Saung Lahang Rest Area Ideal di Lintasan Gunung Lingkung

Bila melakukan hiking dari Cikole ke Cibeusi maka jalur yang ideal adalah dengan melewati gunung Lingkung. Selain treknya cukup lebar juga terdapat warung yang kondusif untuk memulihkan tenaga yang terkuras usai mendaki gunung Lingkung.

Setelah melewati puncak, perjalanan ke Cibeusi dilanjutkan dengan trek menurun. Seringkali treknya merupakan tanah gembur yang baru digali supaya tak terlalu curam bagi jalur downhill sepeda. Beberapa tempat memang cukup curam bagi sepeda, sehingga ada anjuran untuk dituntun saja.

Warung yang digawangi Abah Entoy ini kini populer dengan nama Saung Lahang. Memang saat sampai disini setelah turun dari gunung Lingkung dalam suasana hujan, lalu meminum lahang panas terasa benar sensasinya.

Menuju desa Cibeusi, perjalanan tak sampai sejam lagi melewati jalanan melipir bukit dengan pemandangan hamparan sawah yang indah. Kampung sudah terlihat dari sini.

Backpacker, Sebuah Tinjauan Sejarah

By : Dodi Rokhdian

Backpacker bukan menghabiskan uang di perjalanan, tapi kehabisan uang diperjalanan -Anonym

Backpacker dalam kamus Inggris dijelaskan sebagai “a hiker who wears a backpack” (seorang pejalan kaki yang mengenakan tas punggung). Diartikan secara harfiah maknanya menjadi penuh problematis. Apakah keponakan saya yang setiap hari ke berjalan sekolah, dengan ransel di punggunya, bisa disebut backpacker? Apakah pedagang kaki lima di alun-alun Bandung, yang juga membawa barang dagangan dengan ransel di punggung (kemudian menggelarnya di trotoar) juga backpacker? Apakah Si Mbok jamu gendong, yang berkebaya dan membawa jamu di punggung, yang dililit kain, juga seorang backpacker?

Ah saya bingung jadinya, karena jika merujuk pada arti kamus, maka semua pertanyaan diatas bisa sah sebagai backpacker, apapun alasan dan niatan dibalik bawaannya di punggung. Kalau begitu para kindew (pengumpul barang bekas/tukang beling) yang membawa temuannya dengan karung/tolombong di punggungnya pun bisa disebut backpacker.Kriteria sah atau tidak sah (legal atau ilegal) tentang siapa sebenarnya sosok backpacker sejati tak akan ada di tulisan ini, hal itu karena saya bukan Menhumkam yang punya kuasa menentukan keabsahan kriteria backpacker (anggap saja backpaker itu parpol).

Rucksack or Rucken
Ciri utama seorang backpacker tentu terkait jenis tas yang disandangnya, khususnya ketika bepergian: yakni tas punggung (yang selanjutnya saya bilang ransel). Ransel dalam sejarahnya bisa dirujuk ke masa sebelum Perang Dunia ke-1, tepatnya pada tahun 1910-an, ketika di benua Eropa (khususnya di Jerman) berkembang suatu jenis ransel yang disebut ‘rucksack’ yang berasal dari bahasa Jerman yakni ‘Rucken” yang artinya ‘punggung’. Rucken pada awalnya digunakan orang Jerman untuk mengangkat batu atau beban berat, yang digunakan dengan paduan lilitan tali pada pada tubuh, agar nempel dibagian anatomi tubuh terkuat, yakni di punggung.

Sementara Rucken dalam pengertian sebagai produk massal, pertamakali diproduksi pihak militer, sebagai bagian perlengkapan wajib, karena pertimbangan bisa membawa banyak perlengkapan dan efektif mendukung pergerakan. Seiring perkembangan teknologi kini ransel ruckeni semakin canggih dan nyaman, dan meluas digunakan berbagai kalangan. Istilah ‘bodypack’ yang kita kenal dewasa ini sesungguhnya bentuk evolusi teknologi struktur tali ‘rucken’ yang membuat ransel nyaman menempel pada tubuh kita saat dibawa berjalan, berlari, menunduk, atau melompat.

Ketika kita menyandang ransel (untuk maksud apapun) maka kita sebenarnya sedang terkontak dengan perkembangan sejarah manusia sebagai ‘homo faber’- si mamalia berpikir penemu dan pengguna alat untuk menyamankan diri dan bertahan hidup. Sehingga jangan heran, bila ras manusia bisa hidup dimanapun di berbagai lanskap dan ekosistem bumi (tidak seperti binatang yang hanya cocok di suatu belahan tertentu). Hal tersebut disebabkan manusia adalah mamalia tersukses saat bermigrasi, yang didukung kemampuannya ‘membawa peralatan hidup’ dibagian tubuh terkuat dipunggungnya. Kelebihannya lagi, jika manusia tidak memakai punggungnya sendiri, ia sanggup memanfaatkan ‘punggung’ makhluk lain dengan domestikasi atau penjinakan: kuda, keledai, onta, bahkan gajah yang besar segede gaban pun sanggup dipinjam dan dijinakan ‘punggungnya’.

Backpacker Sebagai Wacana Tanding
Siapa dan sejak kapan backpacker sebagai alternatif model wisata mulai dikenal di muka bumi manusia ini? Tidak ada kepastian dalam sejarahnya, namun beberapa sumber tertulis, dan bisikan wangsit, menyebut tentang seorang tokoh dan sebuah rute legendaris bernama ‘Hippe Trail sebagai pemicunya.

Adalah Giovanni Francesco Gemelli Careri (1651-1725) seorang pedagang sekaligus petualang Italia, yang dianggap sebagai orang pertama yang melakukan tur keliling dunia dengan delapan puluh hari pelayaran. Beliau dianggap lebih mengutamakan kesenangan ketimbang mencari keuntungan dagang saat melakukannya. Beberapa pihak mencurigai perjalanannya sebagai bagian aktivitas mata-matanya bagi Vatikan, namun rasa curiga tersebut tak menghalangi orang untuk terinspirasi. Sementara aktivitas backpacker sebagai alternatif model gaya baru turisme berhutang pada sejarah gaya berwisata subculture kaum‘Hippie’ Amerika dan Eropa pada tahun 1950 hingga 1970-an.

Model wisata kaum Hippie ini meninggalkan jejak ‘Hippie Trail” – rute wisata legendaries, yang dilakukan dengan low budget menempuh perjalanan panjang dari kota di Eropa atau Amerika dan hingga berakhir di kota/negara di belahan selatan/tenggara Asia. Hippie Trail sekan napak tilas menyusuri ‘jalur sutra’ yang secara wacana menawarkan model wisata alternatif, irit biaya, penuh kejutan dan resiko, namun menyenangkan bagi yang memilihnya, dan bisa dilakukan siapapun tanpa harus menjadi kaya terlebih dahulu. Sayangnya hippie trail kemudian tidak bisa dijalani secara utuh, terhenti sebab politik dan peperangan di salah bagian satu rute tersebut, yakni di bagian negara Afganistan pada tahun 1980-1990 ketika berkecamuk perang Uni Sovyet dan Mujahiddin. @Dodi_Rokhdian

China Sebagai Destinasi Pendakian Salju

Terdapat beberapa gugusan pegunungan salju di Asia namun yang paling termahsyur tentunya adalah Himalaya dan Karakoram yang memborong seluruh 14 puncak tertinggi di dunia dengan Mount Everest sebagai puncak tertingginya (8.848 mdpl). Dari keempat belas puncak tertinggi di Himalaya dan Karakoram itu, China (9), Nepal (7) dan Pakistan (5) saling berbagi wilayah. Perlu diketahui bahwa Tibet adalah salah satu provinsi di China sehingga dikategorikan sebagai China.

Puncak-puncak dibawah 8000 meter hampir tak terhitung banyaknya, dari yang sering hingga belum pernah didaki. Gugusan pegunungan Himalaya dan Karakoram ini sebagian masuk kedalam wilayah China, yang berbagi wilayah dengan Nepal, Bhutan, Myanmar, India dan Pakistan. Selain itu China juga memliki beberapa gugusan pegunungan salju lain seperti Kunlun, Pamir, Tian Shan dan lainnya yang rata-rata berketinggian diatas 5.000 meter. Gugusan pegunungan ini berbagi wilayah dengan negara-begara Asia Tengah seperti Kyrgistan, Tajkistan dan Kazhakstan.

Sebagai negara maju, China memiliki beberapa keunggulan mutlak dari tetangga-tetangganya yang sebagian masih miskin itu terutama dalam bidang infrastruktur. Keunggulan di bidang teknologi membangun ini memungkinkan akses ke pegunungan menjadi lebih mudah dan murah. Bila basecamp Everest Nepal bisa dicapai dengan berjalan kaki seminggu, maka basecamp Everest Tibet bisa dicapai dengan bis turis. Bahkan beberapa puncak salju seperti Yulong di Yunnan bisa dicapai dengan kereta gantung.

Perjalanan menuju desa-desa terakhir kawasan pegunungan salju juga lebih mudah dicapai. Keunggulan infrastruktur transportasi ini menjadikan biaya pencapaian menjadi lebih murah. Bila dari Kathmandu harus memakai pesawat ke Lukla, maka dari kota-kota di China ke Lhasa (Tibet) cukup dengan kereta. Bila desa terakhir dicapai dengan jalan mobil, maka itu biasanya adalah jalan raya yang lebar, bukan jalan koral sempit berlubang. Bahkan China terus membangun bandara-bandara tertinggi di dunia seperti yang telah beroperasi di Kangding, Sichuan.

Medan pendakian salju di China sangat beragam dari yang mudah hingga tersulit, membuat turis yang datang semakin beragam dari turis massal hingga para pendaki hard core. Puncak-puncak salju berketinggian hingga 7.000-an meter di China sebagian termasuk kedalam puncak-puncak yang paling dapat dicapai oleh pendaki awam. Sebut saja misalnya Haba (5.396 dpl) di Yunnan, Yuzhu Feng (6.224 dpl)  di Sichuan dan Muztag Ata (7.546 dpl) di Xinjiang tak memerlukan teknikal climbing  mencapai puncaknya. Namun tentu saja berapapun ketinggiannya pendakian gunung salju merupakan hal yang amat serius terutama karena faktor cuaca dan ketinggian. Berita baiknya, gunung-gunung ini selalu open season untuk pendakian.

Jadi apabila kita bertanya apakah China akan menyaingi Nepal sebagai destinasi pendakian gunung maka jawabannya bukan lagi ya atau tidak, melainkan kapan. Hal yang membuat China terkesan belum serius menggarap wisata pendakian salju seperti halnya Nepal terutama dua hal, pertama masih melayani pasar turis domestiknya sendiri dan kedua keengganan membuka penuh akses Tibet bagi turis asing. Dan tentu saja bagi negara kaya seperti China, turisme bukan satu-satunya industri yang diandalkan untuk menghasilkan devisa. Sementara Nepal sangat bergantung pada datangnya turis ke negaranya. @bayubhar

 

 

 

 

 

 

Sepanjang Jalan Koral dari Sukawana ke Cikole

Meski tidak seluas di Bandung Selatan, suasana perkebunan teh Sukawana tak kalah indah dibandingkan Pangalengan dan Ciwidey. Bahkan karena letaknya dekat dari kota, Sukawana memiliki point lebih.

Kabut dan gerimis senantiasa datang dan pergi. Tampak gagah gunung Burangrang diseberang lembah dan Gunung Tangkuban Parahu didepan menunggu pinangan. Kopi seduh arabika yang senantiasa tersedia di warung Ma Onah menjadi tandem ideal saat cuaca syahdu.

Jalan koral terhampar jauh dari Sukawana ini menuju Cikole dan Gunung Putri, sekitar tiga jam jalan kaki. Hanya yang cukup aral saja melakoni hiking jalur panjang ini. Nah itulah kami yang kurang kerjaan hehe

Secara tradisional jalan batu rusak ini merupakan jalur off-road, hingga kinipun tetap demikian. Namun kini lebih ke off-road komersial daripada hobby. Konvoy Land Rover bisa menjadi atraksi hiburan saat merayapi trek ini.

Beberapa tempat wisata alam akan dilewati jalur hiking ini yaitu berturut-turut Talaga Warna, Nyawang Bandung, Cikahuripan lalu disekitar pertengahan jarak Sukawana – Cikole kita bisa beristirahat di puncak Jayagiri yang legendaris. Mau sampai sini pun sebenarnya sudah cukup jauh, tapi kalo masih penasaran silahkan lanjut ke Cikole atau Gunung Putri. Kagok edan 😁

Di Jayagiri kita bisa mampir ke lorong lumut yang hits itu. Walau jalur puncak Jayagiri ke lorong lumut terhalang resort Jungle Milk sialan sehingga terpaksa melipir lebih jauh. Bila sudah berjalan sejauh ini memang sayang bila tidak diteruskan sedikit lagi ke lorong lumut, biar tidak penasaran saja toh.

@districtonebdg

Long Trek dari Dago Atas ke Palasari

Lebih dari 30 tahun lalu kami mulai memetakan jalur hiking dari Bandung Utara menuju Bandung Timur dan Sumedang, lalu segera jatuh hati dengan trek panjang ini. Ragam jalur dan variasi vegetasi menambah pesonanya. Dan yang utama trek ini sangat sepi walau hanya “sepelemparan batu” dari Bandung. Jalan rusak tak bisa diakses mobil, tak ada warung dan tanpa penanda, keliatannya hanya yang cukup aral saja yang main-main dijalur ini.

Sebetulnya dari arah Cisalak, Subang pun bisa tembus ke Jatinangor melalui Bukanagara, namun akan terlalu maksakeun. Lagipula hanya didominasi jalan koral kurang asik. Jalur yang lebih pendek bisa dipilih dari Cikole, Cibodas bahkan Dago dan sepanjang Cimenyan.

Suatu hari dibulan Juli 2024 kami kembali kesini kali ini dari arah Dago atas menuju Gunung Palasari. Ini hanya sepotong trek namun tetap saja terasa panjang dan menguras tenaga. Terasa memori yang melelahkan mengenang sahabat yang sudah lagi tak bersama saat dulu pertama menapaki jalur ini.

Sedapat mungkin menghindari jalan mobil, trek bisa dimulai dari jalan buntu tebing Keraton atau Pamuncangan. Ada warung cukup representatif untuk parkir mobil maupun motor. Darisini lanjut merayapi Patahan Lembang yang berujung di gunung Palasari.

Dari Dago hingga puncak patahan Lembang kini cukup ramai grup yang hiking dan tampaknya akan menjadi jalur hiking favorit baru di Bandung. Nah bagi yang suka jalur soliter teruslah melanjutkan perjalanan. Sepi baru menghampiri di trek kebon kopi menuju Palasari, walau suara motor di jalan raya dibawah kadang masih terdengar.

@districtonebdg

Ke Jayagiri Aku kan Kembali

Kawasan hutan Jayagiri, Lembang telah populer sejak dulu. Disinilah masa kecil para penjelajah kawakan dari Bandung memulai perkenalannya dengan alam bebas. Disinilah ketika hutan pegunungan dengan lembut menasehati para petualangan belia itu untuk tak tergesa, belum saatnya menuju petualangan-petualangan besar. “Belajarlah dahulu, nanti saatnya akan tiba” seperti petuah seorang ayah pada anaknya.

Selain tempat kemping, rute di hutan ini merupakan jalur hiking legendaris. Maka pada tahun 1980-an sering diadakan even Kebut Gunung, semacam lomba hiking, dikawasan hutan pinus ini.

Nama Jayagiri semakin legendaris dengan grup Bimbo mempopulerkan lagu “Melati dari Jayagiri” gubahan Iwan Abdurrahman. Lagu tersebut digubah Abah Iwan sekitar tahun 1970 kala kawasan ini sering dijadikan tempat kemping para pencinta alam. Dulu juga pernah populer merk ransel Jayagiri, sebuah brand pelopor ransel outdoor.

Bagi yang belum pernah kesini, kawasan hutan pinus disini bisa sangat membingungkan jalurnya. Banyak yang hanya berputar-putar padahal merasa sudah berjalan jauh.

Namun sebenarnya Jayagiri merupakan hub jalur setapak ke berbagai arah. Kita bisa memulai trek ke Jayagiri dari berbagai tempat seperti Sukawana, Pasir ipis, Gunung Putri, alun-alun Lembang atau Cikole. Kini rute dari Lorong lumut termasuk yang paling ramai karena memang pendek jaraknya.

Para petualang yang dibesarkan oleh trek Jayagiri akan selalu rindu untuk kembali kesini. Trek hutan pinus ini merupakan kepingan sejarah masa lalu yang selalu dirindukan. Lalu setelah mereka melakoni berbagai petualang megah, ke peraduan Jayagiri mereka akan kembali. Dengan segala kerendahan hati untuk berterimakasih atas segala ilmu yang diberikan.

 

Hidden Gem Lain Viral Curug Ini Tetap Sepi (Semoga Tetap Begitu)

Lembang sangat kaya trek hiking, sebagian menuju lokasi yang tersembunyi. Lambat laun lokasi hidden gem itu semakin terekspos hingga tak lagi bisa disebut “hidden”. Bahkan puncak gunung pun kini ramai dan treknya macet oleh pendaki.

Semakin maju teknologi semakin mudah tempat-tempat rahasia itu diakses lalu tinggal waktu saja menjadi wisata publik. Sisi positifnya, masyarakat setempat kecipratan rezeki.

Ditengah gencarnya serbuan viral, beberapa hidden gem tetap terjaga kesuciannya. Tempat seperti inilah penyelamat bagi mereka yang mencari sunyi. Nah salah satunya adalah Curug Luhur di Cibodas, Lembang.

Lokasi curug berada di desa Sunten Jaya, Cibodas tepatnya kampung Gandok. Dari jalan Cibodas maka akan ada dua menara pemancar yang berdekatan, nah twin tower itulah cek poin yang gampang terlihat dari kejauhan.

Bila datang dari arah Maribaya maka setelah melewati tempat wisata The Lodge  akan ada Indomaret dan Alfamart yang berhadapan. Disebelah kiri jalan akan ada jalan masuk, itulah arah menuju curug. Jalannya cukup dilewati mobil namun akan sulit bila ada mobil lain yang datang berlawanan arah.

@districtonebdg

Kena Prank Bis Bandara Brunei

Beberapa kali transit di bandara Brunei, terpikir juga ingin mengenal kotanya. Bandara kecil yang cantik dan sepi lebih menarik daripada bandara besar yang riuh. Karena hanya transit beberapa jam, jadi biasanya cuma ormed sekitar ruang tunggunya saja. Hmm boleh juga nih daripada tarpak terus di KLIA atau Changi.

Maskapai Royal Brunei juga kadang ada promo mematok harga yang bersaing dengan maskapai flagship lainnya.  Maka setelah mencari informasi, dicobalah dibulan Juni 2024 untuk masuk ke negara Brunei. Niatnya memang bukan khusus berkunjung ke Brunei melainkan hanya survey apakah feasible untuk dijadikan transit.

Dari informasi yang didapat ada shuttle bis dari bandara ke kota dengan tarif 1 BND alias 10,000 IDR. Kalo segini sih, saya tampung hehe.. walau tak semurah di Don Mueang atau Tan Son Nhat.  Dari Cengkareng saja kan mesti merogoh 80,000 untuk bis DAMRI keluar bandara.

Keluar bandara sekitar jam 5 sore, shuttle bis yang ditunggu tak juga nongol. 15 menit, 30 menit, satu jam cuma cengo di area tunggu. Wah, harus plan B.

Saat ada ibu menawarkan tumpangan ke bandar (kota), diterima saja. Tarifnya sama dengan taxi yaitu 20 BND. Toh tak ada pilihan lain.

Namun beliau berbaik hati mampir dulu di tempat-tempat ikonik  kota Bandar Seri Begawan dan menjelaskan sekilas kotanya. Jadi hitung-hitung city tour. Saat hendak turun di hostel pun memberi diskon jadi cuma bayar 15 BND.

Esoknya dari hostel ke bandara juga pakai taxi karena flight pagi sementara bis tampak kurang menjanjikan. Dengan biaya taxi yang kurang ramah backpacker, bila dihitung-hitung tetap lebih murah tiduran saja disekitar gate G bandara KLIA1 menunggu Malaysia Airlines yang flight ke Cengkareng besoknya. Ga jadi deh menjadikan Bandar Seri Begawan sebagai kota transit.

 

Ganja Tumbuh Bebas di Nepal

Pada tahun 60-70 an era flower generation, Kathmandu termasuk dalam kota-kota yang dilewati oleh Hippies Trail. Jalur backpackeran darat ini terbentang dari Istanbul hingga Bangkok melewati berbagai tempat dimana ganja bebas dikonsumsi.

Pada tahun 60-70 an era flower generation, Kathmandu termasuk dalam kota-kota yang dilewati oleh Hippies Trail. Jalur backpackeran darat ini terbentang dari Istanbul hingga Bangkok melewati berbagai tempat dimana ganja bebas dikonsumsi.

Tahun 70an kota Kathmandu merupakan magnet bagi para Hippies backpacker yang ingin bebas. Mereka berkumpul dikawasan Freak Street dekat Durbar Square menghisap mariyuana dengan bebas. Ada lagu Kathmandu dari Cat Stevens yang menggambarkan suasana kala itu.

Saat pertama ke Kathmandu tahun 2018, sisa-sisa masa Hippies itu masih dapat dilihat secara nyata. Jangan heran bila tanaman ganja tumbuh dihalaman hotel di daerah Thamel. Mariyuana bisa didapat dengan mudah di daerah ini, hanya lihat-lihat saja sekeliling sebelum membelinya.

Diluar kota Kathmandu, ganja semakin sering terlihat bahkan diperlakukan seperti semak saja. Walau termasuk tanaman terlarang, warga desa tak buru-buru membabat tanaman ini karena selalu berkembang biak lagi seperti semak pada umumnya. Aparat pun maklum kondisi ini.

Saat trip bulan September 2023 menginap di sebuah hotel di kota Nagarkot, semak ganja sudah menyambut kala masuk halaman.. wah ini menjanjikan keliatannya. Benar saja, ternyata dari kamar hotel semak rimbun tanaman surga juga menyambut kala membuka jendela kamar. Kebanyakan masih tanaman muda, namun yang berbunga dan siap panen pun tak susah dicari.

Yang menarik, karena saya selalu membawa rokok kretek untuk sosped, mereka sangat apresiasi pada rokok kretek Indonesia. Dalam “cultural exchange” ini mereka memberikan lintingan ganja sebagai ganti rokok Gudang Garam merah. Waah menang banyak 😁

Lewat Tol Cisumdawu Semakin Dekat ke Curug Cirengganis

Beroperasinya jalan tol Cisumdawu menjadikan lebih cepat menuju Tanjungsari. Keluar gate Pamulihan yang tarifnya 20ribu dari Buahbatu maka sudah sampai di Tanjungsari.

Berbeda dengan dulu saat awal explore daerah sini, ruwetnya lalulintas menjadikan malas untuk kesini. Padahal trek Curug Cirengganis cukup menyenangkan. Relatif datar, teduh dan segar.

Keluar gate toll Pamulihan, jangan terlalu percaya pada gmap karena jalur tercepat bukan berarti terbaik. Ambil jalan Parakan Muncang lalu nanti belok kiri di Cilembu. Nah tinggal ikuti jalan hingga mentok di persemaian Cicalung.

Tak jauh dari Curug Cirengganis sebetulnya ada danau atau cekdam. Kalau dikelola dengan serius sebetulnya bisa cukup menjanjikan, namun saat terakhir disurvey tampaknya belum bisa direkomendasikan.