjalanan ini, terasa capek namun jalanan koral di sepanjang perkebunan kina telah menjadikan hari ini akan dapat dikenang selamanya. @districtonebdg