Categories : ASEAN Countries Backpacker Jalan Jalan OVERLAND

 

IMG01839-20150306-1623By Bayu Ismayudi

Panas mentari siang itu sudah mulai menyengat saat saya dan Bayu Bhar tiba di perbatasan Laos-Thailand. Para pelintas batas dari Laos menuju Thailand berdesakkan, menyemut di di kantor imigrasi Laos di kota Vientianne.

Kami pun segera ikut bergabung dalam barisan pelintas batas sesaat turun dari tuk-tuk yang mengantar kami dari pusat kota. Ini adalah hari terakhir kami setelah seminggu menyusuri Laos dari Chiang Rai sebuah kota di utara Thailand.

Sangat jauh berbeda kondisi yg kami lihat sekarang, saat sebelumnya kami melintas dari Thailand menuju Laos, kantor imigrasi Laos relative sepi dari para pelintas batas, berbading terbalik dengan saat ini, pelintas batas dari Laos menuju Thailand begitu bejibun.

Para pelintas batas ini didominasi oleh turis bule mancanegara, walaupun ada beberapa turis berwajah oriental yang terselip di dalamnya.

Tiba-tiba perhatian saya tertuju pada dua orang turis berbeda ras yang sedang berdialog di depan saya, yang satu seorang bapak setengah baya berwajah melayu dengan lawan bicara seorang turis bule…

“Where do you come from?” tanya sang turis bule kepada turis berwajah melayu tersebut. “I ‘m from Indonesia” sahut turis berwajah melayu. “Where do you live in Indonesia?” Tanya sang bule kembali. “Bandung” jawab sang bapak berwajah melayu itu.

Jawaban sang bapak setengah baya berwajah melayu itu sontak menarik perhatian saya. “Di Bandungnya di mana pak?” bisik saya tiba-tiba dari belakang antriannya…si bapak langsung menoleh “Lha lo Bandung juga? Lo sendiri Bandungnya di mana?” balik bertanya…”Saya di Buah Batu pak”  tegas saya..”Wah, daerah preman dong itu?” balas si bapak sambil tersenyum…”Emang klo bapak di mana di Bandungnya?” Tanya saya penasaran…”Gue dari Cibangkong”. Tegasnya…”Wah, premanan daerah bapak dong..” tukas saya yang kemudian disambut sang bapak dengan tawa dan jabatan erat.

Bapak setengah baya berusia 68 tahun ini sebut saja namanya Bapak X, karena bapak ini meminta merahasiakan identitasnya sehubungan dengan masa lalunya yang mirip agen rahasia hehehehe.

Bapak X ini walaupun sudah berusia kepala 6 malah hampir 7 masih terlihat bugar walaupun uban di kepalanya sudah mendominasi. Bapak ini langsung menyambut kami ramah dan hangat setelah tahu saya dari negara & kota yang sama.

“Bapak habis pelesiran apa kerja pak?” Tanya saya….”hmm, saya pengangguran, sudah hampir lima belas tahun saya tinggal di Bangkok” jawabnya…”Pengangguran elit ya pak?” ujar saya…”Si bapak ini bukan orang sembarangan” pikir saya, sebab mana mungkin seorang pengangguran bisa tinggal mencla menclo beberapa tahun di Amerika dan Eropa (saya tahu saat si bapak memperlihatkan passportnya) terus akhirnya menetap di Bangkok, Thailand.

“Kamu sendirian?” Tanya si bapak kemudian…”Berdua pak, sama teman” sambil menunjuk reka saya Bayu Bhar yang sedang berada di antrian sebelah. “Ok, nanti setelah beres imigrasi kita sama-sama ke Station bus ya” uajr si Bapak.

Setelah beres segala urusan cap mencap passport, kami pun segera bergerak menuju station bus Nong Khai, Thailand. Kantor perbatasan Thailand-Laos ini memang terletak di kota Nong Khai, jadi kami harus melanjutkan Sembilan jam perjalanan menggunakan bus menuju Bangkok.

“Kalian muslim?” Tanya si bapak sesaat setelah kami berada di dalam tuk-tuk yang mengantar kami menuju station. “Iya pak” jawab saya…”Ok, sebelum ke station kita cari makan dulu ya, saya tau tempat makan halal di daerah sini”. Memang saat itu sudah waktunya untuk makan siang, perut kami memang sudah mulai berteriak lapar hehehe.

Tidak berapa lama tuk-tuk yang kami tumpangi tiba di sebuah rumah makan berlabel “Halal” yang dimiliki oleh keluarga keturunan Arab. Setelah memesan menu makanan sop daging sapi, kami pun menunggu sambil berbincang-bincang tentang pengalaman si bapak yang dari tahun 1988 tinggal berpindah-pindah di negeri orang, malah sempat tinggal di Amerika dan beberapa negara di Eropa hingga akhirnya ‘terdampar’ di Bangkok, Thailand selama belasan tahun.

Kami sempat terkesima oleh cerita si Bapak X ini tentang masa lalunya yang ‘fantastis’. Betapa tidak si Bapak ini dulunya adalah veteran Nusakambangan. Bersama beberapa temannya terlibat dengan ‘hitamnya’ dunia hingga membuatnya terdampar di Singapore pada tahun 1988 dan membuatnya bertualang ke mancanegara.

Cerita sang Bapak ini membuat saya seperti mendengar kisah petualangan agen rahasia dan yang pastinya cerita-cerita ini tidak bisa saya paparkan di sini demi menjaga nama baik sang bapak yang mengakhiri ceritanya dengan keinginan untuk bertobat. “…Dan tahun ini saya ingin pulang, ingin naik haji, saya ingin menangis di rumah Allah, saya ingin taubatan nashuha” lirihnya….

Tidak lama kemudian makanan yang kami pesan pun akhirnya muncul tersaji juga, sop sapi & nasi putih hangat…hmm…aromanya sungguh membangkitkan selera. Kami pun makan dengan lahap diselingi obrolan ringan.

“Menurut bapak, gimana kondisi negara kita di lihat dari kacamata bapak yang tinggal di luar Indonesia?” Tanya saya tiba-tiba. Si Bapak menghentikan suapannya sambil menunjuk ke sop daging sapi yang berada di dalam mangkuk…”Kalau sop yang ada di dalam mangkok ini sudah ga karuan rasanya, jangan kau campur bumbu ini, itu lagi yang membuat rasa sopnya semakin ga karuan…kau buang sop dalam mangkok ini dulu, ganti dengan yang baru” tukasnya sambil menyeruput es teh manis…sedaap…

Usai mengisi perut, kami melanjutkan perjalanan menuju station bus Nong Khai. Dengan fasih menggunakan bahasa Thailand si Bapak ini memesankan kami tiket Bus VIP menuju Bangkok. Di Bangkok si Bapak ini tinggal di sebuah home stay milik pasangan tua yang sudah dianggap orang tua sendiri. Dan kami pun tinggal di home stay dekat tempat tinggal si bapak dengan harga yang relative murah, 200 BHT, sebelum sore harinya kami beranjak menuju Bandara Don Mueang karena saya akan melanjutkan pulang menuju Jakarta dan rekan saya Bayu bhar melanjutkan perjalanan menuju Vietnam….

 Posted on : October 29, 2015

Facebook Comments